Liputan6.com, Kebumen - Tabiatnya pendiam dan penuh kejutan yang membanggakan. Itu lah yang diingat ayahanda polisi muda nan cemerlang yang gugur dalam kerusuhan Mako Brimob, Briptu Anumerta Wahyu Catur Pamungkas, Pudjiono (60).
Siapa yang tak bangga anaknya menjadi anggota Detasemen Khusus atau Densus 88 Antiteror? Sayangnya, kabar itu tiba dalam suasana penuh duka saat peristiwa kerusuhan Mako Brimob terjadi.
Ternyata, Wahyu tak pernah sedikit pun memberi tahu keluarganya di Kebumen bahwa ia bertugas di kesatuan elite Polri ini. Begitu lah Wahyu, pemuda yang tahun ini baru genap berusia 20 tahun.
Advertisement
Baca Juga
Maret lalu adalah hari yang membanggakan untuk pasangan Pudjiono dan Surati (53). Anak keempat dari empat bersaudara alias si bungsu ini diwisuda dari Sekolah Polisi Negara (SPN) Purwokerto.
Yang membanggakan, selama menempuh pendidikan di SPN, Wahyu terbilang berprestasi. Ia pun lulus sebagai polisi muda dengan masa depan nan cerah.
"Waktu pendidikan, Wahyu selalu dapat ranking," ucap Pudjiono, Kamis, di Kemulyan Kecamatan Kuwarasan, Kebumen, seusai pemakaman polisi yang gugur dalam kerusuhan Mako Brimob ini, Kamis, 10 Mei 2018.
Saksikan video pilihan berikut:
Briptu Wahyu Bertugas di Densus 88
Seusai dilantik sebagai polisi, keluarga hanya mengetahui bahwa Wahyu bertugas di Mabes Polri. Keluarga tak mengetahui, bahwa anak termuda di keluarga ini mengikuti seleksi Densus 88.
Dari 500 peserta seluruh Indonesia, hanya enam yang terpilih. Wahyu, adalah salah satu dari enam pemuda pilihan itu. Prestasi dan etos kerjanya mengantarnya menjadi salah satu yang terbaik dari yang paling baik.
Karenanya, ketika kabar duka itu tiba, keluarga begitu terpukul. Anak yang dibanggakan telah tiada. Namun, bagaimana pun, keluarga tetap bangga, Wahyu tetap dikenang sebagai anak yang membanggakan.
Meski pendiam, bukan berarti Wahyu tak peduli dengan keluarganya. Terbukti, ia pun ingat hari-hari bersejarah orang-orang di sekelilingnya.
Dengan caranya, Wahyu selalu berusaha membuat gembira orang yang disayanginya, terutama kedua orangtua. Di sela kesibukannya, Wahyu ingat bahwa 5 April adalah hari ulang tahun ibundanya, Surati.
"Terakhir WhatsApp saya tanggal 5 April, ngucapin selamat ulang tahun," Surati menuturkan.
Sang ibunda amat terpukul ketika mengetahui anak kebanggaannya ini gugur dalam kerusuhan Mako Brimob. Ia juga tak tahu, Wahyu bertugas di Densus 88.
Advertisement
Berbalas Pesan dengan Sahabat Sesaat Sebelum Kerusuhan Mako Brimob
Namun begitu, Surati dan keluarga yang ditinggalkan Wahyu berusaha tetap tegar. Keluarga prajurit ini saling menguatkan.
"Saya sudah ikhlas, yang penting jenazah anak saya sudah dipulangkan dan dimakamkan sebagaimana mestinya," dia menuturkan.
Sahabat Wahyu semasa di SMA Negeri 1 Gombong, Meydika Candra Aji menuturkan, nyaris tiap malam, ia dan Wahyu mengobrol melalui jejaring sosial WhatsApp. Pembicaraannya macam-macam, mulai urusan kerja hingga soal asmara.
Menurut Dika, sapaan Meydika, dia dan Wahyu rutin bertukar kabar tiap saat. Bahkan, ironisnya, keduanya saling berbalas pesan sesaat sebelum kerusuhan melanda Mako Brimob.
Pada malam peristiwa, Wahyu membalas pesan Dika sekitar pukul 19.00 WIB. Dilihat statusnya, Wahyu terakhir kali melihat whatsApp pukul 21.00 WIB, atau persis sebelum napi teroris menyekap sejumlah polisi.
Sang sahabat bercerita tinggal menunggu sedikit waktu, Wahyu akan punya tambatan hati. Ia pun menudukung. Terlebih, pada usia semuda itu, Wahyu memiliki karir bagus dengan bergabung sebagai anggota pasukan elite.
"Saya ingin dia bahagia, mungkin di dunia ini belum sempat merasakan. Mudah-mudahan di alam lain ia merasakan ketenangan dan kebahagiaan baru, dekat dengan Tuhan," ucap Dika haru.