Sukses

Tak Tahan Bau Busuk, Warga Garut Bakar Pabrik Pakan Milik Korea

Ratusan warga Bojonglarang, Karangpawitan, Garut, Jawa Barat melakukan pembakaran terhadap pabrik pengolahan pakan ternak milik PT Dae Yool asal Korea Selatan.

Liputan6.com, Garut Ratusan warga Bojonglarang, Karangpawitan, Garut, Jawa Barat melakukan pembakaran terhadap pabrik pengolahan pakan ternak milik PT Dae Yool asal Korea Selatan, yang berada di wilayah itu, siang tadi. 

Heri Nandi, 39 tahun, salah satu warga Bojonglarang mengatakan, tindakan anarkis warga, merupakan bentuk akumulasi kekesalan mereka akibat bau busuk yang dihasilkan pabrik. Paska pabrik beroperasi 2012 lalu, mereka harus lela menghirup bau busuk yang dikeluarkan pabrik.

Berulang kali pihak pengelola sudah diingatkan pemda Garut termasuk masyarakat sekitar sejak pertama kali buka untuk ditutup, namun mereka berkukuh tetap beroperasi.

"Baunya menyengat seperti bau bangkai, sebab bahan dasar pakan ternak ini kan bulu aya dan tulang hewan," ujarnya dengan nada kesal, Jumat (11/5/2018).

Sebelum aksi anarkis bakar pabrik pakan dilakukan kata dia, warga telah beberapa kali menyampaikan keluhannya ke Pemkab Garut, namun perusahaan milik asing itu tetap membandel, hingga akhirnya warga kesal dan berujung pembakaran.

"Kami tidak enak makan tak enak tidur gara-gara bau menyengat ini," kata dia menambahkan.

Dengan adanya tindakan anarkis ini, warga ujar Heri berharap pemda Garut kembali turun tangan dan memaksa menghentikan operasional mereka secara paksa.

"Kalau tidak kami akan selesaikan dengan cara kami sendiri," ancam dia dengan kesal.

Tak ingin ketegangan meluas, petugas gabungan langsung diturunkan ke lokasi krjadian, tidak ada korban dalam kejadian itu, namun seorang pengusaha asal Korea diamankan memghindari hal yang tidak diinginkan. 

Kapolres Garut, AKBP Budi Satria Wiguna yang turun ke lokasi kejadian, mengakui adanya aksi anarkis warga itu, namun berkat kesigapan petugas yang diturunkan, kondisi langsung diperketat. "Saat ini dakam kondisi aman terkendali," ujarnya.

Budi menilai, aksi ini merupakan puncak kekesalan warga akibat polusi udara dihasilkan pabrik pengolahan pakan ternak ini. Ia mengakui, sejak 2017 lalu, pabrik PT Dae Yool ini telah ditutup pemda Garut, namun nyatanya mereka tetap beroperasi.

 

 

 

2 dari 3 halaman

Pemda Kecolongan Beroperasinya Pabrik

Beroperasinya pabrik pengolahan bahan baku pakan itu merupakan pukulan telak bagi pemda, mereka kecolongan, sebab selama ini pabrik tersebut sudah ditutup sejak tahun lalu.

"Bukannya sudah ditutup perusahaan itu?" ujarnya nampak kaget.

Lembaganya ujar Asep, diakui baru mengetahui pabrik PT. Dae Yool tersebut tetap beroperasi dari media massa. "Kalau membandel, aparat penegak hukum harus segera bertindak," pinta dia.

Plt Kasatpol PP Garut, Dede Rohmansah mengakui kesal dengan sikap membandelnya PT. Dae Yool. Menurutnya, selama ini lembagnya kerap berulang kali menutup pabrik Korea itu, namun mereka tetap nekat beroperasi. “Harus bagaimana lagi, padahal kami tutup, tapi mereka beroperasi lagi,” ungkap dia.

Ia mengakui, lembaganya kerap mendapatkan keluhan warga Bojonglarang akibat polusi itu, namun pihak perusahaan enggan menanggapi keluhan warga di sekitar kediaman mantan Bupati Garut Aceng HM Fikri tersebut. "Kalau terus melakukan pelanggaran, bangunannya akan kami ratakan," ancam dia.

3 dari 3 halaman

Pengelola Pabrik Membandel

Sebelumnya, sejak Juli tahun lalu, pabrik asal Korea itu telah disegel aparat gabungan dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), instansi daerah, TNI, dan kepolisian karena tidak memiliki izin operasional.

Kepala Bidang Penegakan Aturan Daerah Satpol PP Garut, Frederico saat itu mengatakan, sudah beberapa kali pabrik yang kerap menimbulkan bau menyengat itu ditutup.

Namun, bukannya taat, pengelola pabrik kerap membandel. “Sejak awal perusahaan ini kami tutup karena tidak memiliki legalitas perizinan, khususnya izin operasional, tapi tetap beroperasi," ujar dia.

Sejak beroperasi pada 2012, warga sekitar kerap melontarkan protes akibat bau menyengat yang berasal dari limbah bulu ayam yang diperoleh dari limbah rumah potong ayam itu.

"Sebelum penutupan kali ini, kami juga sudah peringatkan hingga tiga kali dengan memberikan surat teguran, karena membandel, ya akhirnya kami tutup," ujarnya.

Bahkan untuk menutup seluruh operasional pabrik dengan menyegel gerbang utama, lembaganya telah melakukan penyegelan tempat pengolahan limbah bulu ayam, termasuk menutup aliran listrik menuju ke pabrik. "Kami sudah koordinasikan dengan PLN agar listrik di pabrik ini dimatikan," sebut dia.

Sejak awal pendirian, pabrik pengolah limbah bulu ayam untuk bahan campuran pakan ternak itu sudah mendapatkan penolakan. Selain tak mendapatkan izin, pabrik ilegal di Garut itu tidak memiliki Analisis Dampak Lingkungan (Amdal).