Liputan6.com, Tegal - Ki Enthus Susmono, bupati petahana Kabupaten Tegal yang juga dalang nyentrik, tutup usia pada Senin malam, 14 Mei 2018, sekitar pukul 19.15 WIB di RSUD Soeselo Slawi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.
Setelah menjabat bupati saat periode pertamanya pada 2014-2018, saat ini suami dari Nur Laela itu mencalonkan diri kembali bersama wakilnya, Umi Azizah, dalam Pilkada Kabupaten Tegal.
Pasangan Enthus-Umi diusung Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan didukung empat partai lain, yakni Gerindra, PKS, PAN, dan Hanura. Dengan gabungan lima partai itu, artinya Enthus-Umi membawa gerbong partai yang memiliki jumlah 25 kursi di DPRD Kabupaten Tegal.
Advertisement
Baca Juga
Berdasarkan dokumen pencalonan di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tegal, ayah empat anak itu lahir di Tegal pada 21 Juni 1966. Maka itu, usianya kini nyaris 52 tahun.
Enthus menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Dampyak, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal, lalu melanjutkan ke SMP Negeri 1 Tegal. Pada kurun waktu 1983- 1986, dia duduk di bangku SMA Negeri 1 Tegal.
Enthus juga aktif mengikuti berbagai organisasi. Dia pernah menjadi Ketua Persatuan Pedalangan Indonesia, Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Tegal, dan Wakil Ketua Lembaga Seni Budaya Muslimin (Lesbumi) PBNU. Ki Enthus juga pernah aktif di lembaga bela diri Inkai dan Perisai Diri Kabupaten Tegal.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Keluarga Dalang
Wayang dalam hidup Ki Enthus sudah mendarah daging. Ia merupakan anak satu-satunya Soemarjadihardja, yang merupakan dalang wayang golek Tegal, dengan istri ketiga bernama Tarminah.
Dari garis keturunan ayah, kakek moyang Ki Enthus juga dikenal sebagai dalang ternama bernama RM Singadimedja yang sering dipercaya tampil pada masa pemerintahan Sunan Amangkurat di Mataram.
Gemblengan sang ayah dan konsistensinya mendalami wayang tecermin dalam karyanya yang dikenal kreatif, inovatif, serta eksplorasi yang tinggi. Tak heran bila murid dari dalang kondang Ki Manteb Sudarsono itu dinilai sebagai salah satu dalang terbaik yang dimiliki Indonesia.
Buktinya pada 2005, dia terpilih menjadi dalang terbaik se-Indonesia dalam Festival Wayang Indonesia yang diselanggarakan di Taman Budaya Jawa Timur. Kemudian pada 2008, Ki Enthus mewakili Indonesia dalam Festival Wayang Internasional di Denpasar, Bali.
Gaya sabetannya yang khas, kombinasi sabet wayang golek dan wayang kulit membuat pertunjukannya berbeda dengan dalang-dalang lainnya. Ki Enthus juga memiliki kemampuan dan kepekaan dalam menyusun komposisi musik, baik modern maupun tradisional.
Selain banyolan dan kecakapannya menampilkan cerita pewayangan, Ki Enthus juga mahir menghidupkan suasana menjadi lebih atraktif dan bersemangat. Kekuatannya mengintrepretasi dan mengadaptasi cerita serta kejelian membaca isu-isu terkini membuat gaya berceritanya menjadi hidup dan interaktif.
Didukung eksplorasi pengelolaan ruang artistik kelir menjadikannya lakon-lakon yang ia bawakan bak pertunjukan opera wayang yang komunikatif, spektakuler, aktual, dan menghibur.
Sebagai dalang, ia selalu membawakan dua karakter wayang golek yang melegenda, Lupid dan Slentenk. Di mana pun ia tampil, ia selalu membawa dua ikon itu untuk menyampaikan beragam pesan, termasuk berbagai program pemerintah, kepada masyarakat seperti kampanye anti-narkoba, anti-HIV/AIDS, HAM, pemanasan global hingga pemilu damai.
Advertisement
Aktif Dalang di Ponpes
Bagi Ki Enthus, mendalang bukan hanya media komunikasi isu-isu terkini, tapi juga sarana dakwah. Maka itu, ia aktif mendalang di beberapa pondok pesantren melalui media Wayang Wali Sanga.
Dikutip dari buku Ki Enthus Susmono, kemahiran dan kenakalannya mendesain wayang-wayang baru atau kontemporer seperti wayang George Bush, Saddam Hussein, Osama bin Laden, Gunungan Tsunami Aceh, Gunungan Harry Potter, Batman, wayang alien, wayang tokoh-tokoh politik, dan lain-lain membuat pertunjukannya selalu segar, penuh daya kejut, dan mampu menembus beragam segmen masyarakat.
Deretan kreasi wayang Ki Enthus terwujud dalam berbagai bentuk sajian wayang, seperti wayang planet (2001-2002), Wayang Wali (2004-2006), Wayang Prayungan (2000-2001), Wayang Rai Wong (2004-2006), dan Wayang Blong (2007). Museum Rekor Dunia Indonesia-pun (MURI) menganugerahi dirinya sebagai dalang terkreatif dengan kreasi jenis wayang terbanyak, yakni 1.491 wayang.
Tak hanya itu, beberapa wayang kreasinya telah dikoleksi oleh beberapa museum besar di dunia, antara lain Tropen Museum di Amsterdam Belanda, Museum of Internasional Folk Arts (MOIFA)New Mexico, dan Museum Wayang Walter Angts Jerman. Semuanya tak lain dimuarakan untuk meningkatkan apresiasi masyarakat luas terhadap wayang, penajaman pasar, dan membumikan kembali wayang kulit di Tanah Air.Â