Liputan6.com, Banyumas - Matahari benar-benar menyengat saat Mbah Cani (89), menunggu kedatangan seorang "priyayi ageng" atau orang besar yang ia kenal sebagai calon presiden, Prabowo Subianto. Hari itu, Ketua Umum Gerindra ini dijadwalkan berziarah ke makam leluhur yang masih dianggap keramat hingga sekarang.
Dengan setia, ia menunggu di pinggir jalan, berlindung di bawah batang ketela pohon yang tak begitu tinggi. Ia duduk sekitar 20-an meter samping gerbang Makam Utama Dawuhan, tempat jenazah leluhur Prabowo disemayamkan.
Cara menyebut Prabowo dengan istilah "priyayi ageng" adalah cara Mbah Cani menghormati leluhur Prabowo di tanah Banyumas, sebagai keturunan adipati, tumenggung, dan bisa dilacak hingga raja-raja Mataram Islam.
Advertisement
Baca Juga
Masa kecil warga Dawuhan, Banyumas, pada masa Kolonial Hindia Belanda, membuatnya menyadari, betapa kasta mereka berbeda. Leluhur Prabowo adalah orang-orang besar yang dimakamkan di desanya.
Dan ia, sejak masa kuda gigit besi, tak pernah sekali pun berani menginjak makam yang dianggapnya keramat, jika tak dipersilakan oleh sang juru kunci.
"Nggih kenal, piantunipun ingkang calon presiden. Kulo nuweni sengiyen, seniki koh badhe kepanggih malih, (Ya kenal. Orangnya yang calon presiden. Saya bertemu dulu, sekarang akan bertemu lagi)," Cani menuturkan kepada Liputan6.com, Senin, 14 Mei 2018.
Mbah Cani yakin, makam para pembesar di masa lalu itu wingit alias suci dan keramat. Ia hanya berani mendekat, kala diundang oleh "putu wayah" atau keturunan para pembesar itu.
Â
Simak video pilihan berikut ini:
Para Peziarah Makam Yudhanegara II dari Berbagai Daerah
Sisi keramat makam leluhur Prabowo Subianto di Dawuhan ini ternyata tak hanya dirasakan oleh Mbah Cani. Banyak orang menganggapnya demikian, tetapi dengan perspektif kekeramatan dan motif yang berbeda.
Jika Mbah Cani menganggap makam ini wingit lantaran keberadaan jenazah para "piantun ageng" atau besar, maka orang-orang yang kini datang dari berbagai daerah menganggapnya wingit lantaran memiliki keinginan tertentu, terutama pada jabatan dan kekuasaan.
Dengan berziarah ke makam penguasa pada masa lalu, mereka berharap agar hajatnya terkabul. Tamu atau peziarah datang dari berbagai daerah yang jauh.
Di antara mereka, ada yang ingin naik jabatan, mau mencalonkan jadi kepala desa hingga anggota DPR. Ada pula calon pegawai yang berziarah dengan harapan bisa lulus tes PNS.
"Kalau bupati ke atas, ziarahnya bukan ke sini, tapi ke sana, makam Joko Kaiman," ucap juru kunci Kompleks Makam Tumengung Yudanegara II, Hadi Waluyo (92).
Hadi menyebut, Prabowo Subianto juga memiliki silsilah dengan Joko Kaiman, sang Adipati Mrapat, yang membagi Banyumas menjadi empat kadipaten (kabupaten) yakni, Banyumas, Cilacap, Banjarnegara, dan Purbalingga.
Advertisement
Ziarah Turun Temurun di Bulan Sadran
Di kompleks makam ini, selain Tumenggung Yudhanegara II, bersemayam pula Tumenggung Dipayuda, Bupati Purbalingga pertama, Nyai Ajeng Kemasan, ibu Patih Sultan Yogyakarta I, dan Raden Ayu Tumenggung Kartanegara II.
Jenazah para pembesar masa lalu di kompleks makam tersebut, terhubung sebagai kerabat. Di antaranya R Ngabehi Dipajoeda I, Bupati Banjarnegara, hinggga RM Margono Djojohadikusumo (16 Mei 1894 - 25 Juli 1978) pendiri Bank Negara Indonesia, yang juga kakek Prabowo dari garis ayahandanya, Sumitro Djoyohadikusumo.
Hingga akhir 1970-an tak sembarang orang berani memasuki kompleks makam tersebut. Namun, perlahan rasa segan itu terkikis. Bertambah tahun, semakin banyak orang di luar garis keturunan Yudhanegara II yang berziarah.
Umumnya lantaran motif kekuasaan. Barangkali, peziarah ingin ketularan garis keturunan "priyayi ageng".
Sebaliknya, Prabowo Subianto justru disebut jarang berziarah. Seingat Hadi Waluyo, Prabowo baru empat atau lima kali berziarah ke makam leluhurnya itu.
Yang kerap berziarah adalah adik Prabowo, Hasyim Djoyohadikusumo. Hasyim disebut meneruskan tradisi bapaknya, Sang Begawan Ekonomi Indonesia, Soemitro Djoyohadikusumo, yang juga rutin berziarah ke makam ayah, sekaligus kakek dan nenek moyangnya.
Pertalian yang kuat antara Prabowo dengan leluhurnya di Banyumas pun sempat ada wacana kuat bahwa deklarasi pasangan Prabowo sebagai Calon Presiden (Capres) dan calon wakil presidennya bakal dilaksanakan di Banyumas, usai deklarasi pencapresan Prabowo oleh Gerindra di Hambalang.
Senin, 14 Mei 2018, Prabowo Subianto tiba di Banyumas. Namun, ia bukan hendak mendeklarasikan pencapresan dengan calon wapresnya. Didampingi sejumlah petinggi partai dan pengurus Gerindra, ia berziarah ke makam leluhurnya di Dawuhan.
"Saya kan keturunan Banyumas yah. Sudah adat kita, tradisi kita, apa, kita berziarah, kita Nyadran. Kita tengok leluhur kita, ke tempat pemakaman kita," Prabowo berujar.