Jember - Kabupaten Jember memiliki banyak bangunan masjid yang menarik dipelajari baik dari sisi arsitektur maupun historisnya. Kali ini, TIMES Indonesia (timesindonesia.co.id) mengulas salah satu bangunan masjid yang paling terkenal di kabupaten yang ada di Jawa Timur ini.
Berkunjung ke Jember, tak lengkap rasanya tanpa mengulas salah satu masjid tertua yang berada di Jember. Berlokasi di jantung kota, tepat di seberang Komplek Gedung Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Jember dan Alun-Alun Jember, berdiri sebuah masjid megah, namanya Masjid Jami’ Al Baitul Amien Jember.
Nama Al Baitul Amien sendiri seperti yang diungkapkan Muhammad Husein selaku ketua umum yayasan di kantornya beberapa waktu lalu, memiliki arti Rumah Allah yang Aman. "Bisa juga diartikan rumah yang dapat dipercaya," ujarnya.
Advertisement
Baca Juga
Husein menjelaskan, Masjid Jami' Al Baitul Amien Jember terdiri dari dua bangunan masjid yang dipisahkan jalan protokol Jember – Surabaya. Bangunan masjid lama dibangun sejak zaman kolonial Belanda dahulu di sebelah selatan jalan raya. Belum jelas siapa yang membangun masjid ini dan kapan mulai dibangun.
Namun, diketahui bahwa masjid ini pernah mengalami renovasi pada 1939 silam. Bangunan masjid yang baru dibangun dan diresmikan pada tanggal 3 Mei 1976 oleh Menteri Agama RI, Prof. KH. Mukti Ali.
"Bangunan yang baru ini terletak di atas tanah wakaf seluas 9.600 meter persegi, meliputi 7 buah kopel atau kubah dalam bentuk bundar," terangnya.
Â
Baca juga berita menarik lainnya di Timesindonesia.co.id.
Â
Filosofi Kubah Masjid Berbentuk Bola
Gagasan awal pembangunan (atau lebih pas disebut perluasan) Masjid Jami' Al Baitul Amien Jember yang baru ini dilontarkan oleh Letkol H Abdul Hadi pada sekitar tahun 1970-an, karena perkembangan kota Jember saat itu yang semakin ramai.
Namun, pada awalnya, gagasan tersebut mendapat banyak pertentangan untuk mendirikan masjid baru, karena dikhawatirkan akan menghilangkan jariyah para pendahulu yang telah membangun masjid jami’ lama.
Namun demikian, KH Ahmad Shidiq, salah seorang ulama terpandang kala itu, tampil memberikan rasionalisasi dan memberikan persetujuan untuk membangun masjid baru di seberang jalan, dengan catatan tidak membongkar masjid lama dan dibuatkan jembatan sebagai penghubung antara bangunan masjid baru dengan bangunan masjid lama.
Yang menarik perhatian lainnya adalah, bahwa dalam sejarah pembangunan masjid ini pun sangat melibatkan peran serta masyarakat. Hal itu terbukti dari salah satu sumber dana pembangunan masjid yang berasal dari pengumpulan sumbangan padi atau gabah sebagai bagian dari zakat hasil bumi sebanyak 2 kuintal gabah untuk tiap hektare.
Selain itu, dalam desain bangunan masjid itu sendiri merupakan hasil jejak pendapat yang dilakukan masyarakat dari 13 desain yang diajukan. Akhirnya, pilihan desain jatuh pada karya Yaying K. Keser A.I.A, seorang arsitek tamatan California, Amerika Serikat (AS).
Dipilihnya bentuk bulat (segmen bola) yang menggambarkan meluasnya kebutuhan seluruh umat manusia tanpa dibatasi dengan sudut-sudut tertentu yang akhirnya diaplikasikan pada bentuk kubah masjid.
Kemudian jumlah kubah, yakni sebanyak tujuh kubah ternyata menyimpan filosofinya sendiri. Angka tujuh merupakan simbol dari kemantapan.
"Demikian pula angka 17 yang diwujudkan dalam jumlah tiang penyangga lantai dua di kubah utama rupanya sebagai pengingat untuk umat Islam pada tanggal kemerdekaan Indonesia, serta jumlah rakaat solat wajib yakni 17," tutur Husein.
Â
Advertisement
Keunikan Mihrab
Keunikan lainnya terlihat dari mihrab dan mimbarnya. Bangunan mihrab akan terkait dengan mimbar, terdiri dari tiga buah lengkungan yang melukiskan trilogi risalah Islam, yaitu iman, Islam, dan ihsan.
Selain itu, dalam lengkungan mihrab, Al Mukarom KH Achmad Shiddiq menfatwakan agar dituliskan ayat Alquran Surat Thaha ayat 14, sedangkan pada mihrab kanan dan kirinya terpampang lafaz Allah dan Muhammad, serta sekeliling kubah dituliskan surat An Nur dimaksudkan agar sebagai petunjuk bagi jamaah masjid itu.
Sementara itu, pada bagian lantai sembayang utama ditutup dengan marmer Carara yang didatangkan khusus dari Italia. Selain itu, pada trap lingkar di halaman digunakan batu bata berongga dari keramik sehingga tampak kokoh.
Setiap hari Masjid Jami' Al Baitul Amien Jember tidak pernah sepi dari masyarakat yang menuaikan sholat wajib maupun sunah atau amalan lainnya. Terlebih lagi saat bulan Ramadan saat ini.
Simak video pilihan berikut ini: