Liputan6.com, Yogyakarta - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY justru fokus kepada penanganan psikologis warga lereng Merapi pasca-kenaikan status gunung berapi dari normal menjadi waspada. Reaksi warga ketika erupsi freatik kembali terjadi pada Selasa, 22 Mei 2018, pukul 01.47 WIB menjadi pertimbangan utama.
"Kami sekarang merasa titik penting yang harus ditangani adalah psikologis warga karena mereka masih terbawa memori masa lalu, yakni erupsi 2010," ujar Biworo Yuswantana, Kepala Pelaksana BPBD DIY, seusai rapat koordinasi pasca-kenaikan status Merapi di Pusdalops BPBD DIY.Â
Menurutnya, letusan Merapi kali ini masih tergolong freatik, akan tetapi warga sudah memaknai seolah-olah letusan magmatik seperti 2010.
Advertisement
Baca Juga
Meskipun demikian, Biworo memaklumi bila warga merasa khawatir, terlebih kejadian malam hari. Untuk memastikan keamanan, mereka memilih turun dan mengungsi ke lokasi yang lebih aman.Â
Ia menegaskan tugas dari BPBD DIY dan komponen terkait sekarang adalah memastikan kepada warga bahwa aktivitas sehari-hari bisa berjalan normal. Mereka hanya diminta untuk waspada.Â
"Wisata di Kaliurang atau jip Merapi juga bisa tetap beroperasi asalkan tidak mendekati radius tiga kilometer dari puncak," ucapnya.Â
BPBD DIY juga sudah menyiapkan sejumlah logistik untuk mencukupi kebutuhan pengungsi Merapi, seperti masker dan selimut.Â
"Masker perlu karena dampak langsung dari letusan freatik adalah abu," kata Biworo.Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Â
Â
19 Barak Pengungsian Siap Diaktifkan
Manajer Pusdalops BPBD DIY Danang Samsurizal menjelaskan titik pengungsian yang digunakan oleh warga lereng Merapi semalam merupakan pengungsian mandiri.Â
Rencana penanganan kebencanaan Merapi sudah memiliki 19 barak pengungsian yang tersebar di berbagai kawasan sekitar Merapi jika sewaktu-waktu terjadi erupsi seperti 2010. Ia memastikan daya tampung barak cukup untuk mengakomodasi warga lereng Merapi yang jumlahnya mencapai puluhan ribu jiwa.Â
"Jadi warga tidak perlu mengungsi ke Stadion Maguwoharjo," ucapnya.Â
Barak tersebut tersebar di tiga kecamatan, yakni Cangkringan, Pakem, dan Ngemplak. Tiga kecamatan itu memang bersebelahan dengan lokasi Gunung Merapi.Â
Pendirian barak dilakukan setelah erupsi Merapi 2010. Tujuannya supaya pengungsi lebih terkoordinasi dan tidak terpencar-pencar.
"Sudah ada rangkaiannya, warga desa mana mengungsi ke barak apa," tutur Danang. Ia mencontohkan, barak Hargobinangun untuk menampung pengungsi dari Kaliurang Timur.Â
Â
Advertisement