Sukses

Banjir Bandang, Sawah Siap Panen di Konawe Utara Jadi Danau

Banjir bandang menerjang dua desa di Konawe Utara saat warga hendak berbuka puasa.

Liputan6.com, Konawe Utara - Banjir bandang menerjang dua desa di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, Senin, 21 Mei 2018. Hingga Selasa, 22 Mei 2018, debit air belum juga turun dengan ketinggian banjir mencapai 2 meter lebih di Desa Langgikima dan Polaaro.

"Debit air belum mengalami penurunan yang signifikan, sudah dua hari," ujar Humas Kantor SAR Kendari, Wahyudi, Selasa, 22 Mei 2018.

Kerugian materiel diprediksi mencapai miliaran rupiah. Tercatat, tujuh rumah hanyut dan bergeser sejauh beberapa puluh meter dari posisinya. Sebanyak 80 rumah lainnya terendam hingga 2,5 meter, sisanya sekitar 20 unit rumah terendam setinggi 1 meter.

"Anggota SAR masih standby, warga masih mengungsi," ujar Wahyudi.

Di luar itu, ratusan petani di dua desa tersebut dipastikan merugi setelah ratusan hektare sawah siap panen terendam banjir bandang. Padahal, hanya tinggal sebulan lagi padi siap dilempar ke pasaran.

"Makanya, untuk desa-desa lainnya yang belum melakukan panen, kami minta supaya panen," ujar Bupati Konawe Utara, Ruksamin.

Tidak hanya itu, banjir bandang juga merendam ribuan hektare lahan sawit. Diperkirakan, ada sebanyak 3.000 hektare sawit yang terendam air hingga setinggi 2 meter.

Pantauan di lokasi, jalan Trans Sulawesi yang menghubungkan Kabupaten Konawe Utara dan Sulawesi Tengah, putus dan tak dapat dilalui. Jalan direndam banjir setinggi 2-3 meter sepanjang 200 meter.

Puluhan kendaraan roda dua dan roda empat terjebak di lokasi jalan. Hingga saat ini, puluhan kendaraan yang hendak menuju Sulteng masih terjebak di lokasi banjir.

Kepala BPBD Sulawesi Tenggara, Boy Ikhwansyah tidak mengangkat telepon saat berusaha dihubungi via telepon seluler. Maka itu, data jumlah korban jiwa dan kerugian harta benda belum bisa diketahui.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

 

2 dari 2 halaman

Dugaan Walhi

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tenggara menyebut, banjir di Konawe Utara merupakan dampak dari ratusan izin pertambangan dan puluhan perkebunan kelapa sawit di wilayah itu. Dua aktivitas merugikan itu dinilai merusak ekologi dan mengancam warga Konawe Utara.

Pihak Walhi mengatakan, sebelum tambang masuk, tidak ada bencana banjir di Konawe Utara. Sejak tambang nikel dan perkebunan sawit membersihkan ekosistem asli di wilayah itu, banjir mulai mengancam.

Ketua Walhi Sultra, Kisran Makati membeberkan ada 19 perkebunan sawit dengan luas ribuan hektar di Konawe Utara pada 2014. Jumlah ini, dipastikan bertambah pada 2018.

"Kalau untuk tambang, lebih banyak lagi. Sejak 2014 ada sebanyak 136 perusahaan di wilayah Konawe Utara," ujar Kisran.

Kisran menjelaskan, bila Bupati tak mau masyarakat mengalami kerugian yang lebih banyak lagi, seharusnya tambang dan sawit dihentikan. Dia melanjutkan, jika kebijakan hanya merugikan warga untuk apa dilanjutkan.