Sragen - Tanpa ragu-ragu seorang bocah menunjukkan sesuatu saat ditanya Amir (40) warga Dukuh Karang, Desa Karanganyar, Plupuh, Sragen. Bocah itu berjalan menuju tepi Bengawan Solo sekitar 20 meter dari rumahnya.
Amir pun meninggalkan mobilna di pinggir jalan buntu di Dukuh Jarak RT 017, Desa Karanganyar, Plupuh, Sragen, dan mengikuti langkah bocah laki-laki itu. "Itu perahunya, Pak," ujar bocah itu seraya menunjuk sebuah perahu yang bercampur dengan tumpukan sampah dan tanah di pinggir Bengawan Solo.
Amir pun memeriksa perahu berbahan baja tebal itu. Perahu itu panjangnya lebih dari 7 meter dan lebarnya hampir dua meter. Ujung depannya lancip tetapi pangkalnya melebar dan di bagian tengahnya juga lebar. Ketinggian perahu itu hampir 1 meter.
Advertisement
Baca Juga
Sekrup-sekrup perahu dalam ukuran besar terlihat ada yang lepas tetapi juga ada yang mengunci kuat. Perahu itu tak terurus. Bagian tengah perahu tertimbun tanah dan ditumbuhi beberapa tanaman perdu.
"Tidak ada angka tahunnya ya," kata Amir saat memeriksa perahu bersama teman-temannya dan beberapa anggota keluarganya.
Amir sengaja datang khusus untuk melihat perahu yang konon kabarnya merupakan peninggalan zaman kolonial Belanda. Kendati rumahnya dekat, Amir baru kali pertama itu melihat perahu tersebut.
Perahu itu terletak di kebun milik keluarga Suprapti (56) yang tinggal di rumah model lawas berjarak 10 meter dari bibir Bengawan Solo.
"Perahu itu diyakini masyarakat sebagai perahu peninggalan VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie). Sekitar 21 tahun lalu, perahu itu ditemukan warga pencari pasir di dasar Bengawan Solo. Awalnya hanya terlihat ujungnya. Kemudian pasirnya ditambang warga hingga akhirnya seluruh tubuh perahu terlihat," ujar Suprapti saat berbincang dengan Solopos.com, akhir pekan lalu.
Â
Baca berita menarik lainnya dari Solopos.com di sini.
Â
Rentetan Penemuan, Ada Kaitannya?
Setelah terlihat penuh, warga setempat mengevakuasi perahu itu ke daratan. Suprapti ingat saat evakuasi perahu dilakukan ia sedang hamil. Kini, anak yang ada dalam kandungannya itu sudah berumur 21 tahun.
"Dulu evakuasinya dengan cara diderek menggunakan mobil derek. Saat itu sempat ditemukan beberapa kayu berukuran besar. Kayu-kayu itu kemudian dibawa ke kompleks masjid dan Makam Butuh untuk perbaikan masjid. Perahu itu dulu masih bisa digunakan. Beberapa warga masih mencoba menaiki perahu itu," tuturnya.
Ia ingat banyak warga yang berkunjung melihat perahu itu. Suprapti pun sempat menjual es di pinggir jalan buntu itu. Suprapti menyayangkan karena perahu itu kini rusak dan tidak bisa dipakai lagi.
Beberapa waktu lalu perahu itu pernah dipindah ke sisi barat yang berjarak sekitar 100 meter. Kemudian oleh penduduk setempat dikembalikan lagi ke lokasi sekarang.
"Katanya orang yang memindahkan itu diprimpeni atau bagaimana. Katanya perahu itu tidak mau dipindah. Kalau saya selama ini juga tidak ada apa-apa meskipun perahu itu ada di kebun depan rumah saya," katanya.
Pada 2012 sempat ditemukan bangkai kapal di dasar Bengawan Solo di wilayah Bojonegoro, Jawa Timur. Kemudian pada 2016, juga ditemukan jangkar dan rantai kapal di dasar Bengawan Solo wilayah Bojonegoro. Temuan-temuan tersebut diduga ada korelasinya dengan temuan perahu di Plupuh, Sragen.
Kasi Cagar Budaya dan Permuseuman Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sragen, Andjarwati Sri Sayekti, sudah mendengar adanya perahu yang diduga peninggalan VOC di Plupuh. Namun, ia belum pernah meneliti perahu tersebut secara mendetail.
"Dalam waktu dekat, saya akan menyurvei perahu itu. Sekarang saya masih mendampingi para mahasiswa yang meneliti fosil di wilayah Sangiran dan kunjungan ke sejumlah situs sejarah di Jogja dan Salatiga. Setelah ini, saya akan melihat perahu itu," ujarnya.
Â
Simak video pilihan berikut ini:
Â
Advertisement