Sukses

Ditinggal Orangtua, Begini Nasib 7 Anak Pelaku Bom Surabaya

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyebut nyawa anak-anak pelaku Bom Surabaya kini sedang terancam.

Surabaya - Teror bom Surabaya masih menyisakan sejumlah pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah. Salah satunya, memberikan masa depan yang baik bagi anak-anak pelaku bom Surabaya yang selamat ketika ledakan bom menewaskan orangtuanya serta sejumlah korban.

Untuk menjamin masa depan anak-anak itu, serta memutus rantai radikalisme, Polda Jatim menyerahkan tujuh anak pelaku bom kepada Kementerian Sosial (Kemensos), Selasa, 12 Juni 2018.

Informasi yang dihimpun Suarasurabaya.net, tujuh anak itu di antaranya satu anak dari pelaku bom di Polrestabes Surabaya, tiga anak dari pemilik bom di Wonocolo, dan tiga anak dari keluarga Teguh alias Dedi Sulistianto pelaku bom yang ditembak mati Densus 88 di Manukan Wetan, Surabaya.

Kapolda Jatim, Irjen Pol Machfud Arifin mengatakan penyerahan ketujuh anak itu dilakukan karena mereka telah selesai menjalani perawatan medis. Selanjutnya, mereka akan mengikuti perawatan dan pendampingan psikologis, untuk memperbaiki pemahaman keagamaannya. Dalam hal ini, pihaknya telah menyerahkan sepenuhnya ke Kemensos.

"Sudah perawatan medisnya. Psikologis juga sebelumnya sudah pernah berkoordinasi dengan berbagai pihak. Perawatan selanjutnya akan diserahkan ke Kemensos. Paling penting pemahaman keagamaan yang perlu diperbaiki," kata Machfud, Selasa, 12 Juni 2018.

Machfud menambahkan bahwa kondisi anak-anak pelaku bom Surabaya saat ini secara keseluruhan sudah membaik dan mulai ceria. Namun, pihaknya mengakui ada beberapa pemahaman yang perlu diperbaiki dan butuh bantuan ahli agama.

Selain memberikan pendampingan, kata Machfud, pihak Kemensos juga menyediakan sekolah untuk anak-anak tersebut nantinya. Terkait kepada siapa nanti yang berhak mengasuh anak-anak tersebut, Machfud mengatakan keputusan ada di tangan pihak Kemensos.

"Semuanya dalam aspek medis sudah oke, sudah mulai ceria. Ada beberapa pemahaman yang perlu diluruskan. Kemensos nanti juga akan memfasilitasi sekolah juga, kalau mereka mau. Pokoknya sudah komplit. Nanti dipilihkan yang terbaik tempatnya oleh Kemensos, sekaligus yang menentukan anak-anak ini nanti setelah menjalani pendampingan akan diberikan kepada siapa," jelasnya.

Sementara itu, Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kemensos, Nahar mengatakan siap menerima anak-anak pelaku bom Surabaya untuk menjalani proses rehabilitasi sosial. Namun, dirinya enggan menyebutkan di mana anak-anak tersebut akan ditempatkan.

Dia hanya mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyiapkan tempat khusus untuk anak-anak, yang ada di beberapa kota besar, seperti Jakarta, Surabaya dan Malang. "Prinsipnya, tempat nanti akan menyesuaikan kenyamanan anak-anak," tambahnya.

Nahar mengatakan bahwa dirinya tidak bisa memastikan seberapa lama waktu yang dibutuhkan anak-anak untuk menjalani rehabilitasi. Karena menurutnya, masing-masing anak memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda.

 

Baca berita menarik lainnya dari Suarasurabaya.net di sini.

2 dari 2 halaman

Hadiah Wali Kota Risma untuk Anak-Anak Pelaku Bom

Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya mengunjungi tujuh anak pelaku bom di Ruang Crisis Center Anggrek 20 Rumah Sakit Bhayangkara, Surabaya, Selasa (12/6/2018). Saat ditemui, Risma mengaku telah berkomunikasi dengan anak-anak dan melihat kondisi mereka kian membaik.

Risma menceritakan pengalamannya saat menemui anak-anak pelaku bom. Mereka mulai terbuka dan bercerita banyak kepada Risma, seperti tentang prestasi yang mereka raih selama di sekolah.

Bahkan, salah satu di antara mereka seperti AIS (8), anak pelaku bom di Polrestabes Surabaya, sempat mengaku kepada Risma bahwa dirinya sangat ingin bertemu dengannya sejak dulu.

Di tengah keasyikan mereka bercerita, Risma memberikan beberapa hadiah untuk anak-anak, seperti mainan bola dan buku. Seketika, kata Risma, anak-anak semakin ceria.

"Sudah mulai membaik, meskipun masih ada beberapa yang masih susah diajak ngomong. Tapi sedikit kok. Banyak tadi yang cerita ke saya, ya macam-macam. Tadi ada anak yang cerita kalau dia juara pencak silat di Jatim. Terus saya juga kasih mainan. Kalau AIS tadi tak kasih buku, sudah ceria dia," cerita Risma saat ditemui di Polda Jatim, kemarin.

"Meskipun dia tangan kanannya patah. AIS sudah lama pengen ketemu aku, dia minta ketemu aku. Dia bilang seneng punya temen banyak. Dia pengen main-main sama temen yang lain," Risma menambahkan.

Mengenai perdebatan yang terjadi pada anak-anak khususnya yang tidak mau menerima ajaran atau arahan sesuai norma yang berlaku, Risma mengaku telah meminta bantuan kepada psikolog yang juga ahli di bidang agama. Hasilnya, anak-anak mulai bisa menerima dengan metode pembelajaran menggunakan dalil-dalil yang mengajarkan kebaikan.

"Saya carikan dari UINSA, psikolog yang juga mengerti dalil-dalil. Misalnya diajari senyum, terus berbuat baik hati, mengucapkan terima kasih itu diajari pakai dalilnya apa, dan Alhamdulillah anak-anak itu lebih bisa menerima," kata dia.

Dalam hal ini, Risma mengaku tidak akan mengadopsi anak-anak tersebut. Dia telah menyerahkan sepenuhnya kepada Kementerian Sosial dan pihak terkait mulai dari pendampingan, pendidikan, hingga keamanan. Pihak Pemkot Surabaya hanya akan memantau perkembangan mereka.

"Kita tidak mengadopsi, karena agak sulit pengamanannya, saya juga tidak berani. Kita rahasiakan tempatnya, karena anak-anak ini, kita dengar sedang dicari dan akan dibunuh. Jadi kita serahkan ke Kemensos. Nanti dari kita hanya lihat perkembangannya saja bagaimana," kata dia.

Risma berharap ke depan anak-anak itu bisa tumbuh normal, seperti anak-anak lainnya. Hal itu juga sesuai dengan harapan ketujuh anak pelaku bom, yang menginginkan bermain dan bersekolah seperti teman-temannya.

"Iya, mereka tadi menyampaikan kalau banyak teman dan banyak saudara itu senang. Mereka ingin bisa bermain dan belajar bersama. Mereka juga bilang kepengen sekolah," Risman menandaskan.

 

Simak video pilihan berikut ini: