Liputan6.com, Ponorogo - Menuju kampung halaman tidak lengkap rasanya jika tidak membawa oleh-oleh. Nah, makanan satu ini bisa jadi oleh-oleh yang wajib dibeli jika melintasi Ponorogo. Adalah jenang, makanan tradisional yang terbuat dari beras dan ketan serta memiliki cita rasa manis ini jadi jajanan khas Bumi Reog.
Salah satu penjual jenang legendaris adalah Teguh Raharjo. Berada di Jalan Wibisono, Ponorogo, pembeli bisa memilih sendiri jenis jenang yang disukai, mulai dari rasa original hingga bermacam-macam buah.
Pemiliknya Sri Harijati yang merupakan istri dari Teguh Raharjo. Ia mengatakan produk original jenang terbuat dari ketan dan beras. Ada pula jenis baru, yakni jenang kentang, waluh (labu kuning), mangga, nanas, sirsak, pisang, cokelat kurma, dan krasikan.
Advertisement
Satu pak jenang kemasan 3 ons dijual dengan harga Rp 17.500. Selain membuat jenang, Sri Harijati juga membuat wajik, olahan makanan tradisional yang berasal dari ketan dan memiliki cita rasa manis.
"Kalau wajik harganya Rp 30 ribu dengan berat 3 ons juga, lebih mahal karena pengerjaannya lebih lama dan rumit," tutur Sri saat ditemui di kediamannya, Selasa, 12 Juni 2018.
Baca Juga
Sejak awal Ramadan lalu, Sri mengaku bisa menjual 5.000 pak jenang dan wajik dalam satu hari. "Kalau hari biasa biasanya 500-1000 pak sehari, ini berkah Ramadan, jenang laris manis," kata dia.
Sri setidaknya mampu meraup omzet Rp 525 juta selama Ramadan. "Biasanya puncaknya saat arus mudik dan balik, karena banyak warga luar kota datang ke sini untuk beli oleh-oleh," jelas dia.
Paling banyak diminati, kata Sri, adalah jenang rasa cokelat kurma, nanas, dan mangga. "Biasanya yang rasa buah selalu diminati, tapi yang lain juga ada peminatnya," imbuh dia.
Sri menambahkan, produk buatannya mampu bertahan hingga enam bulan lamanya. Meski tanpa diberi pengawet, jenang dan wajik buatannya memang mampu tahan lama. "Kalau proses memasaknya benar dan matang bisa tahan lama," ujar dia.
Awal Mula Usaha
Sri menjelaskan merek Teguh Raharjo diambil dari nama sang suami, karena saat itu suaminya memiliki usaha toko kelontong di pasar. Mereka baru memberanikan membuka usaha jenang sekitar 1982.
"Waktu itu baru memproduksi 3 - 5 kilogram beras dan ketan. Saya mempekerjakan dua orang untuk membuat tepung dan memarut kelapa," papar dia.
Rintisan usahanya terus menggeliat. Dua tahun sejak berdiri, yakni pada 1984, jumlah tenaga kerjanya bertambah dua orang. Dua tahun berikutnya, usaha Jenang Teguh Raharjo mulai mendapat perhatian pemerintah.
"Pada 1986, saya mendapatkan pembinaan dan bantuan modal dari pemerintah. Waktu itu dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Bagian Perekonomian Pemerintah Kabupaten Ponorogo," tutur dia.
Tidak hanya sampai di situ. Sekitar 1990, pemerintah mengajaknya studi banding ke Kudus dan Klaten di Jawa Tengah serta Garut di Jawa Barat dalam rangka menimba ilmu.
"Dari sanalah saya mulai mengenal aneka macam jenang atau dodol yang bukan hanya terbuat dari beras dan ketan. Ada dodol kentang, nanas, mangga, pisang dan banyak lagi," kata dia.
Saat ini, Sri memiliki sekitar 40 pekerja beraktivitas. Sebagian besar perempuan. Ada dua orang laki-laki mengupas kelapa dan seorang laki-laki mencatat produk.
Sebagian besar pekerja bertugas mengemas jenang. Beberapa orang berada di dapur dan belakang dapur. Ada yang melakukan proses produksi dan sebagian lagi memeras kelapa untuk membuat santan.
Menariknya, jika dulu proses pengadukan jenang dengan menggunakan tenaga manusia, kini Sri berinovasi dengan membuat mixer yang terpasang di atas penggorengan jenang.
"Selain lebih mudah, pun juga lebih praktis jika menggunakan mixer," kata dia.
Meski usahanya sudah berjalan lancar, Sri berharap bisa mendapatkan lebih perhatian dari pemerintah. "Kami ingin bisa lebih mengembangkan usaha kami supaya bisa lebih dikenal. Kalau bisa sampai ekspor ke luar negeri," harapnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement