Liputan6.com, Palangka Raya - Pihak berwenang masih mengusut kasus pembantaian orangutan (Pongo pygmaeus) di perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Seruyan, Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng).
Sebelumnya Baen, orangutan jantan hasil translokasi Orangutan Foundation International (OFI) empat tahun lalu (24 September 2014), ditemukan tewas mengenaskan. Jasad orangutan itu terendam di air dengan sejumlah luka sayatan dan tujuh peluru bersarang di tubuhnya.
Field Director OFI, Fajar Dewanto membeberkan kronologi penemuan jasad orangutan berumur 20 tahun tersebut. Awalnya, Minggu, 1 Juli 2018, ia mendapatkan laporan dari Dody Kurniawan, petugas Resor Telaga Pulang, STPN I Balai Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP).
Advertisement
Baca Juga
Dody sebelumnya menerima informasi dari karyawan perkebunan kelapa sawit PT Wana Sawit Subur Lestari (WSSL) II mengenai adanya temuan bangkai orangutan yang mengambang dan membusuk di kanal air. Lokasi tepatnya di Blok Q45 Elang Estate, Kebun 5 Afdeling 19 PT WSSL di Desa Tanjung Hanau, Kecamatan Hanau, Kabupaten Seruyan.
"Setelah mendapatkan laporan itu kami langsung mengirimkan tim dari Pangkalan Bun untuk melakukan pengecekan," ucap Fajar saat dihubungi, Rabu, 4 Juli 2018.
Setelah dipastikan kebenarannya, OFI melaporkan penemuan jasad orangutan tersebut kepada Agung Widodo, Kepala SKW II Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng. Agung kemudian menurunkan tim bersama kepolisian setempat.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Ada 7 Peluru dan Luka Sayatan Pisau
Berdasarkan hasil identifikasi, ada tujuh peluru bersarang di tubuh orangutan yang malang tersebut. Rincinya, menurut Fajar, dua peluru di pinggang kiri, satu peluru di jari tengah kaki kiri, dua peluru di kepala, dan dua peluru di lengan kanan.
Selain peluru, kematian orangutan juga akibat benda tajam. Misalnya, jempol tangan hilang, luka sayat di sejumlah badan. "Termasuk kaki dan adanya bekas ikatan di pergelangan kaki," ungkapnya.
Saat ditemukan, bangkai orangutan itu berada di areal land clearing baru yang tengah digarap dengan menggunakan dua ekskavator.
Untuk penanganan lebih lanjut, saat ini tim dari Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLKH) sedang menyelidiki penyebab kematian orangutan itu.
Adapun Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng Adib Gunawan menjelaskan, saat ini BKSDA berkoordinasi dengan aparat kepolisian setempat, yakni Polres Seruyan untuk memastikan penyebab kematian orangutan itu.
Nekropsi (autopsi bangkai hewan) pun sudah dilakukan. "Kita nanti tunggu hasilnya dari kepolisian," ujarnya.
"Penyebab kematian Baen ini kemungkinan akibat tindak kekerasan yang dilakukan sekitar dua minggu lalu," imbuhnya.
Menurut Adib, kasus pembantaian orangutan ini sudah serig terjadi. BKSDA Kalteng pun terus menggelar sosialisasi, baik kepada perusahaan ataupun masyarakat.
"Kita tetap melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak melakukan pembunuhan kepada primata yang dilindungi undang-undang ini," ujarnya.
Kasus serupa pernah terjadi di awal tahun, tepatnya 15 Januari 2018. Ketika itu, dua warga Kecamatan Dusun Utara, Kabupaten Barito Selatan, Kalteng, dengan sadis menghabisi nyawa orangutan dengan 16 peluru senapan angin dan membacoknya.
Tubuh primata yang dilindungi itu kemudian ditemukan mengapung di Sungai Barito, Kabupaten Barito Selatan.
Advertisement