Liputan6.com, Karangasem - Perasaan gundah tampak terlihat dari raut wajah warga Dusun Kesimpar, Desa Besakih, Kabupaten Karangasem, Bali. Kediaman mereka berada dalam radius 4 kilometer dari puncak Gunung Agung.
Imbauan Menteri ESDM Ignasius Jonan agar para pengungsi Gunung Agung kembali agaknya belum bisa direalisasikan oleh ratusan warga Dusun Kesimpar. Sebab, mereka lebih memilih tetap bertahan di pengungsian UPTD Pertanian, Kecamatan Rendang, dengan membangun hunian sementara di halaman setempat.
Menurut Wayan Mukun, warga Dusun Kesimpar, Desa Besakih, Karangasem, Bali, kalaupun pemerintah mengimbau kepada warga yang di luar radius 4 kilometer agar kembali ke rumah masing-masing, mereka sekeluarga yang berada pada radius 4 kilometer lebih memilih tetap mengungsi.
Advertisement
Baca Juga
"Karena saya khawatir tidak bisa menyelamatkan diri jika erupsi susulan," ucap dia, dikutip dari Antara, Minggu (8/7/2018).
Keinginan warga tetap bertahan di pengungsian bukanlah tanpa alasan. Mereka melihat kondisi jalan permukiman di dusunnya yang mengalami rusak parah dan merupakan jalur satu-satunya kendaraan bermotor untuk bisa menuju lokasi evakuasi yang lebih aman. Jika terjadi sesuatu akan sulit menyelamatkan diri.
Total pengungsi akibat erupsi Gunung Agung asal Dusun Kesimpar berjumlah 205 orang yang memilih tetap bertahan. Bahkan, mereka membuat hunian sementara (huntara) dari bambu yang dilakukan secara swadaya dan dengan dana pribadi pula.
"Warga belum berencana pulang sebelum kondisi gunung betul-betul normal dan aman untuk warga bisa kembali ke rumah. Saya mengetahui imbauan dari Bapak Menteri ini. Akan tetapi, warga tetap menunggu kondisi gunung normal," ujarnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Jalur Rawan Bencana
Alasan serupa diakui Nengah Merta, warga lain Dusun Kesimpar yang juga memilih tetap bertahan di pengungsian bersama seluruh anggota keluarganya. Hal ini mengingat kediamannya merupakan jalur rawan bencana yang juga menjadi lokasi jalur material dari sang Gunung Dewa itu.
Jalan dari dusunnya menuju Tuak Tabia untuk bisa ke Desa Rendang (posko utama) merupakan satu-satunya jalan utama yang dilalui warga Dusun Kesimpar agar bisa menyelamatkan diri dari bahaya erupsi Gunung Agung jika terjadi kembali.
Rumah Merta yang berada di bawah kaki Gunung Agung menjadi alasan baginya untuk memilih tetap bertahan di pengungsian. Namun, pihaknya telah memiliki rencana alternatif apabila para pengungsi tidak diperbolehkan tinggal di posko UPTD Pertanian, dia mencari lokasi lain untuk mengungsi agar keluarganya tetap aman.
"Saya memilih tetap bertahan di pengungsian karena pada malam hari di dusun ini terdengar suara gemuruh Gunung Agung sangat keras. Misalnya, para pengungsi di sini tidak diberi bantuan logistik, saya dan pengungsi lainnya akan beli sendiri. Yang terpenting, pengungsi aman di sini," tuturnya, diwartakan Antara.
Hal itu dibenarkan Kadek Dana warga asal Dusun Kesimpar yang rumahnya berada di luar radius 4 kilometer dari puncak Gunung Agung. Namun, dia juga memilih mengungsi bersama sanak keluarganya karena khawatir dengan aktivitas Gunung Agung yang tidak menentu saat ini.
"Warga membangun hunian sementara secara swadaya dan gotong royong. Perasaan waswas dengan kondisi aktivitas Gunung Agung yang terus mengalami erupsi menjadi tekad kami tetap bertahan," imbuhnya.
Alasan para pengungsi membuat hunian sementara karena hawa dingin pada malam hari sangat terasa menusuk badan mereka jika tidur di Wantilan UPTD Pertanian, Desa Rendang yang telah disediakan. Alhasil, mereka memilih untuk membangun hunian sementara.
Keinginan warga pengungsi itu disambut baik oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Karangasem, I Wayan Supandi.
"Pemerintah tidak melarang pengungsi membangun hunian sementara di tempat itu. Tapi, diharapkan tidak merusak tanaman cabai dan gumiti yang ditanam petugas setempat," katanya.
Namun, apabila aktivitas Gunung Agung makin tidak menentu, Dinas Pertanian juga tidak akan melarang banyaknya pengungsi datang ke tempat itu. Dinas Pertanian juga tidak akan "menutup pintu" untuk pengungsi yang mau datang ke UPTD Pertanian karena hunian sementara di kebun itu dilandasi aspek.
Â
Â
Advertisement
Banjar Siaga
Keinginan para pengungsi Gunung Agung untuk tetap bertahan di posko pengungsian mendapat perhatian serius dari Menteri Sosial Idrus Marham yang datang ke Karangasem, Sabtu, 7 Juli 2018.
Dalam kesempatan itu, Menteri Sosial memberikan bantuan kebutuhan pokok untuk 4.894 pengungsi melalui Pemerintah Kabupaten Karangasem. Nilainya mencapai Rp 156,6 juta dalam bentuk logistik sebanyak 240 paket.
Ratusan paket A, B, dan C itu berisi 20.000 masker, 90 dos biskuit, 20 dos kecap, 20 dos sambel, 60 paket kidsware, 60 paket family kit, 20 paket sandang, 200 lembar selimut, dan lauk-pauk masing-masing berupa 240 paket A, B, dan C diharapkan dapat meringankan beban para pengungsi.
"Meskipun bantuan ini tidak cukup besar. Namun, yang paling pokok adalah kebutuhan makanan, selimut, dan obat-obatan harus tetap siapa," kata Idrus Marham saat ditemui di Pos Pemantauan Gunung Agung, Desa Rendang, Karangasem, dilansir Antara.
Menteri Sosial tidak henti-hentinya meminta Pemkab Karangasem agar membuat perincian barang-barang apa saja yang dibutuhkan para pengungsi secara cepat untuk diusulkan ke pemerintah pusat yang ditujukan ke Kementerian Sosial guna menjangkau segala kebutuhan pengungsi agar tidak kekurangan.
Dalam lawatannya, Mensos juga menekankan pemerintan daerah terus memantau segala kebutuhan pokok para pengungsi Gunung Agung agar betul-betul terpenuhi tanpa kekurangan sedikit pun. Hal ini juga menjadi perintah Presiden Joko Widodo.
Pemerintah pusat siap membantu apa saja yang dibutuhkan para pengungsi. Namun, tetap harus diajukan oleh pemerintah daerah, seperti beras, lauk-pauk, makanan siap saji, dan pakaian yang diperlukan maupun obat-obatan yang diperlukan pengungsi.
Pihaknya sangat mengapresiasi atas dukungan banjar siaga yang juga berpartisipasi dalam membantu pengungsi. Hal ini berbekal pengalaman letusan Gunung Agung pada tahun 1963 dan 2017 sehingga mereka banyak pengalaman dalam upaya penanggulangan bencana.
"Saya mendorong masing-masing banjar bisa sebagai garda depan dalam siaga bencana dan siap memberikan layanan kepada masyarakat yang ada," ujarnya.
Untuk ketersediaan beras kepada para pengungsi, Mensos Idrus meyakini pemerintah daerah juga sudah menyiapkan segalanya dan mencukupi untuk pengungsi hingga 3 sampai dengan. 4 bulan ke depan.
Hal itu juga dibenarkan Sekretaris Daerah Kabupaten Karangasem, Gede Adnya Mulyadi.
Mensos Dengar Penjelasan Petugas
Kehadiran Mensos juga untuk memastikan situasi aktivitas Gunung Agung yang mendapat penjelasan gamblang dari petugas PVMBG bahwa petugas telah memantau setiap harinya dan indikasi-indikasi bahaya dari Gunung Agung belum signifikan dan mengkhawatirkan bagi warga.
"Kedatangan saya ke sini juga ingin mendapat penjelasan dari petugas PVMBG dan penjelasan dari pemerintah daerah terkait dengan apa saja kebutuhan para pengungsi, apakah sudah dilayani atau belum," katanya.
Terkait dengan adanya arahan para pengungsi agar kembali ke rumahnya masing-masing di luar radius 4 kilometer, Idrus mengatakan bahwa hal itu tergantung pada indikasi-indikasi dampak aktivitas Gunung Agung.
Semua masyarakat harus tetap berhati-hati dan menjauhi radius bahaya Gunung Agung yang telah disampaikan petugas PVMBG. Hal ini mengingat erupsi sulit diprediksi. Namun, lanjut dia, upaya antisipasi untuk keselamatan masyarakat tetap utama.
Â
Aktivitas Gunung Agung Cenderung Fluktuatif
Akivitas Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Bali, untuk mengalami erupsi susulan cenderung fluktuatif. Menurut Kepala Sub Bidang Mitigasi Pemantauan Gunung Api Wilayah Timur PVMBG, Devy Kamil Syahbana, hal itu mengingat dari data seismograf menunjukkan energi magma tidak begitu besar.
"Gunung Agung sempat tidak mengalami erupsi selama 36 jam terakhir. Namun, pagi ini pukul 05.22 Wita kembali erupsi dengan tinggi kolom abu mencapai 1.500 meter dari atas puncak dengan abu mengarah ke barat," ujar dia saat ditemui di Pos Pengamatan Gunung Agung, Desa Rendang, Karangasem, Minggu (8/7/2018), diwartakan Antara.
Meski terjadi erupsi yang fluktuatif, berdasarkan data sismograf terlihat energi yang dikeluarkan masih kecil dan melihat pengembungan perut gunung (deformasi) dan kandungan gas di dalamnya potensi erupsi masih terus terjadi.
Hal ini diperkuat dengan jumlah embusan asap putih sering terjadi 24 kali sehari dan menandakan bahwa erupsi diprediksi terus berlangsung dengan kekuatan yang kecil. "Untuk eksplosifitas erupsi belum terlihat tinggi sekali dan saat ini Gunung Agung masih dalam fase erupsi strombolian," katanya.
Ia menerangkan, fase erupsi cukup besar dengan strombolian yang cukup besar sempat terjadi pada 2 Juli 2018 dengan letusan sebanyak enam kali per hari dan setelah itu letusan mengalami penurunan drastis yang dihitung rata-rata muncul setiap 12 jam.
36 Jam Tanpa Erupsi
Kemarin atau Sabtu, 7 Juli 2018, petugas PVMBG mencatat tidak ada letusan atau erupsi sama sekali (kurun waktu 36 jam).
"Sehingga dari data ini kecenderungan adanya penurunan energi magmatik yang dibangun pada 24-25 Juli 2018, sudah dierupsikan secara eksplosif pada 27 Juli 2018 dan pengeluaran gas emisi yang cukup tinggi pada 28-29 Juni 2018," katanya.
Akibat terjadinya ini, tekanan magma dalam tubuh Gunung Agung terpantau berkurang dan diharapkan mengalami penurunan dengan frekuensi erupsi yang sedikit. "Dengan penurunan ini, ketinggian letusan juga berkurang, sehingga masyarakat dapat tenang dan bisa kembali ke rumahnya," ujarnya.
PVMBG terus memonitor aktivitas Gunung Agung setiap harinya dan secara umum terpantau embusan masih terus terjadi. "Embusan ini menandakan efusi lava atau keluarnya lava ke permukaan, baik itu yang dikeluarkan melalui leleran atau aliran, maupun melalui erupsi secara eksplosif nantinya," katanya.
Hingga saat ini, Gunung Agung berada pada Status Siaga atau Level III. Alhasil, warga diimbau tidak melakukan aktivitas dan pendakian di dalam radius empat kilometer dari puncak Gunung Agung.
Â
Advertisement