Sukses

Nasib Petambak Garam Cirebon Terjerat Ulah Tengkulak

Sebagian besar petambak garam Cirebon berutang kepada tengkulak sebagai cara agar hasil produksinya tidak dijual ke luar

Liputan6.com, Cirebon- Tahun 2018 dianggap sebagai tahun baik bagi petambak garam Cirebon. Panasnya Cirebon membawa berkah para petambak. 

Namun, di tengah upaya petambak yang memanen garam, tak sebanding dengan harga yang dijual mereka. Bahkan, cenderung mengalami penurunan.

Seperti yang dialami Yusuf, petambak garam di Kalibangka Desa Rawaurip Kecamatan Pangenan Kabupaten Cirebon. Yusuf bersama rekannya mengeluh lantaran harga garam yang terus merosot di tengah musim panen.

"Garam kami hanya dihargai Rp 800 per kilo. Padahal, kami baru merasakan panen di musim panas tahun ini," ungkap Yusuf, Selasa (10/7/2018).

Yusuf bersama petambak lain sudah satu bulan lebih mengolah garam. Dia mengaku, peran tengkulak sangat berpengaruh dalam mata rantai garam di Cirebon.

Dia mengaku, penurunan harga garam terjadi secara bertahap, mulai dari Rp 2.000 per kg, Rp 1.600 per kg, Rp 1.200 per kg, Rp 1.000 per kg hingga Rp 800 per kg.

"Harga Rp 2.000 per kg itu saat hanya ada sedikit petambak yang panen duluan nah semakin ke sini banyak petambak lain panen tapi harganya semakin turun kalau tidak dijual ya tidak dapat uang," ujar dia.

Dia mengatakan, sebagian besar harga garam Cirebon ditentukan oleh tengkulak. Dia mengaku, tengkulak tersebut seakan turun-temurun menjadi pelanggan tetap petambak garam Cirebon.

Sebagian besar para petambak garam tidak dapat menjual hasil panennya keluar. Berbagai cara dilakukan tengkulak agar garam dijual kepada mereka.

"Kalau panen mobil tengkulak berjejer di lahan kami, tapi itu harga mereka yang tentukan," ujar dia.

2 dari 2 halaman

Jerat Utang

Selain faktor kedekatan, sebagian besar petambak garam Cirebon menggantungkan hidupnya kepada tengkulak. Tengkulak bersedia memberi utang kepada petambak mulai dari Rp 500 ribu hingga Rp 1,5 juta.

"Nah hutang ini sebagai pengikat agar hasil garam petani tidak boleh dijual ke yang lain," ungkap Yusuf.

Hal senada disampaikan petambak garam lain, Wawan. Dia mengaku tidak memahami penyebab harga turun drastis di tengah panen melimpah. Padahal, kebutuhan garam masih belum mencukupi lantaran faktor cuaca.

"Seharusnya harga garam bisa tinggi dan stabil, kenapa sekarang kok malah terus merosot. Hasil panen tahun kemaren juga tidak terlalu banyak, bahkan gudang-gudang garam di wilayah kita ini kosong kurang garam," ujar Wawan.

Ia berharap, pemerintah mampu mengatasi persoalan harga garam di petani yang seolah dipermainkan oleh oknum tertentu. Tidak menutup kemungkinan para tengkulak akan kembali menurunkan harga garam di tingkat petani Cirebon.

"Kondisi seperti ini, selalu kami rasakan setiap tahun ketika mereka mulai meraup hasil panen, tetapi harga di petani selalu dicekik sehingga para petani hanya bisa pasrah. Karena para petani tidak bisa membuang hasil panen mereka ke luar," ujar dia.

Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) Kabupaten Cirebon, mengakui banyak petambak garam yang terjerat utang kepada tengkulak.

Kepala Disdagin Kabupaten Cirebon Deni Agustin mengatakan, sebagian besar permasalahan yang dihadapi para petani garam adalah keterbatasan modal. Sehingga petambak garam berutang kepada tengkulak.

Kondisi tersebut membuat harga hasil panen mereka ditentukan oleh tengkulak. Deni mengaku penurunan harga garam secara periodik.

"Karena mulai banyaknya petani garam yang panen, sehingga suplai garam sudah mulai banyak dan harga turun. Di sisi lain modal petambak terbatas jadi petambak terjerat utang ke tengkulak," kata dia.

Namun demikian, Deni mengaku sudah berupaya membujuk petambak garam Cirebon tidak terjerat utang. Pemkab Cirebon berupaya membujuk petambak garam untuk ikut koperasi.

"Jadi, minjamnya itu jangan sama tengkulak tapi ke koperasi," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan berikut ini: