Liputan6.com, Yogyakarta - Perhelatan tahunan Yogyakarta Gamelan Festival (YGF) digelar pada 13-15 Juli mendatang. Setidaknya ada tiga alasan penting, orang datang dan menyaksikan acara yang sudah memasuki tahun ke-23 ini.
Pertama, fakta gamelan sudah mendunia dan diterima sebagai musik dunia. Buktinya, lebih dari 34 negara telah secara aktif memainkan gamelan dengan caranya masing-masing. Gamelan telah mendunia dan Indonesia menjadi pusatnya.
Hal ini pula yang melatarbelakangi pergelaran tahun ini mengambil tema Global Gamelan.
Advertisement
Baca Juga
"Target YGF semua orang, kami tidak perlu lagi menyadarkan anak muda soal gamelan karena mereka sudah paham dengan gamelan, yang perlu dilakukan saat ini adalah memelihara bersama," ucap Ari Wulu, Program Director YGF, Kamis, 5 Juli 2018.
Menurut Ari, musik gamelan sudah menjadi bagian dari masyarakat dunia yang bisa ditemui di negara-negara lain. Ia mencontohkan, serupa band rock and roll (rock 'n roll) yang berasal dari Amerika, tetapi musiknya bisa dimainkan oleh dari negara mana pun.
Alasan kedua, YGF 2018 menjadi ajang berkomunikasi dengan gamelan. Tujuannya, supaya masyarakat semakin akrab dengan keberadaan gamelan.
Ari membagi makna gamelan menjadi dua, yakni secara kultural dan komersial. Dari segi budaya, kegiatan ini bagian dari merawat dan melestarikan gamelan, sedangkan sisi komersial melihat gamelan sudah menjadi milik dunia.
Ketiga, perhelatan gamelan ini menjadi alternatif hiburan bagi masyarakat di Yogyakarta. Terlebih, rangkaian acara dan variannya beragam sehingga bisa menjadi agenda mengisi waktu luang.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Melibatkan Seniman dari Dalam dan Luar Negeri
Puncak acara YGF 2018 diselenggarakan selama tiga hari berturut-turut di PKKH UGM, pada 13 sampai 15 Juli 2018 mulai pukul 19.00 WIB. Partisipan hari pertama, meliputi, Gendhing Baskara MBS Pleret (Bantul), Willyday Onamlay dan Rene Lysloff (Yogyakarta USA), dan Karawitan Kuping Cumpleng (Yogyakarta).
Pada hari kedua, YGF 2018 dimeriahkan oleh Komunitas Gamelan Mini (Sleman), SLB Bina Siwi (Bantul), Rasamaya (Solo), dan Gangsa Kukila (Yogyakarta). Untuk partisipan hari terakhir adalah Sedya Manunggul (Sleman) dan Kocor Etnis Perkusi, Pamekasan.
Sebagai pembuka rangkaian acara, pada 7 Juli 2018 mulai pukul 15.00 sampai 17.30 WIB diadakan Gaung Gamelan. Kegiatan ini dilakukan bersamaan di empat arah mata angin Yogyakarta dan Titik Nol Kilometer sebagai pusatnya.
Pertunjukan gamelan dari sisi utara dilakukan di Kampus FIB UGM, sisi selatan bertempat di Bambanglipuro, Bantul, timur di Bokoharjo, Prambanan, Sleman, dan Banyuraden, Gamping Sleman untuk sisi barat.
Sebagai bentuk edukasi juga diadakan sarasehan dan lokakarya pada 10 dan 11 Juli 2018 di Museum Wayang Ukur dan Komunitas Gayam 16.
Â
Advertisement
Digagas oleh Seniman Sapto Raharjo
YGF lahir dari keresahan terhadap ketidakhadiran gamelan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Gamelan dianggap tak memiliki potensi menjadi tren yang digemari anak muda sehingga perlahan namun pasti eksistensinya mulai terkikis.
Keresahan ini dirasakan Sapto Raharjo, seorang maestro gamelan. Ia menggagas YGF yang digelar pertama kali pada 1995.
Sejak saat itu, YGF menjadi media berkumpul, berkomunikasi dan berinteraksi yang ditunggu-tunggu pemain dan pecinta gamelan. Selain itu, YGF pun diharapkan dapat terus menyuarakan keberadaan gamelan serta mengajak setiap orang untuk berkontribusi terhadapnya.
Semangat inilah yang melahirkan YGF dan terus dihadirkan setiap tahun.YGF dikelola oleh komunitas pecinta seni gamelan dalam kebersamaan untuk saling mendukung aktivitas.
Akhirnya, berbagai dukungan datang dari instansi formal maupun nonformal, termasuk dari komunitas pemain gamelan.