Sukses

Hikayat Para Manula Pencari Air di Puncak Kekeringan

Setiap tahun kekeringan terjadi. Para manusia lanjut usia ini harus berjalan kaki cukup jauh dan membawa klething (sejenis gentong) diisi air agar bisa mandi, mencuci, dan membereskan peralatan makan yang kotor.

Liputan6.com, Grobogan - Kekeringan di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah memaksa warganya lebih kreatif memenuhi kebutuhan air. Kekeringan cukup parah salah satunya di Desa Ngrandah, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan.

Kreativitas paling menonjol adalah membuat sumur di tengah sungai yang mengering. Sumur ini biasa disebut belik dan masih menyimpan resapan air sungai yang sudah kerontang.

Marmi, salah satu warga Dusun Ngrandah mengaku, kesulitan air sejak tiga bulan terakhir. Ia menggali sebuah lubang serupa sumur di tengah sungai yang kerontang.

"Niku kangge siram lan umbah-umbah (Itu air untuk mandi dan mencuci)," kata Marmi, Minggu (15/7/2018).

Warga membuat belik di tengah sungai kering itu karena tak butuh menggali terlalu dalam sebagaimana jika membuat sumur. Meski tak sederas mata air dan hanya keluar tetes demi tetes, namun sudah cukup membantu warga mengatasi kekeringan yang ada. 

Marmi juga setia menunggu tetes demi tetes air yang terkumpul di dalam lubang yang ia buat. Lubang sedalam satu meter ini menjadi tumpuan hidupnya.  

"Niki toyane namung sekedhik. Mangkih nengga sak untawis nembe saged dipundhut malih (Ini airnya hanya keluar sedikit. Nanti menunggu beberapa jam baru bisa diambil lagi airnya," kata Marmi.

Hal serupa juga dilakukan Supiyo. Kakek berusia  70 tahun ini harus ikhlas berjalan kaki membawa ember menuju sungai yang sudah ia buat. Ketika ember sudah penuh berisi air, ia harus membawa beban berat itu dan pulang ke rumahnya dengan jalan kaki.

"Lumayan tebih. Setunggal kilo mbok menawi nggih. Belik niki pun setahun kok (Lumayan jauh, mungkin ada satu kilometer. Sumur ini dibuat sudah setahun lalu kok)," kata Supiyo.

Saat sungai berisi air atau tak mengering, lubang-lubang belik buatan warga tak ikut tertutup. Ketika kekeringan melanda, bekas lubang itu tinggal membersihkan agar air keluar dengan lancar.

Menurut Supiyo kebutuhan air untuk  minum dan memasak, warga harus membeli air tangki. Air itu disimpan  di sumur miliknya. Setiap tangki air ia harus mengeluarkan biaya Rp 120 ribu.

Saat kekeringan, sumur juga kering. Maka air yang dibeli dituang ke dalam sumur. 

Simak video pilihan berikut di bawah :

 

2 dari 2 halaman

Kemana Rp 40 Milyar APBD Jateng?

Kekeringan juga melanda Kecamatan Tanggungharjo, tanaman jagung yang menjadi harapan petani terancam tidak berbuah.

"Tidak pernah hujan. Hujan sempat tapi hanya gerimis sehingga enggak cukup menghidupi tanaman," kata Srini, petani asal Desa Sugihmanik.

Menurut warga, sejauh ini, belum ada upaya dari pemerintah Kabupaten Grobogan maupun Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk menangani kekeringan yang rutin setiap tahun.

"Mboten wonten. Toya nggih tumbas piyambak. (Nggak ada. Air ya beli sendiri)," kata Supiyo.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menyiapkan anggaran Rp40 miliar untuk menanggulangi masalah kekeringan pada musim kemarau 2018. Persiapan dana ini dilakukan seiring semakin jaranya turun hujan dalam beberapa bulan terakhir.

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menyatakan alokasi dana tersebut untuk menanggulangi potensi bencana kekeringan di sejumlah daerah. Diakuinya, dana sebanyak itu kini sudah terserap sebesar 30%.

"Rekan-rekan BPBD sudah rapat untuk menyiapkan hal tersebut. Kita sudah ada dana sampai Rp40 Miliar dan terserap 30%. Yang sudah siap Rp600 juta. Nantinya truk-truk tangki akan didistribusikan ke kabupaten terdekat," kata Ganjar kepada wartawan di Kantor BPBD Jateng, Selasa, 3 Juli 2018.