Sukses

Kemarau, Ribuan Warga Cilacap Kini Konsumsi Air Asin dan Berbau

Intrusi air laut atau payau di dataran rendah Cilacap menyebabkan sumur warga berasa asin dan menyebabkan krisis air bersih.

Liputan6.com, Cilacap - Dampak kemarau panjang 2018 di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, semakin meluas. Tak hanya daerah pegunungan, daerah dataran rendah pun mulai terdampak krisis air bersih.

Tampak aneh memang. Daerah yang penuh air dan berdekatan dengan sungai-sungai besar terdampak kemarau yang baru tiba pada Juni 2018 lalu. Daerah dengan aliran air sepanjang tahun, mestinya luput dari bencana krisis air bersih.

Salah satunya adalah Desa Patimuan Kecamatan Patimuan, Cilacap. Saat ini seribuan keluarga di dua dusun Desa Patimuan, yakni Langensari dan Kalenpring sudah terdampak krisis air bersih.

Kepala Desa Patimuan, Icuk Sudiarto menerangkan, Desa Patimuan berada di bantaran sungai Citanduy dan berimpitan dengan Laguna Segara Anakan. Ketersediaan air tak jadi soal di desa ini.

Masalahnya, pada kemarau, sumur dan sumber air warga berwarna keruh, berbau, dan berasa asin. Pasalnya, Patimuan adalah daerah dataran rendah yang masih terpengaruh oleh pasang surut air laut.

Intrusi air laut atau payau menyebabkan sumur warga berasa asin. Pada masa lalu, daerah ini adalah laguna atau rawa. Akibatnya, air tanah berbau busuk jika musim kamarau dan menyebabkan krisis air bersih.

"Kondisi geografis tanahnya itu, kalau pas hujan banyak air, tapi terang hanya satu mingguan saja sudah tidak ada air. Ada juga airnya sudah tidak layak minum, karena asin dan berwarna. Berbau juga," dia menjelaskan, Minggu, 15 Juli 2018.

Icuk menerangkan, warga sebenarnya sudah berupaya mencari cara untuk mengubah air keruh, berbau, dan asin itu menjadi layak konsumsi dengan menyaringnya. Namun, hasil saringan itu tak bisa menghilangkan rasa asin dan bau tersebut. Akibatnya, warga terpaksa membeli air kemasan atau galon untuk konsumsi.

Dia mengklaim pemerintah desa telah melayangkan permintaan bantuan air bersih pada krisis air bersih 2018. Dia khawatir, air tak layak konsumsi itu bakal menyebabkan penyakit.

"Bantuan baru dua tangki air bersih. Itu pas dua hari sebelum lebaran. Dikirim lagi Sabtu," Icuk menjelaskan kepada Liputan6.com.

2 dari 2 halaman

Krisis Air Bersih di 3 Kecamatan

Serupa dengan Desa Patimuan, Desa Ujung Manik, Kecamatan Kawunganten yang berada di dataran rendah juga mulai krisis air bersih. Kepala Desa Ujung Manik Sugeng Budiarto mengatakan, tiap musim kemarau desanya selalu terdampak krisis air bersih.

Sama dengan Patimuan yang terpengaruh pasang surut air laut, Ujung Manik juga berimpitan dengan Laguna Segara Anakan. Akibatnya, air yang dikonsumsi warga berasa asin dan berbau.

Namun begitu, menurut dia, krisis air bersih tahun ini tak separah tahun-tahun sebelumnya. Sebab, PDAM telah memasang jaringan pipa di jalur-jalur jalan besar.

Namun, di daerah pedalaman sisi utara yang jauh dari akses utama, sekitar 1.000 keluarga dari total 2.600-an keluarga masih terdampak krisis air bersih. Sejauh ini, warga baru dibantu droping air bersih sebanyak lima tangki.

"Sudah ada empat tangki bantuan. Kemudian kemarin saya minta Al Irsyad, dikirimi satu tangki. Tapi ya bagaimana, cukup tidak cukup, wong sehari satu tangki saja tidak cukup," ucap Sugeng.

Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cilacap, Martono, mengatakan hingga 10 Juli 2018, bantuan air bersih telah menjangkau delapan desa di tiga kecamatan.

Sebanyak 30 tangki air bersih dikirimkan untuk 2.263 keluarga yang terdiri dari sekitar 8.510 jiwa. Pengiriman bantuan air bersih ini merupakan kerjsama BPBD, PDAM Tirta wijaya dan PMI Cilacap.

Delapan desa yang dikirimi air bersih meliputi Bringkeng, Ujungmanik, Bojong, Grugu, Sidaurip, dan Kubangkangkung di Kecamatan Kawunganten, Desa Patimuan di Kecamatan Kawunganten, dan Desa Binangun, Kecamatan Bantarsari.

Saksikan video pilihan berikut ini: