Sukses

Kisah Para Penantang Maut di Taman Nasional Bombana

Tugas terberat para penantang maut di Taman Nasional Bombana bukanlah api, tapi warga yang belum sadar akan bahaya api di dalam taman nasional.

Liputan6.com, Bombana - Taman Nasional Rawaopa Watumohai terletak di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Dihuni ratusan jenis satwa liar dan flora dilindungi yang jumlahnya makin berkurang setiap tahun, ada sejumlah kisah para pemberani yang kerap mengadu nyawa lokasi seluas 105.194 hektare itu.

Mereka adalah pegawai pemerintah yang kebanyakan bergaji kecil dan tinggal di pinggiran hutan lindung. Tugasnya menghalau api dan memastikan hutan lindung aman setiap hari.

Sejak awal 2000, tugas mereka nyaris tak pernah berhenti hingga Selasa siang, 17 Juli 2018. Mereka berjibaku memadamkan si jago merah yang melalap 100 hektare lebih lahan gambut di Hutan Lindung Rawa Aopa Watumohai, Kabupaten Bombana.

Tugas mereka ternyata tidak semudah kedengarannya. Beberapa kali, anggota Korps Manggala Agni Daerah Operasi Tinanggea, nama lembaga tempat mereka bernaung harus berjuang melawan maut.

Kepala Korps Manggala Agni Tinanggea, Yanuar Fanca Kusuma mengatakan ada 81 kasus kebakaran yang pernah ditangani pada 2017. Pada 2018, sudah ada sekitar 20 kasus lebih hingga pertengahan Juli.

"Selama bekerja disini, anggota saya sering berhadapan dengan api, malah ada beberapa yang hampir tewas. Tapi, itu tugas," kata Yanuar Fanca.

Pernah, pada suatu tugas awal April lalu, pihaknya menurunkan puluhan anggota pemadam kebakaran di wilayah taman nasional. Beberapa di antaranya adalah personel wanita yang sudah dididik khusus.

Keduanya bernama Niluh (19) dan Nadila (19). Saat itu, kedua wanita ini ditugasi masuk ke dalam lokasi lahan terbakar bersama personel lainnya.

"Mereka tidak melihat arah angin dan nekat menerobos kobaran api dan asap. Mereka nyaris terjebak di dalamnya," tutur Fanca.

Kedua wanita itu berusaha diselamatkan rekan-rekannya. Setelah terjebak dan mengalami keracunan asap, Niluh dan Nadila sempat muntah-muntah usai dibawa ke udara terbuka.

"Kondisinya seperti tercekik saat itu. Kami berusaha menolong, untung selamat," ujar Fanca.

 

 

 

 

2 dari 3 halaman

Tugas Berbahaya dan Terberat

Pernah pula, sejumlah anggota mengalami luka-luka usai selamat dari kepungan api. Beberapa di antaranya pernah dikejar api hingga nyaris tewas di antara kobaran api.

Tugas malam dianggap paling berbahaya. Selain kejaran api, anggota Manggala Agni kerap harus menghindar dari serangan binatang buas seperti babi hutan dan hewan jenis reptil.

"Kalau luka-luka, sudah sering. Bersyukur sampai hari ini, di tengah tugas yang berat itu tidak ada korban jiwa," ujar Fanca. Saat bekerja memadamkan api, anggota Manggala Agni juga kerap menjumpai hewan jenis reptil dan mamalia dalam kondisi terbakar, seperti biawak, ular, dan babi.

Menurut Fanca, tugas paling berat anggotanya sebenarnya bukan mengendalikan api, tapi menyadarkan masyarakat yang belum sadar pengaruh api bagi ekosistem taman nasional.

"Dari 100 kasus lebih selama satu tahun lebih sejak 2017, salah satu penyebab paling sering karena dibakar pengendara dan warga sekitar," ucapnya.

Cara menghadapi mereka, pihak Manggala Agni berusaha melakukan pendekatan psikologis. Malah, ada mobil khusus yang sengaja dibuat anggotanya untuk mengangkut anak-anak sekolah.

"Di atas mobil saat mengantar dan menjemput mereka, kami ajarkan cara melindungi hutan. Sekarang belum ada hasil yang mencolok, tetapi ke depan mereka akan menggantikan posisi kami setidaknya dalam keluarga," ujarnya.

3 dari 3 halaman

Ribuan Hektare Hutan Terbakar Setiap Tahun

Lahan Taman Nasional Rawaopa Watumohai kebanyakan merupakan daerah gambut. Kata sejumlah anggota pemadam api berpengalaman di wilayah itu, memadamkan api di lahan gambut lebih susah dibanding hutan biasa.

"Api di lahan gambut kadang tidak terlihat. Karena terbakar di bawah tanah, lalu pelan-pelan naik ke permukaan," ujar Lukman, personil Dinas Kehutanan Bombana.

Kata Lukman, api yang terbakar di lahan gambut, bisa bertahan selama berhari-hari dibawah tanah. Jika sudah naik ke permukaan, maka akan susah dipadamkan.

Yanuar Fanca Kusuma mengatakan, sebanyak 1700 hektare lahan terbakar ditangani pada 2017. Sejak Januari hingga Juli 2018, baru ada sekitar 500 hektare lebih hutan terbakar.

"Kebanyakan disebabkan oleh warga dan kondisi alam. Saat menjelang musim tanam, warga biasanya membakar lahan mereka yang kemudian menyebar hingga ke hutan lindung," kata Fanca.

Saksikan video pilihan berikut ini: