Sukses

Temuan Mengejutkan dalam Sidak Pungli Sekolah Negeri di Banyumas

Aduan dugaan pungli tak hanya datang dari keluarga siswa, melainkan juga dari pemerintah desa yang menerima aduan dari warganya.

Liputan6.com, Banyumas - Beberapa hari terakhir ini, masyarakat Banyumas, Jawa Tengah, dibuat miris dengan pemberitaan berbagai media massa soal maraknya dugaan pungutan liar atau pungli di sekolah negeri pada masa Penerimaan Peserta Didik Baru atau (PPDB) di Purwokerto dan Banyumas.

Pangkal soalnya, sejumlah orangtua siswa mengadu kepada anggota DPRD Banyumas bahwa mereka telah dimintai sumbangan yang besaran dan waktunya telah ditentukan. Sebagiannya mereka keberatan lantaran jumlahnya dianggap terlalu tinggi.

Waktunya pun mepet. Mereka hanya diberi waktu pendek untuk melunasi sumbangan yang lantas diduga kuat berindikasi pungli tersebut.

Menanggapi banyaknya keluhan warga soal pungli, Sekretaris Komisi D DPRD Banyumas, Yoga Sugama pun menggelar inspeksi mendadak atau sidak ke salah satu SMP negeri di Baturraden, Banyumas. Di sana, dugaan punglinya paling menonjol.

Disebut menonjol, lantaran laporan dugaan pungli bukan hanya datang dari keluarga siswa, melainkan juga dari pemerintah desa yang menerima aduan dari warganya.

"Berlatar belakang itulah, saya melakukan sidak ke SMP tersebut. Ini yang paling menonjol," ucap Yoga, kepada Liputan6.com, Rabu malam, 18 Juli 2018.

Dalam sidak tersebut, Yoga hendak mengklarifikasi dugaan pungli langsung kepada kepala sekolahnya. Lantaran kepala sekolah tak berada di tempat, maka, ia pun menemui wakil kepala sekolah dan ketua panitia PPDB 2018.

Saksikan video pilhan berikut ini:

2 dari 3 halaman

Dasar Komite Sekolah Tarik Sumbangan

Dalam pertemuan itu, ketua panitia PPDB mengakui bahwa Komite Sekolah memang meminta sumbangan kepada orangtua siswa atas dasar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan atau Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.

Dalam salah satu ayat Permendikbud disebut bahwa Komite Sekolah boleh menggalang atau menarik sumbangan. Atas dasar itulah, Komite Sekolah tersebut menarik sejumlah dana dari orangtua siswa.

Tetapi, wakil kepala sekolah dan ketua panitia PPDB mengaku tak mengetahui persis berapa nominal yang ditentukan oleh Komite Sekolah. Mereka hanya mengetahui bahwa Komite Sekolah meminta sumbangan dari orangtua siswa.

Hanya saja, dari informasi yang diterima Yoga, nilai sumbangan berkisar antara Rp 3 juta hingga Rp 5 juta. Peruntukan dana sumbangan itu pun tak jelas.

Yang disayangkan, kata Yoga, Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 itu menjadi dasar sumbangan. Namun, tak mempertimbangkan kemampuan orang tua siswa. Kemudian bahwa sumbangan itu bersifat sukarela dan tidak mengikat.

"Terang. Terang sekali (ada pungli)," dia menegaskan.

Untuk itu, Komisi D DPRD Banyumas bakal memanggil Dinas Pendidikan Banyumas, Jumat, 20 Juli mendatang. Selain itu akan dipanggil pula Kepala Bagian Pemerintahan Desa Setda Banyumas.

Kepala Dinas Pendidikan akan diklarifikasi terkait dugaan pungli yang terjadi di sejumlah sekolah. Adapun Kabag Pemdes akan dipanggil terkait maraknya Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), yang juga marak menjelang PPDB di tingkat SLTA.

3 dari 3 halaman

Sekolah Harus Kembalikan Pungutan jika Ada Unsur Paksaan

Meski begitu, Yoga mengaku tak hendak membawa soal pungli ini ke ranah hukum, misalnya dengan melaporkannya ke kepolisian. Sebab, ia hanya menjalankan tugas sebagai wakil rakyat yang memiliki kewajiban pengawasan regulasi.

Namun, ia pun berharap agar kepolisian maupun Tim Sapu Bersih atau Saber Pungli Banyumas menindaklanjuti informasi yang diperoleh. Menurutnya, hal itu lebih dari cukup sebagai petunjuk awal bahwa terjadi dugaan pungli di sekolah-sekolah negeri Banyumas.

"Monggo (silakan) ditindaklanjuti. Kan sudah ada informasi-informasinya," dia menambahkan.

Pada kesempatan terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Banyumas Purwadi Santosa berujar Komite Sekolah memang berhak menggalang atau meminta sumbangan dari orangtua siswa dan masyarakat. Akan tetapi, sumbangan itu harus bersifat sukarela.

Lantaran sukarela, maka nilai sumbangan dan waktunya pun tak boleh ditentukan. Jika ditentukan, maka akan menimbulkan persepsi paksaan.

Menurut Purwadi, jika ada paksaan, itu artinya menghilangkan sifat sukarela sumbangan. Paksaan bisa bergeser arti menjadi pungutan.

Ia pun menegaskan akan meminta agar sekolah mengembalikan dana yang dipungut jika orangtua siswa merasa keberatan. Pasalnya, jika ada pihak yang keberatan, itu berarti ada unsur paksaan. Dia khawatir, paksaan itu lah menggeser arti sumbangan menjadi pungli.

"Karena kalau sukarela itu kan tidak keberatan. Tapi, kalau merasa keberatan itu kan berarti terpaksa. Kalau merasa terpaksa, itu berarti harus dikembalikan," Purwadi menegaskan.