Sukses

Harga Kedelai Membubung Tinggi, Lahirlah Tahu-Tahu Mini di Kalisari

Harga kedelai membubung tinggi, perajin tahu di Kalisari, Banyumas, menciptakan tahu mini sebesar kelereng beragam rasa.

Liputan6.com, Banyumas - Indonesia sejak dahulu kala dikenal dengan kearifan lokal yang menunjukkan tingginya daya kreatifitas. Hingga kini, masyaratnya pun piawai meniti beragam langgam zaman yang terus berubah.

Salah satu contoh betapa masyarakat Indonesia cerdas mengantisipasi perubahan barangkali bisa dilihat dari para perajin tahu Desa Kalisari Kecamatan Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah. Terutama, saat harga kedelai membubung tinggi akibat "cekikan" kurs dolar Amerika Serikat.

Sebabnya, tahu-tahu Kalisari lebih banyak dibuat dari kedelai impor. Akibatnya, saat rupiah melemah, harga kedelai impor pun terkerek naik.

Seorang perajin tahu di Kalisari, Sumirah mengatakan saat ini harga kedelai berkisar antara Rp 7.700 hingga Rp 7.900 per kilogram, tergantung jumlah pembelian dan ketersediaan barang. Dalam sehari, ia membutuhkan sekitar 50-100 kilogram kedelai.

Saat barang di pengepul kedelai banyak, harga kedelai bisa turun ke Rp 7.700 per kilogram. Sebaliknya, saat persediaan menipis, harga ecerannya mencapai Rp 7.900 per kilogram. Atau naik Rp 1.000 lebih per kilogram dari harga normal yang berkisar antara Rp 6.500 hingga Rp 6.700 per kilogram.

Agar tak rugi, ia memperkecil ukuran tahu yang tadinya berjumlah 111-113 biji per nampan cetakan menjadi 130-140 biji per cetakan. Dengan begitu, kenaikan harga tak merugikan perajin tahu.

"Ya, ukuran tahunya dikecilin sedikit. Biasanya satu wadah isi 113, sekarang isinya 140 atau paling sedikit 130 biji rajangannya," ucapnya, beberapa waktu lalu.

Perajin lainnya, Puji berujar bahwa mereka bukannya tak mau menggunakan kedelai lokal. Bukan soal harga kedelai, melainkan ketersediaan kedelai lokal yang selalu menjadi masalah.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Lebih Berkualitas, Kenapa Perajin Tahu Tak Gunakan Kedelai Lokal?

Bahkan, menurut Puji, sebenarnya kedelai lokal kualitasnya lebih bagus dari kedelai impor asal Amerika. Namun, ketersediaannya di pasaran sangat minim. Kedelai hanya tersedia saat musim kemarau. Itu pun dengan jumlah terbatas.

"Kedelai lokal sudah mencoba, tapi kedelai lokal tidak mencukupi. Kalau ada paling pas musim kemarau, baru ada petani yang menanam, tapi habis," dia menerangkan.

Dalam kesempatan berbeda, Kepala Desa Kalisari Azis Samsuri mengatakan di desanya ada sekitar 260-an perajin tahu. Kebutuhan kedelai berkisar 10-15 ton per hari.

Dari para perajin tahu, lahir tahu-tahu berkualitas dengan beragam bentuk, mulai dari bentuk mainstream kotak, segitiga, hingga bulat. Bahkan, ada pula tahu bulat mini Kalisari yang hanya seukuran kelereng.

"Ada rasa, pedas, manis, asin. Itu bentuk kreativitas perajin untuk membuka pangsa pasar baru," dia menerangkan.

Adapun Kepala Bulog Sub-Divre 4 Banyumas, Sony Supriyadi mengatakan naiknya harga kedelai ini harus dimanfaatkan petani. Dia pun mengimbau agar petani menanam kedelai pascapanen Masa Tanam Kedua (MT 2) 2018 ini.

Dia menjelaskan, suplai kedelai secara nasional masih mengandalkan impor. Pasalnya, produksi dalam negeri sangat minim dan tak memenuhi kebutuhan nasional. Sebab itu, saat rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat, harga kedelai pun naik drastis.

Padahal, menurutnya, potensi pemasaran kedelai sangat tinggi. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya sentra produksi makanan yang berbahan baku kedelai. Dia pun menjamin, kebutuhan kedelai tinggi sepanjang tahun.

"Tetap ada yang menanam kedelai, tetapi hasilnya secara nasional kurang. Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri masih kurang," ujarnya.