Sukses

Sarung Tangan Penerjemah Bahasa Isyarat dari Yogyakarta

Cek cara kerja sarung tangan yang bisa mengkonversikan bahasa isyarat menjadi bahasa verbal.

Liputan6.com, Yogyakarta - Alat penerjemah bahasa isyarat berbentuk sarung tangan dari Yogyakarta ini memudahkan penyandang tuna rungu dan wicara berkomunikasi dengan orang-orang di sekitar mereka. Prototipe bernama Signly ini merupakan hasil temuan sekelompok mahasiswa UGM.

Signly atau Sign Language Translator Synchronously berwujud sarung tangan dengan katalog bahasa isyarat masukan diambil dari American Sign Language, Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo), dan masukan-masukan baru menggunakan kombinasi lima jari tangan kanan.

"Perangkat ini bisa menerjemahkan bahasa isyarat secara langsung menjadi bahasa verbal," ujar Nindi Kusuma Ningrum, ketua tim, beberapa waktu lalu.

Untuk mengembangkan alat ini, Nindi dibantu teman satu jurusan di Teknologi Informasi Fakultas Teknik yakni Faturahman Yudanto dan Lely Monalisa di bawah bimbingan Anugerah Galang Persada. Signly merupakan produk dari Program Kreativitas Mahasiswa bidang Karsa Cipta (PKM-KC) dan mendapatkan dana hibah dari DIKTI.

Selain sarung tangan, perangkat ini juga terdiri dari ponsel pintar dan komputer. Di dalam sarung tangan terdapat flek sensor yang berfungsi untuk mendeteksi gerakan dan posisi jari tangan. Informasi yang diterima berupa huruf ditampilkan melalui aplikasi yang bisa diakses di desktop atau ponsel pintar.

Keluaran dari penerjemah bahasa isyarat ini berupa verbal tulis atau rangkaian huruf yang dikonversikan ke dalam bentuk suara. Dengan begitu, orang dapat langsung mengerti hal yang dikomunikasikan oleh pemakai bahasa isyarat.

Kemudian, lawan bicara dapat menjawab dengan bahasa sehari-hari yang akan dikonversikan ke dalam bentuk verbal tulis, yang dapat dibaca secara langsung oleh penyandang tunarungu atau tunawicara melalui layar komputer atau ponsel pintar.

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

2 dari 2 halaman

Banyak Penderita Gangguan Pendengaran

Faturahman menjelaskan kebutuhan perangkat ini penting mengingat jumlah penduduk dengan gangguan pendengaran tidak sedikit. Berdasarkan data WHO tahun 2000 terdapat 250 juta penduduk dunia menderita gangguan pendengaran.

Sebanyak 75 hingga 140 juta penduduk terdapat di Asia Tenggara. Sementara data hasil Survei Kesehatan Nasional oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (1993-1996) menunjukkan 0,4 persen penduduk Indonesia tuna rungu dan 16,8 persen orang mengalami gangguan pendengaran.

"Pengembangan prototipe terus dilakukan, termasuk menambahkan fungsi alat supaya mampu menerjemahkan bahasa isyarat langsung ke verbal suara," ucapnya.

Saat ini, mereka baru fokus pada penelitian dan pengembangan lebih lanjut alat dan perangkat pendukung.Â