Sukses

Kisah Pembuat Gong, Mencoba Bertahan Bersama Warisan Sang Ayah

Usaha produksi gamelan dirintis sejak era kemerdekaan, tahun 1945. Selain gamelan, Aneka Ragam, nama usahanya, juga memproduksi alat-alat pertanian, seperti cangkul, sabit, lempak.

Batu - Seorang pria terlihat sibuk menempa lempengan besi untuk dijadikan gong, salah satu komponen gamelan jawa. Suwanto, pria berusia 61 tahun ini tengah mengerjakan pesanan gamelan dari klien asal Manado, Sulawesi Utara.

Seperangkat gamelan yang dibuatnya, terdiri dari gong, kempul, sautan, dan kenong. Dibantu tiga rekannya, Suwanto membutuhkan waktu empat hari untuk menyelesaikan semuanya.

Keahlian membuat gamelan didapatnya turun-temurun dari ayahnya, Munaji yang telah tutup usia.

Usaha produksi gamelan dirintis sejak era kemerdekaan, tahun 1945. Selain gamelan, Aneka Ragam, nama usahanya, juga memproduksi alat-alat pertanian, seperti cangkul, sabit, lempak.

Bengkel Aneka Ragam berada di Jalan Pande Dusun Junwatu, Desa Junrejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu masih bertahan hingga kini.

Produk yang dihasilkan dari bengkel 8x12 meter ini, telah merambah ke berbagai daerah di luar Jawa, seperti Aceh, Kalimantan, Sulawesi hingga Papua.

Di tangan pria kelahiran 21 November 1956 ini, lempengan besi ditempa menjadi alat sesuai pesanan. Selain besi, Suwanto mampu membuat alat berbahan perunggu maupun kuningan.

Untuk satu gong berukuran besar, Suwanto memasang harga Rp2,5 juta. Dengan uang Rp15 juta-Rp25 juta sudah bisa membawa satu set gamelan.

"Harga tergantung bahannya juga, ada yang dari besi, kuningan, perunggu," tuturnya kepada TIMES Indonesia (timesindonesia.co.id).

Tak hanya memproduksi, Suwanto melayani reparasi gong yang tak lagi mengeluarkan bunyi atau suara.

Bertahan di Era Teknologi

Sejak lima tahun terakhir, pesanan gong jauh berkurang. Kondisi yang jauh berbeda dengan era sebelumnya. Dia bisa melayani pesanan hingga 5 unit gamelan setiap bulannya.

Pemesannya tak hanya lembaga atau instansi, tetapi juga perorangan. "Di lima tahun terakhir ini, tidak selalu ada (pesanan). Kadang tiga bulan baru ada satu pesanan," katanya.

Suwanto 'bertahan' dengan melayani pesanan alat-alat pertanian. Setiap hari dia memproduksinya untuk melayani permintaan pasar. Harganya bervariasi, mulai Rp100 ribu hingga Rp200 ribu, mulai cangkul, lempak, sabit, dan garpu.

Meski bergelut dengan peralatan tradisional, Suwanto tidak menolak teknologi. Kerjanya pun dipermudah dengan teknologi, seperti mesin penempa.

Dia merancang alat berdinamo listrik itu setelah melihat video di media sosial YouTube. Pun ketika pemesan dari luar Jawa, seperti dikatakannya, mengetahui keahlian Suwanto berdasar informasi dari internet.

Suwanto, sang pembuat gong bertahan meneruskan usaha yang telah berjalan lebih dari 70 tahun. Ketiga anaknya, bekerja di sektor yang berbeda. Adik dan menantunya yang kini membantu menjalankan usaha.

 

Baca berita menarik lainnya dari Times Indonesia di sini.

 

Simak video pilihan berikut ini: