Liputan6.com, Garut - Kemarau panjang sebulan terakhir mulai menimbulkan keresahan bagi petani dan nelayan Garut, Jawa Barat. Belasan hektare lahan sawah di Kampung Cianten, Desa Cigawir, Kecamatan Selaawi, Kabupaten Garut, Jawa Barat terancam gagal panen. Sedangkan nelayan di Garut selatan meradang, akibat gelombang tinggi yang disebabkan kencangnya tiupan angin akibat kemarau.
"Kalau dalam dua minggu ke depan hujan tak kunjung turun tanaman padi saya akan mati,” ujar Asep Suharja 38 tahun, salah seorang petani padi, di Salaawi, Garut, Rabu (1/8/2018).
Hujan yang tak kunjung turun sebulan terakhir menyebabkan pasongan air berkurang, debit air irigasi yang selama ini mengairi pesawahan warga, terus menipis seiring turunnya debit air di saluran sungai sekitar.
Advertisement
"Kadang sawah yang cukup jauh dari saluran irigasi mesti siap tidak kebagian air," ujarnya.
Baca Juga
Untuk mengakali peraiwan sawah miliknya, ia mengaku telah mengeluarkan biaya Rp 1,5 juta untuk membeli mesin penarik air atau jenset, dengan harapan mampu menarik air dari irigasi terdekat.
"Entah dari mana nanti kalau mau nanam padi lagi jika padi yang sekarang gagal panen," ujarnya pasrah.
Kondisi yang sama dialami Epon, 52 tahun, petani lainnya. Akibat kemarau yang terjadi sebulan terakhir sebagian besar lahan garapannya yang baru berusia satu bulan, mulai retak-retak akibat minimnya pasokan air.
"Melihat banyak padi yang mati saya pasrah aja, sambil berharap segera turun hujan," pinta dia.
Nelayan Garut Selatan Telah Kerugian Ratusan Juta
Tidak hanya petani, amukan gelombang tinggi ombak, menyebabkan ratusan nelayan di Pantai Rancabuaya, Kecamatan Caringin, Kabupaten Garut, Jawa Barat, mengalami kerugian hingga seratusan juta rupiah karena tidak bisa melaut.
"Yang pasti selama gelombang tinggi kami tidak bisa melaut karena berbahaya," ujar Ketua Rukun Nelayan Rancabuaya, Garut, Asep Hidayat.
Menurutnya, gelombang pasang tinggi sudah berlangsung sejak 19 hingga 28 Juli 2018 lalu, akibatnya sekitar 275 nelayan yang berada di sepanjang selatan Garut lebih banyak menepikan armada perahunya karena cukup berbahaya.
"Selama larangan itu nelayan berdiam diri saja, tidak punya penghasilan," ujarnya.
Dengan kondisi itu, kerugian akibat gagal melaut mencapai ratusan juta rupiah. "Misalkan rata-rata saja nelayan mendapat penghasilan Rp 500 ribu untuk satu kali melaut, kalikan dengan 275 perahu nelayan, besar sekali kerugiannya," papar dia.
Selama kondisi alam tidak bersahabat, ia berharap pmerintah memberikan perhatian dan bantuan, salah satunya dengan menyalurkan bantuan yang dibutuhkan masyarakat seperti perbaikan perahu.
"Harapan kami dapat bantuan, mudah-mudahan saja, karena petugas dari dinas sudah melihat kondisi di lapangan," pinta dia.
Advertisement