Liputan6.com, Palembang - Pemerintah pusat bersama Pusat Penelitian Karet di Bogor sedang menggodok beberapa alternatif untuk meningkatkan konsumsi karet lokal Indonesia. Salah satunya dengan meningkatkan penggunaan karet untuk pembangunan jalan atau disebut aspal karet.
Produksi karet mentah di Indonesia yang mencapai 3,5 juta ton, tidak sebanding dengan jumlah konsumsi lokal yang hanya menyerap sekitar 15 persen saja. Membludaknya jumlah ekspor dari negara lain juga terus memicu penurunan harga karet di Indonesia.
Direktur Pusat Penelitian Karet Gede Wibawa mengatakan mereka sedang berkoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk pembangunan aspal karet di beberapa provinsi di Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
Jika program pembangunan aspal karet sudah merata, konsumsi karet lokal bisa meningkat hingga 80-120 ribu ton, atau peningkatan hingga 25 persen dari total produksi karet Indonesia per tahunnya.
“Teknologi pencampuran aspal dan karet sudah ada, tapi memang pasar dalam negeri belum terbuka. Masih perlu waktu dan diuji coba lebih lanjut, walau di beberapa kota sudah digunakan,”katanya kepada Liputan6.com, pada pembukaan International Plant Protection Workshop on Integrated Disease Management in Rubber Plantation, saat ditulis Kamis (2/8/2018).
Penggunaan karet untuk pembangunan aspal jalanan, tidak sampai dua kali lipat harganya. Hanya sekitar 15 persen jika dihitung per m2. Per m2 lebih mahal 15-20% tergantung lokasi. Tapi keawetannya bisa mencapai setidaknya bertambah 50 persen. Untuk per satuan luas per satuan waktunya, tetap bisa lebih murah. Beberapa kota sudah mencoba pembangunan aspal karet, seperti di Sukabumi, Jawa Barat (Jabar) dan Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan (Sumsel).
Dua daerah tersebut menjadi pilot project untuk kualitas aspal karet, yang bisa bertahan tiga kali lipat lebih kokoh dan tahan lama. Kualitas karet Indonesia juga tidak kalah bersaing dengan produsen karet negara lain, seperti Tiongkok dan Thailand.
Produksi karet di Sumsel juga masuk kategori cukup baik, karena harga karetnya bisa mencapai 80 persen dari Free On Board (FOB) karet. Meskipun harga karet saat ini menurun drastis dibandingkan 10 tahun lalu.
“Selain aspal karet, penggunaan bantalan karet di jembatan dan rubbel seal juga menjadi alternatif konsumsi karet lokal. Tapi masih butuh proses dan anggaran yang cukup tinggi,”katanya.
Alternatif Konsumsi Karet
Deputi II Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian, Musdalifah Machmud mengungkapkan, karet mentah menjadi penghasil terbesar kedua di Indonesia. Meskipun harganya rendah, tapi produksi dan eksportnya cukup tinggi.
Salah satu alternatif yang sempat dilirik yaitu industri ban lokal. Namun masih membutuhkan bahan baku ekspor hingga 60 persen.
“Industri ban paling cocok untuk peningkatan konsumsi karet lokal, tapi masih perlahan. Pembangunan infrastruktur aspal karet ini yang jadi alternatif terbaik,”ucapnya.
Alternatif lain yang bisa dilirik yaitu investasi pencampuran karet di dekat pelabuhan di beberapa provinsi di Indonesia. Namun butuh kajian dan riset lebih dalam.
Jika replanting karet berjalan lancar dan klone biji karet yang buruk diganti, kualitas dan kuantitas mungkin bisa meningkat seiring dengan harga yang tinggi.
Advertisement