Sukses

Sebagian Korban Gempa Lombok Memilih Bertahan di Tenda Darurat, Kenapa?

Sebagian warga Kecamatan Sembalun yang menjadi korban terdampak gempa Lombok mendirikan tenda-tenda darurat yang terbuat dari terpal dengan tiang bambu

Liputan6.com, Lombok Timur - Sebagian warga Kecamatan Sembalun yang menjadi korban terdampak gempa Lombok mendirikan tenda-tenda darurat yang terbuat dari terpal dengan tiang bambu. Sembalun - Pasca-gempa Lombok berkekuatan 6,4 skala Richter (SR), sebagian warga di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), masih enggan untuk kembali ke rumah. Mereka khawatir terjadi gempa susulan di wilayah itu.

"Masih takut kalau kita kembali, kondisi rumah juga sudah hancur. Kalaupun ke rumah paling lihat-lihat saja, mengambil barang-barang yang masih tersisa," ucap Inak Mustakran saat ditemui di lokasi pengungsian di Desa Sembalun Bumbung, Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok, Jumat (3/8/2018), dilansir Antara.

Inak menjelaskan, untuk tempat tinggal dan berteduh dari teriknya matahari dan dinginnya malam, Inak Mustakran dan keluarga bersama tetangganya korban terdampak gempa Lombok mendirikan tenda-tenda darurat yang terbuat dari terpal dan bambu sebagai tiang penyangganya. Lokasinya tidak jauh dari rumahnya.

Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan makan, minum sehari-hari, Inak dan keluarga hanya bergantung kepada bantuan yang disalurkan melalui pihak desa setempat dan sejumlah donatur yang memberikan secara langsung.

Hanya saja, yang masih kurang saat ini di lokasi pengungsian korban terdampak gempa Lombok, menurut Inak Mustakran, adalah perlengkapan bayi seperti popok (pamper) dan obat-obatan.

"Kalau bantuan ada. Cukuplah kalau untuk makan dan minum. Yang kurang ini perlengkapan bayi seperti popok (pamper) dan obat-obatan, karena sudah banyak yang sakit," ujarnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

2 dari 2 halaman

Takut Gempa Susulan

Inak Mustakran tidak tahu sampai kapan harus bertahan di tenda-tenda pengungsian. Sebab, selain masih takut terjadi gempa susulan, ia dan keluarga juga belum tahu tinggal di mana, sebab rumah satu-satunya yang iya tempati bersama keluarga sudah rata dengan tanah.

"Belum tahu kita kayak apa ini. Paling tetap tinggal di tenda aja, main kemana juga kan sudah enggak bisa," tuturnya dengan sedih.

Keengganan warga untuk kembali ke rumah ini juga dibenarkan Kepala Desa Sembalun Bumbung, Sunardi. Ia mengakui, jika saat ini warganya masih merasa trauma akibat gempa bumi 6,4 SR yang mengguncang wilayah itu pada Minggu pagi, 29 Juli 2018.

"Takut semua kalau kembali rumah. Lebih baik mereka tidur di pengungsian daripada balik ke rumah," katanya.

Menurut Sunardi, aparat desa tidak tahu harus sampai kapan warganya akan bertahan di posko-posko pengungsian. Pasalnya, sebagian besar warganya menjadi korban bencana gempa.

"Jumlah pengungsi di desa ini saja ada 8.426 jiwa dan rumah rusak, baik berat dan ringan ada puluhan. Melihat ini kita juga tidak tahu, warga bertahan di tenda-tenda pengungsian," kata Sunardi.