Liputan6.com, Bandung - Vitamin D diperlukan untuk mengobati tuberkulosis (TB). Dahulu, pasien TB sering diminta melakukan heliotherapy atau berjemur di bawah sinar matahari. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan produksi vitamin D.
Mungkin anggapan selama ini soal berjemur matahari hanya disarankan bagi pasien TB. Namun, konsultan alergi imunologi anak, Prof Dr Budi Setiabudiawan mengatakan, proses berjemur atau "vitamin sinar matahari" dapat mencegah serangan bakteri TB.
Kuman micobacterium tuberculosis sangat mudah menular melalui dorplet bersin atau dahak pasien. Untuk mencegah kuman TB masuk ke dalam tubuh, ada sel sistem imun. Hanya saja, kuman TB tetap bisa bertahan hidup dalam sel sistem imun yang seharusnya berfungsi mematikan kuman-kuman.
Advertisement
Baca Juga
Di sisi lain, ia menuturkan, kuman TB adalah bakteri yang tahan asam. "Jadi kalau ada kuman apa pun yang ditelan sel sistem imun di dalamnya akan yang dimatikan pertama adalah suasana asam dalam sel tersebut," kata Budi saat ditemui Liputan6.com belum lama ini.
Akan tetapi, kuman TB tidak akan mati karena sifatnya yang tahan asam. Untuk mematikan kuman TB diperlukan enzim yang dapat merusak dinding kuman. Namun, lagi-lagi kuman TB memiliki pertahanan yang sangat kuat.
Hal terakhir yang bisa menaklukkan kuman TB adalah zat oksidan. Untuk menghasilkan zat oksidan diperlukan vitamin D. Itulah alasan berjemur di bawah sinar matahari sangat diperlukan untuk tubuh kita.
"Dengan dikasih vitamin D sebenarnya bisa dilakukan sebagai pencegahan sebelum terjadi penyakit," tutur Budi.
Budi menambahkan, kalaupun sudah terkena penyakit TB, vitamin D yang berasal dari sinar matahari tetap dibutuhkan untuk menghasilkan zat oksidan yang diperlukan dalam pengobatan pasien tuberkulosis.
"Kalau sudah terjadi penyakit, selain obat anti-tuberkulosis (OAT) perlu didampingi vitamin D. Dengan berjemur, masa pengobatannya lebih pendek dan lebih efisien," ujar pria yang juga Direktur Kerja Sama dan Korporasi Akademik Universitas Padjadjaran itu.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Kasus Stunting Meningkat
Vitamin D diketahui merupakan vitamin larut lemak yang terdiri dari struktur molekul steroid. Kebutuhan vitamin D ini tidak sepenuhnya didapatkan dari makanan tetapi juga bisa disintesis oleh tubuh dengan bantuan paparan sinar matahari.
Budi menjelaskan, vitamin D memiliki banyak peran selain untuk nutrisi pertumbuhan anak. Vitamin ini dapat digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit autoimun, keganasan, dan infeksi. Salah satu infeksi adalah kuman yang diakibatkan tuberkulosis.
Budi mengatakan, dalam penelitiannya, terdapat hal mengejutkan yang terjadi pada ibu melahirkan dan kelahiran anak.
"Pada penelitian kami yang terbaru, untuk ibu hamil trimester pertama sampai melahirkan anaknya dan bahkan kini sudah 3-4 tahunan kami lakukan pemeriksaan vitamin D. Ternyata 90 persen semua golongan umur tersebut dalam keadaan defisiensi vitamin D," kata Budi.
Ia menjelaskan, defisiensi atau kekurangan vitamin D dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya gaya hidup yang berubah.
"Kalau dulu ada anak-anak sering olahraga di luar, sekarang indoor semua. Orang-orang juga kalau istirahat kebanyakan di kafe atau orangtua mengajak keluarganya main ke mal, tidak pernah ke alam terbuka," paparnya.
Sementara, kegiatan yang mempertemukan manusia dengan memanfaatkan sinar matahari jarang dilakukan. Hal ini cukup ironis mengingat Indonesia adalah negara yang diberi paparan sinar mentari hampir setahun lamanya.
"Bahkan dari penelitian kita, ibu hamil 90 persen lebih kekurangan vitamin D. Hal ini yang kemudian membuat wajar jika stunting (perlambatan pertumbuhan) pada anak meningkat," ucapnya.
Ihwal waktu berjemur, ia menyarankan agar anak-anak dan orangtua untuk menyisihkan waktu sejenak. Adapun waktu yang tepat untuk melaksanakannya adalah antara pukul 10.00 hingga 13.00.
"Tidak usah lama-lama, minimal 15 menit sehari," dia menandaskan.
Advertisement