Liputan6.com, Serang - Serang memiliki akar sejarah perkeretaapian yang kuat. Salah satu tonggaknya adalah Stasiun Karangantu yang berada di Kelurahan Banten, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Banten.
Menurut Dadan Rudiansyah, Executive Vice President PT KAI Daop I, saat ditemui di Stasiun Karangantu, Selasa, 7 Agustus 2018, dari abad 16 hingga 18 Banten identik dengan transportasi air. Tak aneh jika sejumlah kanal dibangun dan terhubung dengan Pelabuhan Karangantu.
"Stasiun Karangantu ini menjadi penghubung transportasi darat dan air," kata Dadan.
Advertisement
Memasuki abad ke 19 sampai 20 Masehi, sarana transportasi berpindah ke jalur darat. Salah satunya, dibukanya Jalan Raya Anyer-Panarukan oleh Daendels.
Saat itulah, kereta api menjadi pilihan utama masyarakat untuk perjalanan dan mengangkut segala kebutuhannya. Apalagi, kondisi Jalan Raya Anyer-Panarukan saat itu rusak.
Baca Juga
Di Stasiun Karangantu ini, PT KAI mencoba merawat kenangan sejarah. Pengobatan bagi masyarakat digelar dengan membuka Railclinic. Railclinic tak ubahnya klinik kesehatan biasa, tapi memanfaatkan gerbong kereta sebagai tempatnya.
Dadan menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan melalui Railclinic gratis. Petugas memanfaatkan sebuah rangkaian kereta api dengan empat gerbong.
"Empat gerbong itu terdiri dari dua gerbong kesehatan dan dua gerbong lain berfungsi sebagai perpustakaan dengan ribuan koleksi buku maupun e-book," kata Dadan.
Diharapkan keberadaan Railclinic itu bisa menjadi tambahan layanan kesehatan bagi masyarakat yang sulit terjangkau dengan kendaraan biasa.
Dalam gerbong kesehatan Railklinic ditugaskan dokter umum, dokter gigi, kebidanan, laboratorium, apoteker, hingga farmasi. Pelayanan yang diberikan adalah bantuan kesehatan bagi masyarakat di sekitar jalur rel kereta api.
"Karangantu kami pilih karena sudah melalui survei, Dinkes Kota dan Puskesmas. Dari survei itu disimpulkan butuh layanan kesehatan," kata Dadan.
Simak video pilihan berikut di bawah :
Rekam Jejak Karangantu
Jarak antara Stasiun Karangantu dengan Pelabuhan Karangantu sebenarnya hanya sekitar satu kilometer saja. Pelabuhan Karangantu pernah menjadi syahbandar cukup besar. Saat itu Pelabuhan Karangantu merupakan Jalur Sutra.
Gubernur Jendral Belanda Jan Pieterzoon Coen menorehkan catatannya bahwa ada enam kapal China yang membawa barang dengan nilai hingga 300 ribu real.
Ramainya Pelabuhan Karangantu tak lepas dari kejelian Sultan Banten Maulana Hasanudin. Pada era kepemimpinannya, pusat pemerintahan dipindahkan dari bagian hulu ke hilir Sungai Cibanten. Tujuannya untuk memudahkan hubungan dagang dengan pesisir Sumatera melalui Selat Sunda.
Kerajaan Banten pandai membaca situasi politik dan perdagangan di Asia Tenggara. Saat itu, pedagang dari mancanegara risau karena Malaka jatuh ke tangan Portugis.
Saat didirikan, para pedagang muslim tengah bermusuhan dengan Portugis. Mereka kemudian tak mau menjalin hubungan dagang dengan Malaka. Para pedagang yang berasal dari Arab, Persia, dan Gujarat, mengalihkan jalur perdagangan ke Selat Sunda.
Sejak itu, Karangantu jadi pusat perdagangan internasional yang disinggahi pedagang Asia, Afrika, dan Eropa. Hal itu dibuktikan dengan peninggalan keramik dari Tiongkok, Jepang, dan Belanda yang tersimpan rapi di Museum Banten.
Bandar Banten merupakan bandar internasional dan dikunjungi oleh pedagang-pedagang dari Arab, Persia, Gujarat, Birma, Tiongkok, Prancis, Inggris, dan Belanda. Sebagai pelabuhan kedua, Banten telah menjadi pelabuhan pengekspor beras dan lada.
Catatan lebih terperinci didapat dari Barbosa yang menyebutkan bahwa dari pelabuhan Banten, seribu bahar lada diekspor tiap tahunnya.
Selain sebagai pelabuhan, Karangantu juga berfungsi sebagai pasar untuk usaha meningkatkan jual beli barang dagangan, seperti tekstil dan keperluan sehari-hari lainnya.
Advertisement