Liputan6.com, Flores - Barisan rumah kayu yang awalnya berjumlah 33 itu sudah musnah. Rata menjadi abu akibat kebakaran hebat yang melanda kampung Megalitikum Gurusina, Senin, 13 Agustus 2018.
Musnahnya rumah itu, menandai hilangnya kisah-kisah para pendahulu yang terpatri di dinding kayu rumah-rumah eksotis itu. Dari 33 rumah adat, kini tinggal 6 rumah yang masih merawat tradisi para pendahulu.
Nury Sybli, pengajar dari Rumah Baca Akar menuturkan bahwa semua yang ada di dalam rumah adat di Gurusina, ikut musnah kecuali benda pusaka.
Advertisement
Baca Juga
"Pagi ini anak-anak tak sekolah, perempuan dan para orang tua juga hanya bisa menunggu bantuan dari luar," kata Nury kepada Liputan6.com, Selasa (14/8/2018) pagi.
Ditambahkan bahwa duka di Gurusina itu seperti melengkapi duka warga Lombok yang juga tengah berjuang mempertahankan dan meneruskan hidup mereka. Dibandingkan jumlah kerusakan rumah di Lombok, musnahnya 27 rumah kelihatan sangat kecil.
"Jangan dilihat jumlahnya. Dari 27 rumah itu menyimpan kisah, filosofi, sejarah dan cinta serta warisan para leluhur. Karena itu yang kita punya untuk Indonesia. Rumah di kampung Gurusina bukan sekadar angka," kata Nury.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Ijin Tetua Adat
Selasa pagi ini, warga Gurusina menggelar upacara Zezoapi. Ini adalah sebuah ritual tolak bala. Menurut Vero Ule yang akrab disapa Mama Elo, upacara Zezoapi bisa menunjukkan penyebab terjadinya kebakaran.
"Masyarakat Gurusina sangat pemaaf, semua sepakat tidak akan mencari siapa yang jadi penyebab menjalarnya api," kata Mama Elo.
Upacara Zezoapi yang digelar dimaksudkan untuk menolak datangnya malapetaka susulan. Upacara ini juga untuk menguatkan diri bahwa bencana, kemarahan harus ditolak agar tidak datang lagi.
"Kalau dulu, melalui upacara Zezoapi itu setelah diketahui penyebab kebakaran, warga menghukum si penyebab. Bahkan seringkali sampai lari keluar kampung. Tapi di Gurusina tidak. Kami semua sepakat untuk memaafkan," kata Mama Elo.
Upacara Zezoapi ini sedianya dilakukan ditengah-tengah kampung dengan memotong satu ekor kerbau. Setelah menggelar upacara Zezoapi pimpinan adat memberi ijin pada warga untuk tinggal sementara dimana atau mengungsi.
"Namun selama belum dilakukan upacara adat, warga tidak boleh keluar kampung, semalam semua tidur di tengah-tengah kampung mendirikan tenda seadanya," kata Mama Elo.
Nury Sybli yang bukan penduduk Flores itu berharap warga kampung Gurusina kuat bertahan, dan Sa’o kembali berdiri.
Simak video menarik pilihan berikut di bawah :
Advertisement