Semarang - Patung berbentuk kambing setinggi 50 sentimeter (cm) itu masih berdiri kukuh di sudut pertigaan Jl. Tentara Pelajar, Kota Semarang, Selasa (14/8/2018). Padahal di lokasi itu tak ada lagi pasar yang memperjualbelikan kambing.
Jika ada yang menjual kambing di sekitar kawasan itu, jumlahnya pun tak seberapa. Itu pun berdiri cukup jauh, sekitar 500 m ke barat dari patung berbentuk kambing yang mulai usang tersebut.
Yusuf Junaedi, warga setempat menyebutkan di belakang patung kambing itu dulunya memang merupakan pusat jual beli kambing di Semarang. Itu sebabnya dikenal dengan landmark Pasar Kambing.
Advertisement
Baca Juga
Meski pasar itu sudah tidak ada lagi karena telah berubah menjadi deretan bangunan rumah toko (ruko) sejak 1995 silam, nama Pasar Kambing hingga kini masih melekat sebagai identitas daerah tersebut.
"Sejak enggak ada lagi Pasar Kambing, para pedagang memilih jualan di pinggir jalan. Itu pun tidak lagi setiap hari. Cuma saat menjelang Hari Raya Kurban atau Idul Adha," kata Yusuf seperti ditulis solopos.com, Selasa (14/8/2018).
Yusuf tinggal RT 006/RW 001 Kampung Jomblang, Kelurahan Candisari, Kecamatan Candi, Kota Semarang, kawasan yang dikenal sebagai Pasar Kambing.
Menurutnya, ketiadaan Pasar Kambing akhirnya mengubah kehidupan masyarakat sekitar. Masyarakat Kampung Jomblang, dulunya banyak berjualan kambing. Kini banyak yang menjadi buruh serabutan, karyawan swasta, dan lain-lain.
"Tinggal tiga orang yang masih berprofesi sebagai pedagang kambing. Itu pun kambingnya kebanyakan ditaruh di gang-gang kampung depan rumah. Mereka juga jualan pas mendekati Idul Adha," kata Yusuf.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Simak berita menarik lainnya dari solopos.com di tautan berikut ini.
Â
Gang Kampung
Sementara itu, Dai seorang pedagang kambing di Jl. Tentara Pelajar yang juga warga Jomblang mengaku rindu dengan masa-masa kejayaan Pasar Kambing. Saat masa keemasan Pasar Kambing dirinya memiliki penghasilan tetap. Namun, setelah pasar itu ditutup dirinya pun beralih profesi menjadi buruh bangunan.
"Pasar Kambing itu dulu kali pertama buka sekitar tahun 70-an. Dulu pas ramai, penjualnya membeludak hingga ke jalan yang dekat dengan Pasar Peterongan, yang sekarang jadi Java Mall," kata Dai.
Dai mengaku sejak ditutup pada 1995, Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang tidak memberikan alokasi bagi pedagang kambing berjualan. Pemerintah bahkan melarang warga berjualan kambing setiap hari di pinggir jalan karena mengganggu lalu lintas.
Alhasil banyak pedagang yang memilih menjajakan dagangan secara terpencar, seperti di Jl. Soekarno-Hatta, Pamularsih, maupun kawasan Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT). Kondisi itu pun membuat para pembeli tak lagi menjadikan Pasar Kambing di Jl. Tentara Pelajar sebagai tujuan utama.
Saat menjelang Idul Adha, pendapatan para pedagang kambing di kawasan itu mulai surut. Dai mengaku, menjelang Idul Adha, ia hanya mampu meraup keuntungan sekitar Rp100.000,- / kambing.
"Sekarang kambing harganya mahal-mahal, antara Rp 2 juta - Rp 3,5 juta. Jadi susah jualannya," kata Dai.
Simak video menarik pilihan berikut di bawah :
Advertisement