Liputan6.com, Jayapura - Ini kisah pembelajaran toleransi. Sebuah kisah yang menghormati keberagaman. Selamat datang dalam arena Siswa Mengenal Nusantara (SMN). Arena yang berfungsi menjawab kabar-kabar intoleransi dan perpecahan.
Bulu badan Muhammad Yogi, siswa kelas XI SMK Negeri 2 Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh tiba-tiba berdiri, saat menyaksikan pelajar SMA Yayasan Pendidikan Persekolahan Katolik (YPPK) Taruna Dharma Kotaraja, Kota Jayapura dengan gemulai menarikan Tarian Bungong Jeumpa. Yogi tak pernah menyangka akan melihat tarian asal Aceh itu di Kota Jayapura, ibukota Provinsi Papua.
Decak kagum pun berlanjut, pada penyambutan dirinya bersama dengan 26 orang pelajar dari 23 kabupaten di Provinsi Aceh, saat berkunjung ke SMA YPPK Taruna Dharma dengan penyambutan Tarian Yosim Pancar.
Advertisement
Baca Juga
"Hari ini sangat berkesan untuk saya, sepanjang satu minggu berada di Papua. Bulu badan saya berdiri nih kak. Gak pernah nyangka, teman-teman di Papua pandai menarikan Bungong Jeumpa. Mungkin jika kami diminta menyanyi, suara kami tak semerdu teman-teman di sini," kata Yogi kepada Liputan6.com, Kamis (16/8/2018).
Perjalanan Yogi untuk mengenal nusantara tak mudah. Proses mengenal toleransi yang sesungguhnya hingga tiba di Papua tak mudah. Ia bersama ratusan anak lainnya harus mengikuti seleksi ketat, agar bisa terpilih menjadi peserta Siswa Mengenal Nusantara (SMN) 2018 yang merupakan program bertukar budaya bagi pelajar SMA se-Indonesia.
SMN diadakan oleh Kementerian BUMN beserta beberapa perusahaan BUMN, untuk menyambut Hari Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus.
Yogi bercerita, ia tak pernah menyangka akan tiba di Papua. Saat proses seleksi bersama dengan ratusan anak lainnya, Yogi hanya mengandalkan kemampuan diri sendiri dan doa dari kedua orangtuanya.
"Saat adu bakat pun, bakat yang saya miliki yakni bermain teater sudah lebih dulu dibawakan teman. Saya pasrah aja. Saya percaya diri sendiri dan memberikan yang terbaik saat itu. Mimpi terbesar saat proses seleksi adalah harus pergi ke Papua. Ini sesuatu yang wow untuk saya. Keberagaman yang indah," jelasnya.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Â
Khawatir Berita Miring
Selama tiga hari dalam proses seleksi, akhirnya nama Yogi diumumkan oleh pihak sekolah, untuk mewakili pelajar dari Kabupaten Aceh Barat dalam program SMN ke Papua.
Dalam prosesnya, hampir saja Yogi tak jadi berangkat ke Papua, karena kekhawatiran orangtuanya tentang isu Papua yang selalu dikaitkan dengan konflik, penembakan dan penyerangan.
"Orangtua sempat khawatir. Bagaimana di Papua? Jaminannya apa? Aman atau tidak? Semua pertanyaan isinya hanya kekhawatiran. Tapi, untung saja jaminan keamanan itu diberikan kepada sekolah dan pemerintah," ujarnya.
Akhirnya, setelah menempuh perjalanan 4 jam dari rumahnya dengan menumpangi bus travel, Yogi pun tiba di Banda Aceh, untuk berkumpul bersama 25 teman lainnya dari 23 kabupaten di seluruh Provinsi Aceh.Â
"Papua itu seperti surga yang jatuh ke bumi. Jadi, ada lagu soal Papua, ternyata ya benar bahwa Papua itu indah sekali," jelasnya.
Kekaguman Yogi pun makin menjadi. Ia tak menyangka akan bertemu banyak suku bangsa di Papua. Baru saja tiba di bandara terbesar di Papua itu, Yogi sudah menemukan hampir 99% suku bangsa yang ada di Indonesia dapat ditemui di Papua.
"Apalagi saat kami berada di hotel, ada yang dari Manado, Kalimantan, Jawa. Hampir semua suku ada di Papua ini. Mungkin kalau di Aceh hanya ada suku Jawa, itu pun tidak terlalu banyak," katanya.
Satu minggu di Papua, Yogi bersama 25 anak lainnya bekeliling melihat budaya, adat istiadat, dan kehidupan keseharian warga Papua.
Dalam perjalananya, pelajar yang rata-rata duduk di kelas XI ini pun bertemu warga di Kampung Asei yang terkenal dengan lukisan kulit kayu. Lalu berkunjung ke Mac Arthur, sebagai lokasi pendaratan sekutu pertama kalinya di Papua.
Peserta SMN juga di melihat dari dekat Telaga Cinta, berkunjung ke Museum Antropologi di Universitas Cenderawasih, lalu diundang menari oleh Wali Kota Jayapura, Benhur Tomi Mano dalam pameran pembangunan Kota Jayapura di GOR Waringin.
Tak hanya itu saja, peserta SMN juga diberikan pembekalan tentang kebangsaan di Rindam XVII/Cenderawasih, lalu melihat dari dekat distribusi BBM di TBBM Jayapura. Peserta SMN juga melihat dari dekat pendidikan di Papua. Salah satunya berkunjung ke SMA YPPK Taruna Dharma. Kemudian mengunjungi Museum Antropologi dan menghadiri acara bakar batu di SMA PGRI Waena.
Simak video menarik berikut di bawah:
Â
Advertisement
Tak Ada Diskriminasi, Disabilitas pun Oke
Peserta SMN lainnya, Silvi, siswa kelas XI SLB Negeri Pembina Aceh Tamyang, Provinsi Aceh sangat kagum dengan budaya di Papua. Silvi merupakan satu dari 3 orang siswa disabilitas yang ikut dalam rombongan.
"Saya senang. Tak bisa berkata apa-apa lagi. Hanya senang dan mengagumi Papua," kata Silvi.
Silvi mengaku tak merasa kesulitan dalam mengikuti program SMN. Ia pun terlihat antusias dalam mengenal budaya Papua .
"Siswa disabilitas ini terpilih karena berprestasi. Seperti Silvi misalnya ia juara satu lomba pembuatan keterampilan daur ulang di Solo pada 2017," kata Maryani, guru SLB Negeri Pembina Aceh Tamyang yang mendampingi 3 pelajar disabilitas di program SMN di Papua.
Bukan hanya diajak melihat budaya dan kebiasaan masyarakat Papua pada umumnya, peserta SMN 2018 juga memiliki orangtua angkat selama di Papua. Orangtua angkat itu terdiri dari berbagai macam suku dan agama yang telah lama tinggal di Papua.
Dalam prosesnya, setiap dua orang anak dari Aceh, tinggal bersama pada salah satu keluarga di Papua. Dengan begitu, pelajar di Aceh makin mengenal budaya di Papua, termasuk memiliki keluarga di Papua.Â
"Saya salut dengan toleransi dan keberagaman di Papua. Walaupun sebagian besar masyarakatnya nasrani, tapi di Jayapura juga banyak dijumpai masjid. Ini yang luar biasa," ucap Yogi yang memiliki orangtua asuh yang bekerja di Bank Papua dan beragama nasrani.
Â
Â
Mengubah Persepsi
Program Siswa Mengenal Nusantara 2018 diyakini membawa energi baru bagi Indonesia. Diharapkan dapat mengubah cara pandang masyarakat luar terhadap kehidupan di Papua yang selama ini selalu dikaitkan dengan konflik. Begitu pun dengan sebaliknya, masyarakat di Papua dapat terus belajar tentang kehidupan warga lain di luar Papua.
Nency Rumansior misalnya, pelajar kelas X SMA YPPK Taruna Dharma mengaku senang dengan kunjungan dari 26 pelajar Aceh. Selama menemani pelajar dari Aceh, ia banyak mendapatkan cerita soal budaya dan adat istiadat di Aceh. Nency pun mengaku bertukar pengalaman soal kehidupan dan budaya masyarakat di Papua.
"Ini pengalaman pertama saya di SMA. Termasuk seru dan tak membosankan. Hari ini, saya akhirnya punya mimpi ingin terbang ke Aceh," kata Nency.
Feri Irawan, guru teladan SMK Provinsi Aceh 2016 yang turut mendampingi 26 siswa dari Aceh mengaku salut dengan toleransi di Papua. Walaupun jaman serba digital, tetapi ia melihat bahwa toleransi dan budaya di Papua masih sangat kental, antara warga yang satu dengan yang lainnya.
Termasuk dengan kehidupan toleransi beragama dan keberagamannya. Walaupun papua didominasi oleh pemeluk agama nasrani, tetap Feri mengaku tak kesulitan untuk mendapatkan masjid di Papua.
Sebelum menginjakkan kaki di Bumi Cenderawasih, Feri pun masih was-was dengan kondisi keamanan di Papua, sebab selama ini yang ia ketahui, Provinsi Papua hanya dikenal dengan kondisi keamanan yang terus memanas, serta konflik lainnya.Â
Anggapan itu sirna. Ia melihat orang-orang dari beragam suku di Papua. Termasuk keindahan alamnya, sangat luar biasa. Papua itu lengkap, ada pantai, danau dan pegunungan. Perbedaannya dengan Aceh adalah terletak di tepian pantai untuk wilayah perkotaannya.
Feri yakin, 26 pelajar di Aceh yang saat ini ikut dalam program SMN dapat mengubah cara pandang tentang Papua kepada semua orang yang dijumpainya.
Dalam kunjungannya ke Kota Jayapura, para pelajar asal Aceh ini pun bertemu dengan Wali Kota Jayapura, Benhur Tomi Mano. Dalam pertemuan itu, Benhur menjelaskan tentang keharmonisan antar paguyuban nusantara dan toleransi beragama yang terjalin dengan baik.
"Saya ingin, jika peserta sudah kembali ke daerah asalnya, dapat menjadi corong bagi semua orang tentang kondisi Papua yang sebenarnya, sehingga merubah pandangan orang terhadap Papua yang identik dengan perang dan konflik lainnya," kata Benhur.
Â
Advertisement
Prestasi Bangsa
Untuk memperingati Kemerdekaan Indonesia ke-73 tahun, para pelajar SMA dari Provinsi Aceh juga ikut dalam upacara bendera yang dilaksanakan TBBM Dok VIII Jayapura.
Suasana pagi itu tak seperti pada tahun sebelumnya. Peserta dengan rapi berbaris berjajar di halaman TBBM yang biasa menjadi tempat parkir mobil tangki pengangkut BBM.
Gigih Prakoso Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko PT Pertamina (Persero) yang turut hadir dalam upacara di TBBM Pertamina MOR VIII menuturkan Pertamina sebagai National Energy Company dituntut untuk memberikan sumbangsih nyata bagi bangsa, berkesempatan untuk ikut andil dalam mendorong kemajuan negara secara langsung, yaitu dengan terus berinovasi untuk mencari solusi permasalahan energi nasional.
Salah satunya adalah program BBM satu harga yang sangat diapresiasi oleh pemerintah dan masyarakat, menjamin energi yang berkeadilan bagi seluruh masyarakat.
Dalam hal ketahanan energi nasional, Pertamina juga terus mengakselerasi proyek strategis yang diharapkan dapat menjaga pasokan energi dan mengurangi ketergantungan negara terhadap impor minyak.
Tema peringatan 73 tahun Kemerdekaan Indonesia yakni Kerja Kita, Prestasi Bangsa. Tema ini terinspirasi oleh dua aspek utama yang bersinergi yaitu energi dan kerja yang diharapkan dapat membangun semangat masyarakat Indonesia dalam bekerja bersama membangun negeri dan semangat untuk menjadi tuan rumah yang baik bagi dunia.