Sukses

Rupiah Bergejolak, Pengusaha Rotan Cirebon Untung atau Buntung?

Beberapa komponen dalam produksi rotan di Cirebon harus diimpor dari luar negeri.

Liputan6.com, Cirebon - Tertekannya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat juga berimbas positif kepada Rotan Cirebon. Industri kerajinan khas Indonesia itu mengaku mendapat untung dari naiknya nilai tukar rupiah terhadap dolar.

Salah satu pengusaha furnitur berbahan rotan di Cirebon Sumartja mengakui sejumlah industri rotan di Cirebon tengah merasa diuntungkan. Bahkan, tidak sedikit pengusaha rotan yang gencar mengekspor hasil kerajinan mereka ke luar negeri.

"Gambar gembira sebenarnya bukan di rotan Cirebon saja tapi industri yang skala usahanya ekspor," ujar dia, Kamis, 6 September 2018.

Namun, Sumartja mengaku imbas menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika tidak begitu signifikan. Beberapa komponen dalam produksi rotan yang dibeli pengusaha juga diimpor dari luar negeri.

Maka itu, dia menyampaikan gejolak nilai tukar rupiah tersebut tidak berdampak besar. "Karena ada pengeluaran yang meningkat juga," kata Sumarca di pabrik rotan miliknya di Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon.

Dia menyebutkan, terjadi peningkatan hingga 10 persen sejak nilai tukar rupiah terhadap dolar AS meningkat. Produksi furnitur Rotan Cirebon milik Sumartja mayoritas diekspor ke Eropa, seperti Jerman, Italia, dan Prancis.

Sebagian juga diekspor ke beberapa negara di Timur Tengah. Setiap bulan, perusahaannya mengirim lima hingga 10 kontainer ke luar negeri.

"Semisal harga satu kursi rotan itu 10 dolar, berarti ada peningkatan beberapa ribu," ucap dia.

Sumartja mengaku lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar tahun ini berbeda dengan 1997 dan 1998. Dia menjelaskan, lemahnya nilai tukar rupiah tahun ini tak terlalu signifikan, yakni dari sekitar Rp 13.000 hingga Rp 15.000.

Meski begitu, dia berharap fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat bisa segera stabil. Harapan tersebut seiring dengan upaya menjaga stabilitas ekonomi di Indonesia.

"Kalau 1997 dan 1998 itu dari angka sekitar Rp 2.200 hingga Rp 17.000, selisihnya jauh sekali. Waktu itu kami sangat menikmati sekali pendapatan yang signifikan tapi ada risikonya kalau tak stabil, karena kita kan pengerjaannya sesuai pesanan," kata dia.

Saksikan video pilihan berikut ini:Â