Solok - Seorang Kepala Sekolah (Kepsek) di salah satu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri di Kota Solok, Sumatera Barat (Sumbar) terjaring operasi tangkap tangan (OTT) jajaran Polres Solok Kota. Kepsek berinisial AH (57) diduga melakukan pungutan liar (pungli).
Dari tangan tersangka, petugas mengamankan barang bukti (BB) uang tunai sebesar Rp 219 juta lebih. Selain itu, polisi juga menyita buku rekening bank atas nama Komite Sekolah dan buku kas peminjaman uang.
Kapolres Solok kota, AKBP Dony Setiawan membenarkan informasi tersebut. Menurutnya, OTT dilakukan petugas pada Jumat, 24 Agustus 2018 lalu. Namun demi kepentingan penyelidikan, kasus tersebut baru diekpose ke awak media, Rabu, 5 September 2018.
Advertisement
Baca Juga
"Setelah diperiksa, total uang pungutannya lebih dari Rp 911 juta. Tapi, sebagian besar sudah digunakan tersangka untuk keperluan lain. Sisanya yang kami sita," kata AKBP Dony Setiawan menjawab JawaPos.com, Rabu malam.
Total jumlah pungli itu berasal dari 890 orang siswa kelas X, XI dan XII. Jumlah tersebut dibagi dua kategori. Sebanyak 660 orang siswa mampu dan 217 orang siswa kurang mampu.
Masing-masing siswa ekonomi mampu dibebankan biaya sebesar Rp 160 ribu/bulan dan siswa kurang mampu dibebankan iuran sebesar Rp 100 ribu/bulan. Dari pemeriksaan, iuran tersebut ternyata mengikat para siswa, terutama kelas XII.
Baca berita menarik JawaPos.com lainnya di sini.
Â
Ijazah Disandera
Bahkan, iuran pendidikan itu juga dijadikan syarat untuk mengikuti ujian nasional. "Kalau iuaran tidak dilunasi, AH akan menahan surat keterangan lulus dan ijazah siswa bersangkutan," kata Dony.
Menurut Dony, penangkapan tersangka bermula dari laporan sejumlah orangtua siswa yang merasa keberatan dengan iuran yang harus dibayarkan tanpa persetujuan wali murid. Hal itu dianggap tindakan pungli. Pihaknya lalu menyelidiki informasi tersebut. Hasilnya, Kepsek memang melakukan pungli.
Memuluskan aksi punglinya, Kepsek berdalih jika nominal iuran itu adalah hasil rapat komite. Padahal, rapat komite baru dilakukan pada Februari 2018, sedangkan iuran sudah diberlakukan sejak 2017.
"Hasil pemeriksaan, memang Kepsek yang membuat kebijakan pungutan pendidikan ini. Penggunaan hasil iuran itu juga harus seperintah Kepsek. Atas dasar itu, penyidik menetapkan AH sebagai tersangka," katanya.
Meski begitu, pihaknya belum menahan Kepsek SMK itu. "Tidak kita tahan, karena proses penyidikan panjang. Agar tidak dibatasi waktu penahanan," ucapnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement