Tabanan - Foto turis asing berpose di atas pelinggih (pura kecil) di Bali mendadak viral di media sosial. Foto yang pertama kali diunggah pemilik akun Instagram @Tony.Jarvi pada beberapa hari lalu ini menuai banyak kritik.
Anggota Badan Pemusyawaratan (BPD) Desa Wongaya Gede, Penebel, Tabanan, I Ketut Sucipta mengaku kecewa. Ia mengaku sudah mengecek kebenaran foto tersebut dan memastikan lokasi pengambilan foto berada di Beji Kauh, Pura Batukaru.
"Tepatnya disebut Pelinggih Pekiisan. Tempat itu biasanya digunakan oleh para karma subak yang ada di sekitar Pura Batukaru untuk mendem pakelem," ujar Sucipta.
Advertisement
Ketika dikonfirmasi ke petugas jaga, kata dia, tamu yang berasal dari Denmark tersebut memang tidak menggunakan guide. "Ia hanya datang bersama temannya sehingga tidak ada yang memberi pengertian kepadanya bahwa tidak diperbolehkan untuk duduk atau jongkok di pelinggih tersebut," ungkapnya.
Baca Juga
Sucipta mengaku sangat kecewa kepada pihak pengelola pariwisata Batukaru. Pasalnya, setiap hari ada 12 orang yang berjaga untuk mengawasi para tamu yang datang dengan gaji di atas UMK.
"Sejauh yang saya tahu gaji mereka di atas UMK. Lalu apa yang mereka lakukan sampai bisa terjadi seperti ini? Saya sebagai masyarakat, jujur saja sangat kecewa karena otomatis tempat itu leteh kan? Jadi dimana tanggung jawabnya?" ujarnya.
Setelah insiden itu, ia mengatakan akan ada upacara khusus untuk menghilangkan leteh akibat aksi nekat WNA tersebut.
"Mungkin nanti ada prosesi Bindu Piduka lagi, tapi itu harus ada paruman dulu. Saya harap kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi, ini sudah kedua kalinya setelah kejadian di Besakih, beberapa waktu lalu. Artinya kita harus tegas, dan tegakkan aturannya," tandasnya.
Simak juga berita menarik baliexpress.jawapos.com di sini.
Pesan Ketua PHDI
Di sisi lain, ketika dikonfirmasi, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali, Prof. Ngurah I Gusti Ngurah Sudiana mengimbau kepada masyarakat untuk lebih ketat dalam menjaga areal suci pura. Apalagi, kejadian tersebut sudah kedua kalinya.
"Kita juga salah, kita membuka semua akses tempat suci kita sebagai destinasi wisata. Padahal, seharusnya wisatawan tidak boleh masuk hingga areal inti atau suci pura. Boleh jika mereka ingin berkunjung. Tapi sebatas hingga jaba tengah saja! Jangan sampai mereka masuk ke areal suci kita," ujar Sudiana.
Sudiana menambahkan, jika areal pura tersebut kecil, pihak pengelola bisa membuat pagar pembatas di Pelinggih atau pura tersebut. Pengelola juga semestinya menolak mengizinkan tamu memasuki pelinggih tanpa guide lokal.
"Kejadian ini kan bule itu tidak membawa guide, jadi seharusnya tamu yang tidak membawa guide lokal tidak diperbolehkan masuk. Pengelola harus tegas soal aturan itu, ini sudah kedua kalinya kita tidak dihargai," ujrnya.
Menurutnya, aturan dan imbauan Parisda terkait destinasi wisata berupa pura sudah jelas, yakni mereka diharuskan menggunakan kamen ketika berkunjung, batas wilayah suci tidak boleh dilewati ataupun dimasuki mereka yang datang berkunjung, kecuali untuk sembahyang.
"Tapi kenyataannya masih banyak pengelola yang tidak taat aturan itu. Maka terjadilah hal ini," ungkapnya.
Di sisi lain, ia juga menyarankan para pengelola memasang CCTV di areal pura. "Pasang saja CCTV jadi kita bisa segera tahu bahwa mereka melakukan perbuatan yang salah,"Â ucapnya.
Terakhir, ia berharap pemerintah dan pihak terkait harus berani berkomitmen untuk mencari dan menjatuhkan sanksi kepada pelaku. "Apakah pemerintah dan kepolisian berani mengusut kasus ini hingga tuntas? Jika berani, maka itu akan jadi pembelajaran bagi WNA asing, agar tidak berani berulah lagi di sini," tuturnya menjelaskan.
Â
Simak juga video pilihan berikut ini:
Advertisement