Sukses

Perjuangan Ibu di Cilacap Lahirkan Bayi Jumbo Seberat 5,7 Kilogram

Saat lahir, bobot bayi jumbo di Cilacap ini layaknya bayi berusia dua bulan atau lebih, yakni 5,7 kilogram

Liputan6.com, Cilacap - Anis Murwati (29) masih tergolek di balik selimut warna oranye, Minggu sore, 16 September 2018. Sekitar tiga jam sebelumnya, ia baru melahirkan bayi jumbo berbobot 5,7 kilogram.

Bobot bayi yang luar biasa untuk ukuran Indonesia, bahkan dunia. Bayi dengan bobot lebih dari empat kilogram, disebut sebagai giant baby atau bayi raksasa.

Panjang bayi perempuan ini sebenarnya normal saja. Namun, bobotnya saat lahir memang lebih pantas disandang oleh bayi berusia dua bulan atau lebih. Bayi perempuan cantik ini lahir di atas ambang normal bayi-bayi di Indonesia.

Pipinya montok. Tangisnya juga keras dengan suara berat. Rambutnya hitam tebal, kontras dengan kulitnya yang putih kemerahan, pertanda si jabang bayi sehat.

Bayi jumbo ini lahir di Rumah Sakit Umum Duta Mulya, Majenang, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah sekitar pukul 12.20 WIB. Yang luar biasa, bayi sebesar ini dilahirkan dengan persalinan normal.

Padahal, untuk ukuran perempuan Indonesia, Anis bertubuh sedang, tak berkategori tinggi, pun tak termasuk mungil. Tingginya sekitar 155 sentimeter.

"Alhamdulillah," ucap Anis. Matanya, berbinar semringah.

Anis bercerita, sebelumnya, ia pun tak menyangka akan melahirkan bayi jumbo. Pasalnya, Tiara, kakak si jabang bayi yang belum diberi nama ini lahir dengan bobot normal, meski juga bisa dikatakan besar, yakni empat kilogram.

Sang kakak kini sudah berusia 3,4 tahun. Tiara pun tumbuh normal, sebagaimana lazimnya anak seusianya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 3 halaman

Kondisi Ibu Bayi Jumbo Selama Hamil

Saat terakhir memeriksakan kandungan ke bidan di desanya, Cibungur Kecamatan Wanareja, diperkirakan bayi yang dikandungnya sudah berbobot empat kilogram. Saat itu, kandungan sudah berusia delapan bulan.

"Saya disarankan untuk langsung bersalin di klinik atau rumah sakit kalau mau melahirkan. Karena katanya bayi saya besar," dia menerangkan.

Kondisi ini sebenarnya sudah dirasakan Anis sejak usia kehamilan tujuh bulan. Perutnya membesar luar biasa. Dia pun merasa kehamilan kali ini lebih berat dibanding kehamilan sebelumnya.

Sejak usia delapan bulan, Anis mengaku nyaris tak bisa beraktivitas lantaran beratnya kandungan. Namun, ia memaksakan diri untuk setidaknya berolahraga pada pagi hari dengan menyapu halaman atau sekadar jalan-jalan santai.

"Saya ingin melahirkan normal," dia berujar.

Minggu subuh, Anis merasakan kontraksi pertama. Sebagaimana lazimnya persalinan normal, biasanya antara bukaan pertama dengan waktu kelahiran berjangka cukup panjang, biasa berjam-jam bahkan lebih dari sehari. Karenanya, ia masih berusaha beraktivitas seperti biasa.

Sekitar pukul 10.00 WIB, durasi kontraksi semakin panjang dan intensitasnya meningkat. Ia merasa waktu persalinannya telah tiba. Maka, Anis dan suaminya, Asep Hardianto berkemas dan langsung berangkat ke rumah sakit.

 

3 dari 3 halaman

Upaya Tim Medis Bantu Persalinan Bayi Jumbo

Sekitar pukul 11.40 WIB, ia tiba di rumah sakit. Usai pemeriksaan awal, Anis pun langsung masuk kamar bersalin.

"Waktu masuk ternyata sudah bukaan delapan. Bayinya sudah kelihatan, dan besar sekali," ucap Direktur RSU Duta Mulya Majenang, Tatang Mulyana.

Petugas medis dan dokter yang bertugas pun berpikir keras. Sebab, persalinan bayi jumbo memang berisiko tinggi. Salah satunya, dystocia bahu, sebuah kondisi di mana kepala bayi sudah keluar, tetapi bagian bahu si bayi macet lantaran lebar di atas rata-rata.

Jika tak cepat ditangani, kondisi ini berbahaya, baik terhadap bayi maupun ibunya. "Kemungkinan terburuknya operasi sesar, bayi ditarik lagi ke rahim baru dikeluarkan," dia menerangkan.

Menurut Tatang, dengan bobot di atas rata-rata, paling aman bayi dilahirkan melalui operasi sesar. Namun, semuanya sudah terlambat. Petugas medis dan dokter berkejaran dengan waktu.

Sebab, risiko saat ketuban pecah pun besar. Bayi mesti secepatnya keluar dari rahim ibunya.

Tim hanya memiliki sedikit waktu untuk mengobservasi. Si ibu pun belum pernah di-USG sehingga tak mengatahui secara pasti bobot dan posisi bayi di dalam rahim.

"Waktu itu saya berpikir, sesar tidak, sesar tidak. Tapi bayinya sudah mau lahir. Tidak ada waktu. Ya sudah, kita berusaha yang terbaik dengan persalinan normal," ucapnya.

Akhirnya, setelah berjuang nyaris satu jam di antara hidup dan mati, sang ibu dan bayinya berhasil melewati proses persalinan normal dengan gemilang. Dokter dan tenaga medis pun lega. Mereka tinggal merawat ibu dan bayi pasca-kelahiran.

"Alhmadulillah, lahir dengan selamat. Ibu sehat, bayinya sehat," Tatang menandaskan.