Sukses

Siswa Miskin Lapor Dilarang Ujian karena Nunggak SPP, Wali Kota Solo Mengamuk

Wali Kota Solo FX Rudyatmo bahkan sampai menaruh uang pribadinya di hadapan kepala sekolah sebagai wujud kemarahannya.

Solo - Wali Kota Surakarta, FX Hadi Rudyatmo tiba di SMKN 6 pada Jumat pagi, 21 September 2018, pukul 08.40 dengan mobil dinasnya. Orang nomor 1 di Solo itu langsung mencari loket pembayaran SPP.

Oleh beberapa guru, dia diarahkan ke ruang kepala sekolah. Di sana sudah menunggu Kepala SMKN 6 Ties Setyaningsih dan Kepala Tata Usaha Slamet Hutomo. Di hadapan kedua pejabat sekolah itu, Rudy —sapaan akrab wali kota— langsung menyatakan ingin melunasi SPP siswa miskin atas nama Niwara Hayu Nindya.

"Anak ini ke kantor saya nangis-nangis, katanya dimarahi gurunya karena nunggak pembayaran. Kalau nggak bayar nggak bisa ikut ujian. Saya minta jangan begitu. Kalau memang ada anak yang tidak bisa bayar jangan anaknya yang dimarahi. Ngomong saya saja, saya ini bapaknya anak-anak Solo," kata wali kota dengan tatapan tajam.

Belum sempat mendapat tanggapan dari kepala sekolah, Rudy kembali menunjukkan kemarahannya lantaran disposisi yang ditandatanganinya tidak mendapat tanggapan pihak sekolah. Disposisi itu berisi penjelasan bahwa siswa yang bersangkutan masuk kategori keluarga miskin (gakin).

Untuk itu, wali kota meminta agar siswa tetap bisa mengikuti UTS yang akan diselenggarakan Senin depan. Persoalan pembayaran tunggakan SPP akan diselesaikan oleh wali kota.

"Sudah dikasih disposisi seperti itu malah tidak ditanggapi. Malah kemarin saya dengar sendiri Pak Slamet (Kepala TU) ngomong ke Mas Budiman (staf wali kota) dengan suara yang tidak enak. Lewat telepon bilang kalau mau bayaren ke sini, tak tunggu!" katanya.

Sikap itulah yang membuat Rudy jengkel. Orang dekat Presiden Joko Widodo ini menyadari SMA dan SMK kini di bawah pengelolaan pemerintah provinsi (pemprov). Namun sebagai kepala daerah yang memiliki tanggung jawab terhadap seluruh permasalahan warganya, Rudy berhak mengintervensi dan menyelesaikan persoalan yang ada di wilayahnya.

"Semua siswa ini anak-anak saya. Maka saya juga wajib mengurusi mereka. Kalau tanda tangan saya sudah tidak dianggap sedikit pun ya nggak apa-apa. Tetapi jangan sampai menyengsarakan anak-anak dari keluarga kurang mampu," ujarnya.

Rudy menyebut dirinya juga dari keluarga miskin sehingga sangat paham perasaan anak tersebut saat tidak bisa ujian karena tidak bisa bayar SPP. "Coba kalau panjenengan di posisi mereka, nangis pasti," ucapnya ketus.

Tak mau memperpanjang masalah, Wali Kota Solo langsung mengeluarkan uang dari saku kiri bajunya. Sembari menyerahkan uang sejumlah Rp 1.250.000, dia berujar jangan sampai kejadian serupa terulang.

Rudy mengaku beberapa kali sempat mendapat keluhan dari wali murid terkait kasus serupa di sekolah tersebut. Dia ingin keberpihakan terhadap masyarakat miskin terus dilakukan seluruh sekolah.

"Berapa kekurangannya? Satu juta dua ratus lima puluh kan, ini saya lunasi. Pokoknya saya lunasi, saya minta tanda bukti pembayaran. Ini uang saya pribadi, jadinya halal. Saya tidak pakai uang negara," katanya.

Baca berita menarik JawaPos.com lainnya di sini.

 

2 dari 2 halaman

Penjelasan Sekolah

Kepala sekolah dengan halus mencoba menolak dan memberikan penjelasan kepada wali kota. Namun, Rudy tak mau tahu dan tetap meletakkan uang tersebut di atas meja sembari meninggalkan ruangan.

"Kalau nggak mau menerima, malah nanti saya laporkan polisi karena menahan ijazah siswa miskin," katanya.

Kepedulian wali kota terhadap siswa miskin tidak hanya kali ini saja. Sudah ratusan siswa di Kota Solo yang tidak mampu membayar SPP akhirnya dilunasi wali kota dengan uang pribadi.

Di tempat yang sama, Kepala SMKN 6 Ties Setyaningsih menjelaskan apa yang terjadi hanya sebatas miskomunikasi. Siswa yang disebut wali kota adalah siswa kelas XII semester gasal.

Dia masih memiliki tanggungan biaya SPP selama 6 bulan periode 2017 sebesar Rp 1.250.000. Biaya itu dibebankan saat masa transisi pengelolaan SMA/SMK dari pemkot ke pemprov.

Pemprov sempat memberlakukan aturan seluruh siswa berstatus sebagai siswa reguler. Artinya tidak ada siswa kategori miskin yang dibebaskan dari seluruh biaya. Masa transisi tersebut digunakan pemprov untuk mendata ulang siswa miskin. Barulah pada Januari 2018, aturan siswa dari gakin kembali diberlakukan.

"Siswa yang disebut bapak wali kota itu sekarang sudah berstatus siswa gakin. SPP yang belum dibayar itu saat siswa tersebut masih berstatus reguler," katanya.

Soal disposisi wali kota, Ties kembali menyebut sebagai miskomunikasi. Dalam disposisi itu disebutkan sekolah diminta tidak menahan ijazah atas nama Niwara Hayu Nindya, padahal siswa tersebut masih duduk di kelas XII dan belum mengikuti ujian nasional. Karena terdapat kesalahan itulah, disposisi itu tidak ditanggapi.

"Saya kira ini miskomunikasi," katanya.

Saksikan video pilihan berikut ini: