Sukses

Ketar-ketir Pedagang Beras Banyumas di Tengah Kabar Impor

Jika beras impor didistribusikan saat ini justru akan merugikan pedagang dan petani

Liputan6.com, Banyumas - Gonjang-ganjing impor beras rupanya membuat ketar- ketir pedagang beras di Banyumas, Jawa Tengah. Sebab jika beras impor masuk, pemasaran beras lokal dianggap bakal makin seret. Apalagi stok beras dan gabah di tingkat pedagang masih berlimpah. Pun, di tingkat petani atau masyarakat umum.

Serapan beras di pasar lamban lantaran sebagian besar konsumen masih menyimpan gabah. Karenanya, hingga saat ini harga beras cenderung stagnan sejak panen raya Juli dan Agustus 2018 lalu.

Ketua Asosiasi Perberasan Banyumas (APB) Fathurahman mengatakan, harga yang tak kunjung naik ini adalah pertanda bahwa persediaan pangan masyarakat di eks-karesidenan Banyumas masih cukup.

Harga beras kualitas medium Rp 8.200 per kilogram dari penggilingan padi ke pedagang pasar. Oleh pedagang pasar, beras dijual dengan harga antara Rp 8.700 – Rp 9.500 per kilogram.

Harga beras yang stabil ini juga dipengaruhi oleh harga gabah kering panen yang masih rendah, di kisaran harga Rp 4.500 per kilogram. Adapun harga gabah kering giling (GKG) Rp 5.000 per kilogram.

"Harga gabah masih relatif stabil. Stagnan malahan," katanya, Senin, 24 September 2018.

Lantaran lambannya serapan, stok gabah di gudang pengusaha pun masih utuh. Pengusaha lebih banyak menerima beras dari pengusaha penggilingan padi untuk kemudian disalurkan ke pasaran.

Sebab itu, ia pun menolak jika beras impor didistribusikan saat ini. Impor beras justru akan menghancurkan harga yang relatif stabil ini. Pedagang yang memiliki stok gabah pun akan bertambah kesulitan menjual ke pasar.

"Oh, nggak (ikut menjual beras impor). Kita justru kena efek negatifnya. Dengan masuknya beras impor yang masuk ke pasar umum, sehingga serapan beras lokal ini tersendat," ucapnya.

Kondisi ini menurut dia akan bertahan hingga dua bulan ke depan. Sebab itu, jika beras impor didistribusikan saat ini justru merugikan pedagang dan petani.

2 dari 2 halaman

Perkiraan Harga Beras pada Awal Tahun 2019

Fathurahman memperkirakan, harga gabah dan beras akan naik di bulan Desember-Januari. Sebab, petani berada di tengah masa tanam.

Meski begitu, di berbagai daerah tetap ada petani di spot tertentu yang panen padi. Namun, jumlahnya tak terlampau signifikan.

Antara bulan Desember-Januari itulah petani akan menjual gabahnya. Harapan tentu bisa memperoleh harga tertinggi. Pengalaman tahun lalu, harga gabah antara Desember-Januari berada di kisaran Rp 6.000 per kilogram.

Adapun beras medium sampai ke konsumen kisaran harga Rp 11 ribu - Rp 12.500 per kilogram. Stok gabah yan menipis di tingkat petani dan pedagang serta merta menyebabkan harga melambung.

"Kalau mau mendistribusikan ya akhir tahun atau awal tahun 2019. Saat itu persediaan gabah memang sudah menipis karena permintaan tinggi," dia menerangkan.

Dia pun yakin persediaan gabah, khususnya di Banyumas masih cukup hingga panen raya masa tanam pertama 2019. Ia pun meminta agar distribusi beras impor benar-benar diawasi.

Sebab, tak jarang ditemui beras impor merembes ke pasaran. Akibatnya pun fatal, harga beras lokal langsung menurun.

"Rasa beras impornya sih nggak enak, hambar. Tapi merusak harga," katanya.

Dia menambahkan, pada Oktober-November 2018, petani di karesidenan Banyumas yang meliputi Kabupaten Banyumas, Banjarnegara, Cilacap dan Purbalingga sudah memulai musim tanam.

Wilayah Pemalang dan sejumlah wilayah Pantura justru sebulan lebih cepat. Pada September ini sebagian petani sudah mulai mengolah lahan dan mempersiapkan benih.

Diperkirakan, panen raya akan tiba pada Maret hingga April 2019. Saat itu, harga beras akan kembali turun usai sempat naik di Desember, Januari dan Februari.

Saksikan video pilihan berikut ini: