Liputan6.com, Banjarnegara - Ujaran pahlawan tanda jasa nampaknya pas benar disematkan kepada guru. Terlebih guru honorer. Tiap hari mencerdaskan siswa, nasib guru honorer seolah terlupakan.
Jangan bandingkan dengan guru PNS. Kini nasib mereka membaik. Gaji pokok, berbagai tunjangan dan tentu, sertifikasi.
Bahkan saking baiknya nasib guru PNS, ada ungkapan bahwa golongan ini telah menciptakan kelas baru. Tentu, tak semuanya benar. Ibarat pepatah Jawa, hidup adalah “Wang Sinawang”.
Advertisement
Makmur sentosanya PNS ini ternyata berbanding terbalik dengan guru honorer. Ini juga termasuk di Banjarnegara, Jawa Tengah.
Meski belasan tahun mengabdi, gaji guru honorer Banjarnegara tak lebih dari Rp 715 ribu. Kurang dari separuh Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang pada tahun 2018 ini ditetapkan sebesar Rp 1.490.000.
Baca Juga
Guru honorer golongan ini disebut sebagai guru Kategori 2 (K2). Sebutan yang kerap membuat guru honorer selalu harap-harap cemas ketika ada penjaringan CPNS. Mereka tentu berharap, dengan pengabdian belasan tahun jalan lempang tersedia di depan mata.
Salah satunya, Zahid Ahmadin. Guru honorer di sebuah SD di Banjarnegara ini telah 15 tahun mengabdi. Tak henti-henti ia menyuarakan harapannya agar secepatnya diangkat sebagai CPNS.
Kesamaan nasib membuatnya dipertemukan dengan Sujadi, Muhaimin dan Susmiati, dan 700-an guru honorer K2 lain Banjarnegara. Rabu, 26 September 2018, mereka berdemonstrasi di depan pendopo Kabupaten Banjarnegara.
Poster yang terbuat dari karton hingga spanduk kain berisi tunutan guru honorer dibentangkan. Bendera merah putih pun dikibarkan. Seolah mereka berpesan, meski kecewa, di dadanya tetap ada Indonesia.
Satu mobil bak terbuka mengiringi demonstrasi guru honorer ini. Di atasnya, secara bergantian mereka berorasi. Mereka menuntut agar Bupati Banjarnegara sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat mendegar aspirasi mereka.
Memendam Asa
Bukan kali ini saja para guru honorer berdemonstrasi. Mereka tak pernah berhenti menyuarakan aspirasi. Meski tuntutan tak kunjung terpenuhi, para guru honorer ini masih menyimpan asa bakal diangkat sebagai PNS.
"Sudah beberapa kali ikut demo, sebelumnya di Jakarta. Ya itu, cuma dijanjikan terus," kata Zahid.
Zahid menjelaskan, para tenaga honorer K2 ini menolak Peraturan Menpan RI Nomor 36 dan 37 Tahun 2018 terkait pembatasan usia, khususnya formasi tenaga honorer K2. Tuntutan ini serupa dengan demo guru honorer di berbagai wilayah berbeda.
Mereka menuntut pemerintah mempercepat revisi UU ASN Nomor 5 Tahun 2014 agar honorer K2 dapat diangkat menjadi PNS tanpa batasan usia maupun instansi. Alasannya mereka telah lama mengabdi di instansinya. Kenaikan harga-harga tak sebanding, dengan gaji guru honorer yang rendah. Itu pun, diterima tiap tiga bulan sekali atau dirapel.
Bagi Zahid gaji Rp 715 ribu tentu tak cukup mengingat ia merupakan tulang punggung keluarga. Jumlah ini terlampau kecil untuk memastikan dapur mengepul dan memastikan terpenuhinya kebutuhan keluarga.
Zahid bukan lah seorang pemalas. Ia mau saja bekerja sampingan untuk menambah penghasilan. Namun, beban seorang guru memang berat.
Seringkali, seusai mengajar setengah hari, ia masih membawa pekerjaan sekolah ke rumahnya. Sulit baginya untuk mencari celah waktu untuk mendapat penghasilan alternatif.
"Mengajar saja sudah setengah hari, sulit kalau mau ambil pekerjaan freelance," dia mengungkapkan.
Demonstrasi yang diwarnai isak tangis ini berakhir di gedung DPRD. Mereka ditemui oleh Ketua DPRD Banjarnegara, Nuryanto.
Menanggapi keluhan para guru honorer, Nuryanto berjanji bakal berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo, agar guru honorer K2 diangkat sebagai PNS melalui seleksi khusus dan dilaksanakan secara bertahap. Salah satu kriterianya adalah mempertimbangkan masa pengabdiannya.
"Kami mendukung apa yang diperjuangkan teman-teman," Nuryanto menegaskan.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement