Sukses

Api di Gunung Guntur dan Mitos Isyarat Turun Hujan

Minimnya sumber air akibat kemarau panjang, serta derasnya tiupan angin, menyebabkan sumber api dengan cepat menyebar di Gunung Guntur.

Liputan6.com, Garut - Kepulan asap tebal berwarna putih masih mengepul di kaki dan lereng Gunung, Guntur, Garut, Jawa Barat sejak Kamis sore. Puluhan petugas BKSDA dibantu warga terus berupaya memadamkan api. 

"Api mulai terdeteksi sekitar pukul setengah empat sore kemarin, sekarang kami masih fokus padamkam api," ujar Kepala Seksi BKSDA Wilayah V Garut, Purwantono, saat dikonfirmasi Liputan6.com, Jumat 28 September 2018.

Musim kemarau yang berlangsung lima bulan terakhir membuat tumbuhan dan rumput di padang ilalang kawasan Gunung Guntur, Garut kering menggaras. Ttal ayal tiupan angin dengan kondisi bebatuan panas sekitar gunung memantik sumber api.

"Tapi soal penyebabnya kami sendiri belum tahu pasti, demikian juga luasnya lahan yang terbakar kami belum tahu," ujar dia.

Berdasarkan pendataan awal, sumber api pertama kali berasal dari kawasan hutan Blok Legok Jambu dan Tapal Kuda, Desa Pananjung, Kecamaran Tarogong Kaler. "Di sana api ada beberapa titik," kata dia.

Namun minimnya sumber air akibat kemarau panjang, serta derasnya tiupan angin, menyebabkan sumber api dengan cepat menyebar, hingga menyulitkan pemadaman yang dilakukan petugas.

Bahkan dalam waktu singkat, kepulan asap bisa terlihat hingga Kecamatan Wanaraja di wilayah Garut Utara, yang berjarak puluhan kilometer dari pusat sumbe api. "Memang sumber api cukup besar," ujar dia.

Pola pemadan yang terbilang sederhana menggunakan kantong air dalam tas yang dipompa, serta ranting pohon basah, menyebabkan proses pemadaman berlangsung lama. "Belum lagi medan yang terjal ikut menyulitkan petugas kami," kata dia.

Hingga Jumat petang, kepulan asap masih terlihat memutih di beberapa titik kawasan Gunung Guntur, bahkan saat Kamis tadi (27/9/2018) malam, terlihat sumber api nampak merah membara, memanjang dari atas gunung hingga kawasan lereng gunung kedua tertinggi di Garut itu.

"Sebenarnya sumber api sudah muncul sejak pukul 09.00 pagi kemarin," ujar Dasep, (32), warga Kampung yang berada di sekitar dekat lokasi sumber api menambahkan.

Dasep menyatakan, dalam kurun satu bulan terakhir, tercatat tiga kebakaran melanda kawasan Gunung Guntur. "Tadi malam terlihat sekali lidah apinya," ujar dia yang terlihat beberapa kilo dari tempat tinggalnya.

Dia berharap proses pemadaman yang tengah dilakukan petugas dan masyarakat sekitar, segera membuahkan hasil. "Minimal sumber api berkurang jangan bertambah lagi," harap dia.

Pendakian Ditutup

Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan kata dia, terhitung sejak Jumat, jalur pendakian menuju Gunung Guntur, Garut resmi ditutup. "Efektifnya sejak tadi pagi hari ini, sampai waktu yang tidak ditentukan," ujar dia.

Dengan upaya itu, kekhawatiran terjadinya korban jiwa bisa diminimalkan. "Sebab titik apinya sudah sampai ke sekitaran pos 3 pendakian," kata dia.

Meskipun tidak menimbulkan korban jiwa, namun terbakarnya kawasan Gunung Guntur,rnyebabkan kerusakan ekologi di kawasan Gunung. "Soal nominalnya kami belum hitung, namun yang pasti kerusakan ekologi tidak terhindarkan," ujarnya.

 

2 dari 2 halaman

Mitos Awal Turun Hujan

Bagi cerita masyarakat Garut secara turun temurun, kebakaran hutan Gunung Guntur merupakan 'isyarat alam' mulai turunnya musim hujan. Tak mengherankan, terbakarnya Gunung Guntur, merupakan kabar gembira yang tertunda, akan datangnya hujan.

Saat ditanya mengenai mitos itu setelah kebakaran Gunung Guntur, ia enggan membeberkannya. Saat ini, lembaganya tengah fokus melaksanakan pemadaman api di wilayah yang terkenal tajam dan curam itu.

"Mitos masyarakat demikian (isyarat turun hujan) tapi kami tidak bisa mengatakan hal itu, mohon maaf," ujarnya.

Namun hal itu diamini Dasep. Sebab warga yang besar di kawasan dekat Gunung Guntur, ia menyatakan terjadinya kebakaran hutan kawasan Gunung Guntur, dipercaya bakal segera turun hujan.

"Saya juga informasi dari orang tua, kepercayaan masyarakat sejak dulu memang seperti itu (turun hujan)," kata dia.

Koko, salah satu warga Tarogong Kaler lainnya mengatakan, jika melihat fase turun hujan, seharusnya memasuki September sudah mulai turun hujan, namun akibat banyaknya pembangunan, fase itu tidak berlangsung lancar.

"Banyak disarang (istilah menahan hujan) kan lagi banyak proyek pembangunan," ujar dia, tanpa menyebutkan dari mana sumber itu berasal.

Untuk itu, ia bersyukur kebakaran yang tengah melanda gunung Guntur saat ini, sudah menunjukan 'kabar alam', akan datangnya hujan bagi masyarakat Garut.

"Lihat saja biasanya kalau gunung Guntur sudah kebakaran tidak lama lagi bakal hujan," katanya.

Saksikan video berikut pilihan ini: