Sukses

Jelang Musim Hujan, Warga Lereng Gunung Slamet Khawatir Banjir Bandang

Pada musim hujan 2017 lalu, Sungai Prukut dan empat Sungai lain yang berhulu di lereng Gunung Slamet banjir bandang serentak

Liputan6.com, Banyumas - Bagi sebagian besar wilayah, kemarau membawa kesulitan. Kekeringan dan krisis air bersih mewabah. Mereka pun menunggu datangnya awal musim hujan.

Pun, dengan masyarakat di Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Kemarau panjang menyebabkan kekeringan di berbagai wilayah. Itu termasuk di Desa Panembangan yang berada di lereng Gunung Slamet.

Seperti warga di desa lain yang berharap datangnya musim penghujan, warga Panembangan pun berharap agar rintik air segera turun dan kembali menghidupkan lahan-lahan pertanian yang tak terjangkau irigasi.

Tetapi, di sisi lain, warga pun bersyukur dengan datangnya musim kamarau. Pasalnya, air Sungai Prukut yang nyaris dua tahun tak bisa dimanfaatkan sebagai sumber air bersih berubah jernih seiring datangnya musim kering.

Lumpur, pasir dan material lain sisa ekplorasi proyek Pembangkit Listri Panas Bumi (PLTP) Baturraden yang membanjir di Sungai Prukut tak lagi terlihat. Ratusan warga pun kembali leluasa menggunakan air sungai yang berhulu di lereng selatan Gunung Slamet ini.

Ketua Paguyuban Air Bersih Desa Panembangan, Kartun mengatakan pada musim hujan yang lalu, air Sungai Prukut keruh lantaran aktivitas eksplorasi PLTP di lereng Gunung Slamet yang merupakan hulu Sungai Prukut dan sejumlah sungai lain di Cilongok.

Menurut dia, sedimentasi akibat pengerukan terbawa aliran sungai menyebabkan air keruh dan tak bisa dimanfaatkan oleh masyarakat yang menggantungkan sumber air bersih pada Sungai Prukut.

Pada kemarau ini aliran Sungai Prukut memang jernih. Tetapi, dia menduga, jernihnya Sungai Prukut selama lima bulan ini lebih disebabkan karena musim kemarau. Pada kemarau, sedimentasi dan material lain sisa eksplorasi tak terkikis dan masuk ke sungai.

“Beningnya karena tidak ada hujan. Tidak ada tanah yang terkikis air dan masuk ke sungai. Karena tidak ada hujan, Mas,” katanya, Senin, 1 Oktober 2018.

Yang lebih dikhawatirkan, musim penghujan mendatangkan banjir bandang seperti yang pernah terjadi setahun lalu. Saat itu, Sungai Prukut dan empat Sungai lain yang berhulu di lereng Gunung Slamet banjir serentak.

 

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Kompensasi untuk Dampak Eksplorasi PLTP Baturraden

Kekhawatiran warga ihwal kemungkinan bencana itu dimulai seiring informasi bahwa pelaksana proyek PLTP, PT SAE memindah lokasi pengeboran dari Wellpad H ke Wellpad F. Pasalnya, di sumur pertama, pelaksana proyek PLTP itu tan mendapati sumber panas bumi, seperti yang diinginkan.

“Warga khawatir dampaknya akan seperti tahun lalu,” ujarnya.

Dia pun khawatir, seiring datangnya musim hujan, Sungai Prukut kembali keruh dan tak lagi bisa dimanfaatkan. Bahkan, dalam kondisi ekstrem, ia khwatir banjir bandang bakal terjadi di Sungai Prukut, seperti yang terjadi setahun lalu.

Sebab, warga meyakini aktivitas eksplorasi juga memicu banjir. Pasalnya, saat banjir menghantam Cilongok dan sekitarnya, warga menemukan potongan kayu berbagai ukuran yang diyakini merupakan sisa penebangan pada proses eksplorasi PLTP.

“Justru yang saya khawatirkan itu, di musim hujan mendatang Mudah-mudahan tidak terjadi, kami pun berharap tidak terjadi apa-apa. Cuma yang namanya kejadian seperti itu, kami kan juga tidak tahu apa yang akan terjadi,” dia mengungkapkan.

Jika banjir kembali terjadi, ia memastikan sejumlah sektor ekonomi bakal lumpuh. Salah satunya, perikanan. Menurut dia ikan lebih rawan terserang penyakit dan mati lantaran air keruh.

Dampak keruhnya Sungai Prukut juga membuat sektor pertanian terganggu. Sawah misalnya, menjadi tak subur lantaran ‘top soil’ atau lapisan humusnya tertutup oleh sedimentasi pasir Sungai Prukut. Akibatnya, produktifitas pertanian menurun.

Kartun menjelaskan, PT SAE telah memberikan kompensasi kepada warga yang terdampak. Salah satunya penyediaan air bersih.

Kemudian, PT SAE juga memberikan ganti rugi bagi petambak ikan yang merugi akibat keruhnya Sungai Prukut. Namun, untuk petani yang sawahnya terdampak, PT SAE belum memberikan perhatian. Sebab, dampaknya tak terjadi seketika sehingga belum dilaporkan.

“Dampaknya tidak langsung terlihat. Jadi pelan baru kelihatan, tanaman padi jadi tidak subur,” dia mengungkapkan.

Dia berharap agar PT SAE memperbaiki tata laksana proyek PLTP agar dampak pengeboran tak sampai merusak alam dan merugikan masyarakat.

Dia pun menegaskan, warga tak menolak proyek PLTP. Yang mereka tolak adalah dampak negatif yang mesti ditanggung masyarakat, baik jangka pendek maupun jangka panjang.