Liputan6.com, Palu - Petang itu, 28 September 2018 lalu, nenek Asia (78 tahun), bertandang ke rumah anaknya yang tidak jauh dari rumahnya di Desa Ramba, Kecamatan Dolo Selatan, Kabupaten Sigi.
Asia hendak menengok cucu dan cicitnya. Sambil bermain dengan cucu dan cicitnya, Asia menyempatkan diri melipat pakaian bersih karena sebentar lagi beranjak malam.
"Sementara lipat pakaian, tiba-tiba tanah goyang," katanya mengisahkan.
Advertisement
Tenaga yang minim seiring dengan usia yang sudah lanjut, Asia tidak bisa lari menyelamatkan diri. Dirinya pun pasrah di tengah lipatan kain. Ia hanya berteriak memanggil cucu dan cicitnya, serta satu anaknya.
"Satu cucu saya bermain agak jauh dari saya. Tidak mampu lagi saya menolongnya," katanya dalam bahasa lokal, Kaili.
Baca Juga
Saat gempa mengguncang, seluruh dinding rumah roboh satu persatu. Tidak lama berselang atap pun ikut ambruk. Untungnya siku-siku kontruksi atap rumah anaknya itu kokoh sehingga tidak sampai menimpa Asia beserta cucunya dan cicitnya. Keempatnya dalam kondisi selamat meski anaknya mengalami luka-luka.
"Saat roboh, posisi atap rumah sudah mau sampai di kepala saya," katanya dengan terbata-bata.
Ketika itu, Asia dalam posisi duduk sehingga atap rumah tidak melukainya. Lagi pula rumah tidak memiliki plafon. Nenek yang diklaim tertua di kampung ini hanya mengalami luka ringan di bagian lutut.
"Sekarang saya agak sesak nafas dan dada saya sakit," katanya.
Menurut warga, nenek Asia bersama cucu, cicit, dan anaknya selamat setelah dievakuasi warga. Pertolongan terhadap mereka memakan waktu karena harus membongkar bagian-bagian rumah dan beton yang memerangkap keempatnya.
Tidak banyak yang mengenal Desa Ramba, Kecamatan Dolo Selatan, Kabupaten Sigi pascagempa 7,4 Skala Richter yang menerjang Kota Palu, Sigi, dan Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah, 28 September lalu.
Desa Ramba meski tidak menjadi korban likuifaksi, sekitar 80 persen rumah warga roboh, rata dengan tanah. Sebanyak 545 warga desa itu seluruhnya mengungsi.
Saksikan video pilihan berikut ini: