Sukses

Inspirasi Polisi Pasuruan Berdayakan Janda-Janda Tua

Keinginan polisi mengembangkan kerajinan keset ini berawal dari rasa empati yang muncul atas problem pengangguran dan kemiskinan di kampungnya. Janda-janda tua di Pasuruan pun berdaya.

Liputan6.com, Pasuruan - Eky Sukarno (35), bukan polisi biasa. Meskipun disibukan dengan tugas wajib, polisi berpangkat Bripka ini mampu memberdayakan para janda-janda tua dan warga miskin di kampungnya lewat usaha pembuatan kerajinan keset.

Bukan perkara mudah, cibiran pun sempat ia dapat saat awal merintis. Namun, kini puluhan karyawan sudah berhasil direkrutnya.

"Setiap hari, saya bertugas sebagai staf Bagren Polres Pasuruan. Tugasnya, adalah pendistribusian anggaran Polres Pasuruan," tutur polisi asal Desa Kemantren Rejo, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Pasuruan ini, Senin (15/10/2018).

Fungsi pengayom masyarakat dilakukan baik berseragam dinas ataupun tidak berseragam dinas. Waktu pagi hari sampai sore hari, dicurahkannya untuk Korps Bhayangkara. Tatkala pulang, ia mengabdikan dirinya kepada masyarakat. Dia menjadi pengangkat drajat ekonomi warga miskin dan para janda-janda tua di kampungnya.

“Ketika di rumah, saya menjalin hubungan dengan masyarakat, termasuk dengan pemberdayaan masyarakat,” kata Eky saat ditemui di Polres Pasuruan.

Polisi angkatan 2002 ini menekuni kerajinan keset berawal dari rasa empati yang muncul atas problem pengangguran dan kemiskinan di kampungnya.

Pengamatan Eky, rata-rata dari mereka mengandalkan mata pencaharian sebagai buruh tani. Penghasilan yang tak seberapa dan tak mesti didapatkan. Maklum, tidak setiap hari warga memperoleh panggilan untuk “mburuh”.

Dari keprihatinan itu, muncul tekad Eky untuk menyelamatkan warga dikampungnya dari keterpurukan ekonomi.

“Masuk pabrik sulit. Banyak warga di Rejoso, yang menganggur. Padahal, kebutuhan ekonomi bertambah. Sementara penghasilan mereka tak seberapa,” ucap suami dari Trialishartanti ini.

Impian itu terwujud setelah ia, bertemu dengan Nuli, kawan istrinya yang berpofesi sebagai pengerajin keset asal Desa Jatiarjo, Kecamatan Prigen.

Diliriknya usaha krajinan keset, lantaran bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat keset rajut, sangatlah mudah didapat.

“Bahannya dari limbah kain dan garmen. Mudah sekali bahan baku itu kami dapatkan,” ujarnya.

Setelah itu bukan perkara mudah. Puluhan kilo meter harus ditempuh Bripka Eky untuk belajar membuat keset di rumah kawan istrinya. Total selama lima hari ia pergi ke Prigen, untuk belajar. Ia belajar, setelah tugas di Polres selesai.

Begitu bisa, ia mencoba terapkan di rumah. “Saya sampai pulang larut malam, ketika harus belajar membuat keset di rumah teman istri saya di Prigen,” kenang bapak dua anak ini.

Awalnya, satu alat ia beli untuk memulai bisnis. Lambat laun, ia menambah alat sederhana untuk membuat keset.

“Begitu saya bisa, saya tularkan ke tetangga-tetangga. Tetangga yang mau membuat keset saya pinjami alat,” ungkap lelaki kelahiran 8 Desember 1983 tersebut.

Tak semulus yang direncanakan. Ada saja tetangga yang mengembalikan alat pinjamannya lantaran putus asa membuat keset. Lantaran tak mampu membuat keset sesuai pesanan.

“Sempat dicibir juga. Bilangnya, membuat keset itu sudah berat tidak ada uangnya lagi. Akhirnya banyak yang memilih untuk mengembalikan alat yang saya bagikan,” kisah Eky.

Cibiran itu sempat membuatnya kehilangan semangat. Namun ia tak patah arang. Ia pun mengubah strategi. Caranya, ia datangi satu persatu rumah warga yang benar benar membutuhkan pekerjaan ini. Sejak saat itu, warga yang ingin menjadi pengerajin keset semakin bertambah.

"Saat ini, saya punya 60 karyawan. Mereka rata-rata dari masyarakat miskin. Beberapa diantaranya, bahkan merupakan janda dan menghidupi anak yatim," urai Eky yang mengakunya saat masih sekolah dulu pernah jadi loper koran.

Setiap bulannya, ia bisa mendapatkan setoran hingga 450 kodi keset. Keset-keset itu, kemudian diserahkannya, ke Nuli, teman istrinya yang ada di Prigen itu. Kemudian, dijual kemabali di wilayah Solo, Makasar dan sejumlah wilayah di luar wilayah Pasuruan.

Harga keset yang dikreasikannya bersama warga binaannya, relatif murah. Hanya Rp 75 ribu untuk setiap kodinya. Omset yang bisa didapat, mencapai kisaran Rp 30 juta sebulan.

Eky mengaku senang bisa memberdayakan warga di kampungnya. Karena konsep hidup baginya, adalah bagaimana caranya untuk bisa bermanfaat bagi orang lain.

“Sebagian dari karyawan saya, tidak lagi menjadikan keset usaha sampingan. Tetapi ada yang sampai menjadikan usaha ini mata pencaharian utama,” tandasnya dengan bangga.

Video Terkini