Liputan6.com, Aceh Barat - Buah unik yang satu ini memiliki rasa yang sepat atau kelat, namun ada sensasi manis yang khas ketika menyentuh ujung lidah. Buah ini memiliki kulit yang bersisik dengan warna hijau yang dominan, namun agak kekuning-kuningan. Rata-rata buah ini berdiamater 40 hingga 50 mm.
Ia cukup nikmat dijadikan manisan atau menjadi pelengkap rujak. Selain itu, juga maknyoss jika dicampur dengan patarana atau pliek u, sejenis bumbu khas Aceh yang dibuat dari kelapa.
Buah unik yang memiliki nama ilmiah metroxylon sagu ini di Aceh dikenal dengan nama boh meuria atau buah rumbia dalam bahasa Indonesia-nya. Di negri berjuluk Seramoe Mekkah itu, ia juga disebut 'Salak Aceh'. Dulu, boh meuria sering menjadi 'buah tangan' bagi para pelancong.
Advertisement
Kendati dikenal cukup luas, namun tidak mudah menemukan buah jenis ini di Aceh. Boh meuria lebih banyak ditemukan di Kabupaten Aceh Barat. Tepatnya di Desa Peuribu, Kecamatan Arongan Lambalek.
Tumbuhan yang masuk dalam suku palmae atau palem ini memang cocok dengan geografis rawa-rawa berair sungai dan bancah yang ada di kecamatan itu. Sayangnya, di tempat itu, keberadaan boh meuria juga semakin langka.
Ketika berkunjung ke Keudee Peuribu atau pusat keramaian yang juga terdapat deretan lapak buah di desa itu, Rabu (24/10/2018), Liputan6.com hanya menemukan beberapa pedagang saja yang menyediakan buah unik ini.
Di rak buah-buahan tak ditemukan ada boh meuria. Ia ditaruh di tempat khusus, misalnya timba atau ember. Kebanyakan dari buah-buah itu direndam dalam air garam atau air asin.
Buah-buah tersebut dijual dengan harga yang bervariasi. Satu kilonya dihargai Rp 25 hingga 30 ribu. Boh meuria yang sudah diasinkan dihargai Rp 5 sampai 10 ribu per tiga buah. Tergantung memiliki biji ataupun tidak. Yang berbiji dihargai lebih mahal, karena rasanya lebih manis.
Boh meuria berbiji dijual lebih mahal karena ia tergolong khusus. "Dari 1000 buah boh meuria yang ada di satu pohon, yang berbiji hanya ada 100," demikian para pedagang itu menjelaskan perbandingan boh meuria yang memiliki dan tidak memiliki biji.
Â
Â
Sangat Berkhasiat
Kepala Desa Peuribu, Amiruddin (43), mengakui kelangkaan boh meuria di desanya. Menurutnya, tumbuhan monocarpic (berbunga dan berbuah sekali) ini berbuah dan tumbuh subur sebelum gempa dan tsunami melanda Aceh 2004 silam.
"Saat ini susah. Sudah jarang berbuah. Sudah jarang ditemukan. Yang menjual langka. Hanya ada beberapa saja. Entah kenapa. Apa mungkin kontur tanah yang berubah atau ada penyebab lain," ujar Amir, Rabu (24/10/2018).
Ia sudah menanyakan perihal kelangkaan boh meuria tersebut ke dinas perkebunan setempat pada 2014 lalu. Saat itu, Amir hendak melestarikan keberadaan buah yang menjadi ikon wisata kuliner di Aceh Barat.
"Namun, tidak ada jawaban. Ya, mereka mengaku tidak ada yang ahli tentang buah itu," kata pria yang juga Panglima Laôt (struktur adat di kalangan masyarakat nelayan) Aceh Barat itu.
Kendati menjadi ikon wisata kuliner di Kabupaten Aceh Barat, namun tidak ada kajian khusus mengenai buah dari pohon penghasil sagu yang tumbuh secara alami itu.
Â
Â
Advertisement
Kaya Manfaat
Boh meuria mengandung banyak nutrisi, seperti zat besi, serat, kalsium, tiamin, karoten dan juga asam askorbat. Karena itu, dipercaya memiliki sejumlah manfaat bagi kesehatan.
Kandungan karbohidrat dan asam askorbat serta beberapa senyawa organik yang ada di dalamnya baik dikonsumsi untuk meningkatkan daya tahan otot.
Buah ini mengandung kalsium yang baik untuk meningkatkan kepadatan tulang dan tulang gigi serta mencegah berbagai penyakit tulang seperti osteoporosis.
Boh meuria juga baik untuk mengatasi diare, kembung, buang air besar berdarah dan muntah. Selain itu, buah ini tidak cepat meningkatkan kadar gula glukosa dalam darah. Karena itu, aman di konsumsi bagi penderita diabetes.
Sebagai tambahan, dulu, biji boh meuria yang keras dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk membuat mainan tradisional, yaitu gasing oleh anak-anak di Aceh. Selain itu, biji boh meuria sering dijadikan cincin atau liontin.
Simak juga video pilihan berikut ini: