Sukses

Terdakwa Pengeroyok Haringga Dituntut Hingga Lima Tahun Penjara

Kepala seksi pidana umum Kejaksaan Negeri Bandung, Agus Khausal Alam mengatakan, ancaman hukuman penjara itu diberlakukan setengah dari hukuman sebenarnya karena mengikuti sistem peradilan pidana anak Undang - undang Nomor 11 tahun 2012.

Liputan6.com, Bandung - Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Bandung menuntut lima terdakwa dugaan pengeroyokan suporter Persija, Haringga Sirla, masing masing 5 tahun penjara untuk anak S dan anak AR, anak T dituntut 4 tahun, anak AS 3,5 tahun dan anak M dituntut 3 tahun penjara.

Menurut Kepala seksi pidana umum Kejaksaan Negeri Bandung, Agus Khausal Alam mengatakan, ancaman hukuman penjara itu diberlakukan setengah dari hukuman sebenarnya karena mengikuti sistem peradilan pidana anak Undang - undang Nomor 11 tahun 2012.

Agus mengatakan, berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan yaitu keterangan para saksi, keterangan terdakwa, bukti surat, dan petunjuk setelah laporan, kelima terdakwa telah memenuhi unsur pidana.

"Untuk hal-hal yang memberatkan tentunya dari anak-anak ini ada yang melakukan penendangan dan penginjakan terhadap kepala berdasarkan visum yang menyatakan yang menyebabkan meninggal dunia korban itu patah tulang dan rusaknya otak," kata Agus di Pengadilan Negeri, Bandung, Jumat, 2 November 2018.

Kuasa hukum lima terdakwa, Dadang Sukmawijaya menyayangkan tuntutan jaksa terhadap kelima terdakwa pengeroyok Haringga Sirla. Seharusnya materi tuntutan mengacu dari sistem peradilan anak yang menyebutkan hukuman penjara adalah alternatif terakhir.

Dadang menambahkan, JPU tidak mengikuti rekomendasi hasil penelitian dari Badan Pemasyarakatan (Bapas) Bandung soal penanganan tindak pidana terdakwa dibawah umur yang wajib diikuti dalam membuat materi tuntutan. Tak hanya JPU, hakim yang menyidangkan perkara tersebut harus mengikuti rekomendasi serupa.

"Rekomendasi dari bapas itu salah satunya pidana syarat, salah satunya pidana syarat itu yang tercantum dalam ketentuan ayat 60 dan 4 wajib. Jadi sistem peradilan anak itu tidak hanya hakim, jaksa, tidak hanya penyidik, tidak hanya bapas. Termasuk penasehat hukum," kata Dadang.

Dadang menjelaskan, pasal 60 sistem peradilan pidana anak, menjelaskan bahwa anak itu harus diarahkan ke hukuman pidana bersyarat. Hal itu harus dijadikan pertimbangan JPU, karena di sisi lain seluruh anak yang kini menjadi tersangka, statusnya masih bersekolah dan itu hak dasar setiap orang yang tidak boleh dilanggar.

Atas dasar itu tutur Dadang, JPU dinilai sudah melanggar pasal 60 yang seharusnya dijadikan alasan dan pertimbangan dalam materi tuntutan. Dadang pun akan meyakinkan hakim tidak mengabulkan tuntutan dari JPU.

"Kita lihat data proses pembelaan yang nanti akan kita sampaikan pada hari Senin. Kita perjuangkan anak itu, semoga anak itu tidak dihukum. Kemudian kita yakinkan ke hakim bahwa anak itu posisinya hanya sebatas emosi massa bukan tujuan utama dia melakukan pengeroyokan (Haringga) itu," ujar Dadang.

Saksikan video pilihan berikut ini: