Sukses

Ketika Tradisi Pernikahan 'Bajapuik' di Pariaman Perlahan Menghilang

Selain mengupayakan peran serta lembaga tokoh adat setempat, penyelamatan tradisi pernikahan bajapuik juga bisa dilakukan melalui model perlindungan budaya daerah yang digagas oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setempat.

Liputan6.com, Pariaman - Pemerintah Kota Pariaman, Sumatera Barat (Sumbar), mengupayakan melindungi tradisi pernikahan "Bajapuik" atau prosesi menjemput pengantin laki-laki oleh pihak perempuan dengan menggunakan sejumlah uang di daerah itu.

"Pernikahan bajapuik merupakan suatu kearifan lokal di Pariaman yang perlu dijaga dan dilindungi di tengah kemajuan zaman saat ini," kata Sekretaris Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Kota Pariaman, Priyaldi di Pariaman, Selasa (20/11/2018).

Ia mengatakan salah satu cara untuk melindungi pernikahan bajapuik yaitu membuat semacam regulasi daerah yang jelas seperti memberdayakan lembaga-lembaga "Niniak Mamak" atau tokoh adat suku Minangkabau.

Dilansir Antara, pihaknya menilai apabila hal tersebut tidak dilakukan, maka tradisi pernikahan bajapuik yang sudah ada sejak dahulu kala di tengah masyarakat Pariaman akan hilang oleh kemajuan zaman.

Selain mengupayakan peran serta lembaga tokoh adat setempat, penyelamatan tradisi pernikahan bajapuik juga bisa dilakukan melalui model perlindungan budaya daerah yang digagas oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setempat.

"Hal itu diperkuat dengan peraturan presiden tentang penguatan kebudayaan daerah, termasuk di dalamnya sistem pernikahan di Pariaman," ujar dia.

Selain itu katanya, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 52 tahun 2014 juga memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah dalam melindungi adat dan istiadat masyarakat.

Kemudian hal tersebut juga tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) provinsi Sumbar nomor 6 tahun 2014 yang memerintahkan kabupaten dan kota untuk menganggarkan terkait perlindungan nilai dan adat budaya masyarakat.

Hal itu lanjut dia, bisa menjelaskan proses dari awal seperti "Maresek" hingga malam "Bacapiang" terkait sistem pernikahan di kota berjuluk Tabuik tersebut.

"Mengacu kepada beberapa peraturan tersebut, maka tradisi perkawinan bajapuik di Pariaman memiliki nilai-nilai adat dan budaya karena muncul atas kesepakatan kedua belah pihak," ujarnya.

2 dari 2 halaman

Galau Penetapan Jumlah Uang

Meskipun demikian pihaknya menilai persoalan pernikahan bajapuik belum bisa seutuhnya diatur dalam Perda apabila pemerintah Kota Pariaman mengacu ke hal tersebut.

Beberapa poin pokok yang bisa menimbulkan pergesekan seperti penetapan jumlah atau pun sanksi apabila ditemukan pelanggaran di dalam prosesnya.

"Pernikahan bajapuik perlu dilindungi, salah satunya mengantisipasi adanya proses komersial laki-laki, atau batalnya proses pernikahan akibat uang jemputan serta ego tokoh adat," ujarnya.

Sementara itu Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Pariaman Mulyadi mengatakan tradisi perkawinan bajapuik perlu dilindungi, hal tersebut untuk menjaga dan melindungi nilai-nilai kearifan lokal.

"Menurut saya hal itu perlu dilindungi melalui aturan yang jelas, namun hanya mengacu kepada tradisi bukan masalah uang jemputannya," kata dia.

Selain itu lanjut dia, di Pariaman tradisi pernikahan bajapuik sudah memiliki beragam istilah seperti "uang hilang" atau "uang dapua". Hal tersebut perlu diluruskan agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda.

Terkait penetapan jumlah uang dalam tradisi pernikahan bajapuik, apabila disusun dalam Perda, maka setidaknya bisa mengatur jumlah minimal dan batas paling tinggi, katanya.

"Tujuannya untuk melindungi masyarakat terutama kaum perempuan yang berada pada garis ekonomi lemah sehingga tidak tertekan dengan jumlah uang jemputan saat akan menikah," ujarnya.

Menurutnya saat ini sebagian kecil masyarakat di daerah itu mulai meninggalkan tradisi perkawinan bajapuik karena menganggap bukan menjadi sebuah syarat pernikahan.

Saksikan video pilihan berikut ini: