Liputan6.com, Wakatobi - Seekor paus sperma jenis kepala kotak (Physeter macrosepalus) ditemukan mati di Perairan Pulau Kapota, Kabupaten Wakatobi, Minggu (18/11/2018) sekitar pukul 16.00 Wita. Hingga Selasa (20/11/2018) belum ada rilis resmi dari pihak BKSDA Sultra dan World Wide Fund For Nature (WWF) soal penyebab utama paus sepanjang 9,5 meter itu ditemukan sudah menjadi bangkai.
Alasannya, sejumlah nelayan ternyata sudah berada di lokasi kejadian saat paus selebar 1,85 meter itu ditinjau langsung mahasiswa dan dosen Akademi Kelautan Wakatobi, sehari setelah kejadian.
Menurut informasi, bagian-bagian tubuh paus juga sudah dibedah dengan menggunakan barang tajam.
Advertisement
Baca Juga
"Ada lima orang. Dua di perahu, tiga orang turun di samping paus, sambil mencari cari sesuatu," ujar Dosen sekolah kelautan Wakatobi, Muhammad Irpan Tassakka.
Saat didekati rombongan mahasiswa, ketiga orang nelayan itu ternyata sudah membongkar bagian perut paus dan merobek bagian tubuh lainnya. Ternyata, kelimanya berburu harta karun dari dalam tubuh bangkai paus.
"Mereka ternyata mencari bongkahan berupa muntahan paus, katanya ada di dalam lambung. Jadi, mereka aduk-aduk isi perutnya," ujar Irpan Tassakka.
Sejumlah nelayan menyebut bentuk muntahan paus seperti batu apung dengan warna dan corak abu-abu dengan warna dominan kuning kecokelatan. Muntahan paus yang disebut ambergris ini menjadi barang paling diburu jika ada paus yang terdampar.
"Kita tahunya dari cerita orang, kalau muntahan paus itu dihargai mahal hingga ratusan juta. Jadi kalau dapat, bisa kaya mendadak kita," ujar La Balasi, nelayan asal Wanci, Kabupaten Wakatobi.
Dari informasi yang berhasil dihimpun, ternyata belum ada seorang nelayan pun di Wakatobi yang berhasil menemukan muntahan paus. Namun, kabar soal muntahan paus yang berharga hingga ratusan juta setiap kilogram ini sudah tersiar dari mulut ke mulut.
Paus Sudah Dipotong dan Dikuburkan
Bangkai paus sperma di Wakatobi sudah membusuk sejak ditemukan Minggu (18/11/2018). Ternyata, setelah ditemukan, bangkai paus yang sudah mulai membusuk langsung dipotong-potong oleh warga.
Bangkai paus kemudian diseret di Pantai Kapota Utara, Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, dengan menggunakan tali yang diikat di perahu. Paus yang sempat terseret arus hingga ke pantai, dikuburkan pada Selasa (20/11/2018).
"Sebagian sudah dipotong-potong dan dagingnya tidak diambil. Sepertinya ada yang dicari, malah saat ini tinggal tulangnya saja dan sedikit daging," ujar Isnan, salah seorang warga.
Sementara itu, pihak WWF melalui Kartika Sumolang mengatakan tulang bangkai paus akan digunakan oleh Sekolah Kelautan Wakatobi untuk dijadikan spesimen. Namun, tulang ini perlu dikuburkan selama beberapa lama.
"Mungkin sebulan atau lebih ya," katanya.
Terkait dugaan kematian paus akibat sampah plastik, pihak WWF belum menyimpukan secara langsung. Sebab, WWF tidak turun langsung dan tidak mendapat informasi detail.
"Sehingga kami tidak mengetahui secara pasti titik persebaran sampah tersebut di saluran pencernaannya dan bagaimana kondisinya, apakah menyumbat, menginfeksi, dan lain sebagianya," ujar ahli paus WWF Indonesia, drh Dwi Suprapti.
Dwi melanjutkan, beberapa kasus mekanisme tubuh mahluk hidup dapat mengeluarkan benda asing secara natural. Dengan pengecualian, jumlahnya tidak banyak, tidak menyumbat saluran pencernaan serta tidak menginfeksi atau bahkan meracuni tubuh.
"Namun, yang pasti saat ditemukan, dalam perut paus ada sampah seberat 5,9 kilogram. Namun, itu bukan penyebab utama," pungkasnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement