Sukses

Hikayat Mbah Kromo dan Durian Berkaki Tiga di Banyumas

Durian Kromo sebenarnya adalah nama yang disematkan kepada penemunya, Haji Saiman Nursoim yang lebih dikenal dengan Mbah Kromo.

Liputan6.com, Banyumas - Bicara durian lokal Banyumas, sepertinya orang tak lupa menyebut durian Bawor, durian lokal Banyumas yang kini berada di puncak popularitas.

Akan tetapi, anehnya, satu-satunya durian yang telah tersertifikasi dari Banyumas bukan lah durian Bawor yang namanya melambung, melainkan durian Kromo, yang namanya lebih samar terdengar.

Tentu ada alasan kenapa durian Kromo sudah tersertifikasi, sedangkan lainnya, seperti durian Cani maupun durian Bawor belum tersertifikasi.

Durian Kromo sebenarnya adalah nama yang disematkan kepada penemunya, Haji Saiman Nursoim yang lebih dikenal dengan Mbah Kromo. Konon, ia menemukan pohon durian di pekarangannya di Desa Karangsalam Kecamatan Kemranjen, Banyumas, 1985 lalu.

Durian ini berbeda dari varietas durian lokal lainnya. Buahnya cukup besar, tebal, dengan rasa yang lebih enak.

Lantas, mulai 1990-an, ia mulai mengembangkan durian yang berasal dari indukan utama. Lantas, lahirlah bibit-bibit durian unggul dengan nama durian Kromo.

"Yang sudah tersertifikasi adalah durian Kromo. Kalau durian Bawor belum," kata Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Ketahanan Pangan Banyumas, Widiarso, Jumat, 24 November 2018.

Durian Kromo telah diakui sebagai plasma nutfah asli Banyumas. Ia bersanding sepadan dengan durian Montong, yang berasal dari Thailand, meski konon, berinduk di Indonesia.

Di luar durian Kromo, di Banyumas berkembang pula varietas lain seperti durian Cani, sunan, Sitokong dan Petruk. Varitas Kromo oleh masyarakat sering juga disebut jenis Duren Montong atau Duren Bawor.

Soal nama durian Bawor ini, Widiarso menjelaskan, bahwa nama ini disematkan sesuai dengan Bawor sebagai ikon Banyumas. Selain itu, bawor juga mengacu pada buahnya yang besar dan pertumbuhan cepat yang dipengaruhi oleh teknik okulasi dan penanamannya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Durian Sarakapita atau Durian Berkaki Tiga

Salah satu masalah petani adalah hama penggerek batang. Saat penggerek batang menyerang, maka pohon akan mengering dan mati.

Masalah ini lantas membuat sejumlah petani di Kemranjen Banyumas menciptakan durian berbatang bawah lebih dari satu dengan teknik yang disebut Sarakapita. Caranya, tiga bibit durian ditanam bersamaan kemudian digabung menjadi satu pohon.

"Itu yang menemukan itu Pak Sarno, yang guru SD itu. Itu adalah penemuan lokal," ucapnya.

Belakangan, teknik ini banyak digunakan untuk menanam durian agar cepat tumbuh, cepat berbuah dan relatif resisten terhadap serangan hama dan penyakit.

Seorang petani di Alasmalang, Kemranjen Hazik mengatakan, sarakapita adalah teknik okulasi dengan menggabungkan tiga atau lebih batang tanaman unggul saat bibit duren masih berusia muda, antara 1,5 bulan hingga tiga bulan. Dari tiga batang ini, satu batang utama dipilih saat batang sudah menyatu.

Dari teknik okulasi ini dihasilkan durian berkaki tiga yang tampak seperti perakaran tanaman bakau. Durian sarakapita diklaim mampu tumbuh lebih cepat dari biasanya.

Biasanya durian unggulan baru berbuah normal pada usia tujuh hingga delapan tahun. Tetapi, durian teknik sarakapita bisa menghasilkan buah terbaik lebih awal, sekitar umur empat tahun.

Hazik menjelaskan, semua jenis durian bisa ditanam dengan teknik sarakapita. Di Alasmalang, terdapat puluhan jenis durian jenis unggul yang dikembangkan dengan teknik ini. Antara lain, cani, montong, bawor, petruk, dan sejumlah varian durian lokal.

"Sebenarnya durian Bawor biasa, cuma dibawahnya ditambahi kaki-kaki, jadi kakinya lebih banyak. Kakinya minimal tiga, ada juga yang tujuh, sebelas, ada yang limabelas, tergantung variasi," dia menerangkan.

Tokoh petani Alasmalang, Banyumas, Hazik menambahkan selain pengembangan teknik okulasi sarakapita, petani Alasmalang juga membudidayakan durian dengan cara ramah lingkungan.

Menurut dia, pupuk organik bakal menghasilkan rasa yang lebih manis, legit dan beraroma kuat. Budidaya organik juga mengurangi potensi ambrolnya buah muda. Selain itu, masa produksi pohon bisa diperpanjang sehingga bisa berumur 30 hingga 50 tahun.

"Kalau buah itu tergantung perawatan dan pemupukan. Kalau petani sini lebih banyak yang organik. Kalau organik itu lebih manis jelas, dan pohonnya lebih awet biasanya," dia menerangkan.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.