Sukses

Ternyata Ini Penyebab Banjir di Kawasan Pagarsih Bandung

Hujan dengan intensitas tinggi membuat beberapa kawasan di Bandung terendam banjir, salah satunya adalah wilayah Pagarsih.

Liputan6.com, Bandung Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandung Arief Prasetya mengakui debit air di Sungai Citepus pada hujan yang terjadi kemarin cukup besar. Hal tersebut membuat sejumlah rem air milik Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung tak mampu membendung derasnya air.

"Basemen air sudah kita maksimalkan di Jalan Djunjunan, Pagarsih, Jalan Soekarno-Hatta di Pinus Regency, dibantu dengan kolam retensi. Cuma sebetulnya belum maksimal kalau melihat dari debit air dan lebar sungai yang ada," ujar Arief di Bandung, kepada Liputan6.com, Senin (26/11/2018).

Menurut Arief, ada banyak faktor yang membuat aliran sungai menjadi terhambat. Salah satunya adalah penyempitan sungai akibat ulah tangan manusia. Lebar sungai yang ada saat ini sudah tidak ideal, apalagi jika dibandingkan dengan debit air yang begitu besar. Idealnya, lebar sungai tak kurang dari 6 meter.

"Sekarang sungai di Kota Bandung lebih kecil, rata-rata tiga atau empat meter, sehingga terjadi gangguan, meluap airnya," ujar Arief.

Sementara itu, ia memastikan kolam retensi Sirnaraga dan basemen air Pagarsih berfungsi dengan baik. Pada prinsipnya, Pemkot Bandung menghadirkan kedua teknologi itu adalah untuk menjadi penahan air agar aliran tidak langsung masuk ke Sungai Citepus.

"Basemen itu menahan air dulu supaya luapan Citepus tidak terlalu tinggi, fungsinya seperti rem air. Cuma terbatas, itu juga dibangunnya di bawah Jalan Pagarsih. Itu sudah maksimal," katanya.

Namun pihaknya belum bisa memperbanyak titik rem air lainnya karena keterbatasan lahan. Kota Bandung telah tumbuh menjadi kota yang padat penduduk.

"Kalau diperbanyak lagi, di mana lahannya. Sehingga membuat kolam retensi baru belum bisa," ungkap Arief.

Menurutnya, DPU Kota Bandung telah merancang untuk membangun kolam retensi yang kedua di Sirnaraga. Namun lahan untuk kolam retensi itu masih digunakan oleh warga.

"Tapi kita akan bangun lagi kolam retensi di Gedebage, posisinya di depan Pasar Gedebage. Diharapkan itu bisa menangkap air yang ada di Pasar Gesebage dari Sungai Cinambo lama," ujar Arief.

2 dari 2 halaman

Warga Bersihkan Rumah

Sementara itu, banjir yang menggenangi rumah penduduk di wilayah RW 07, Kelurahan Cibadak, Kecamatan Astanaanyar, Kota Bandung, surut dalam waktu kurang dari dua jam.

Berdasarkan pantauan, banjir yang melanda kawasan Pagarsih, di RT 01 dan 02 sudah mulai surut. Air sudah tak lagi tinggi seperti saat pertama kali terjadi banjir siang tadi yang mencapai hingga 1,5 meter.

Saat ini, aktivitas warga di perumahan yang letaknya sejalur dengan Sungai Citepus yang tak lagi terendam air tengah sibuk mengurusi lumpur dan sampah bekas terjangan banjir kiriman dari kawasan utara Bandung.

Menurut warga RT 02, Cipta (59), banjir telah menggenangi rumahnya sekitar 150 centimeter.

"Saat kejadian semua naik ke lantai dua. Warga yang lainnya juga tetap bertahan saat banjir datang," kata dia.

Cipta yang sudah tinggal di kawasan padat pemukiman sejak 1980-an itu mengaku banjir kali ini tidak seperti biasanya. Sebelum tol air Pagarsih dibangun 2017, banjir biasanya kerap datang dengan ketinggian maksimal sekitar 50 centimeter.

"Enggak tahu kenapa setelah tol air dibangun banjirnya jadi lebih tinggi ke sini. Dulunya benjir hanya di Jalan Pagarsih," ujarnya.

Ketua RW 07, Sutarsa menyatakan hal serupa. "Ini banjir yang paling parah sejak ada tol air di Pagarsih,” katanya.

Menurut dia, banjir kali ini berdampak pada 118 kepala keluarga. Kondisi terparah berada di lingkungan RT 02, karena merupakan titik terendah di kawasan tersebut.

"Saat kejadian hampir semuanya bertahan di rumah," ujarnya menambahkan.

Simak juga video pilihan berikut ini:

Video Terkini