Liputan6.com, Cirebon - Eksistensi pabrik gula (PG) yang berstatus BUMN di Jawa Barat kian terpuruk. Seiring berkembangnya zaman, sejumlah pabrik yang berada di bawah naungan PG Rajawali II tersebut seakan dituntut bersaing dengan swasta.
Kondisi mesin uap lawas yang dipaksa bekerja tak mampu menyaingi mesin terbaru milik swasta. Selain itu, petani yang direkrut sebagai mitra setengah hati lantaran dihadapkan impor gula yang dinilai berlebihan.
Advertisement
Baca Juga
Kepala bagian legal PT PG Rajawali II, Karpo Budiman Nursi mengaku jumlah pabrik gula di bawah PT Rajawali II terus berkurang. Dia menyebutkan, tahun 1996 PT Rajawali II masih menaungi delapan pabrik gula.
Yakni, PG Karangsuwung, PG Kadipaten, PG Subang, PG Tersana Baru, PG Sindang Laut, PG Jatiwangi, PG Gempol, dan PG Jatitujuh. Namun, saat ini, jumlah pabrik gula yang masih beroperasi di bawah PT PG Rajawali II hanya tiga.
"Yang aktif PG Tersana Baru, PG Sindang Laut, dan PG Jatitujuh yang sekarang justru tengah menghadapi berbagai persoalan. Awal 2018 lalu, PG Subang di Blok Cidangdeur, Desa Pasirbungur, Kecamatan Purwadadi ditutup," kata dia, Minggu (2/12/2018).
Dia menyebutkan, luas lahan PG Subang 4.000 hektare rencananya akan dibangun kawasan industri dengan nilai investasi Rp 3 triliun pada tahun depan. Alasan lain ditutupnya PG Subang karena areal lahan pabrik terbelah jalan tol.
Kondisi tersebut, menyebabkan manajeman pabrik harus mengeluarkan biaya lebih besar. "Belum lagi rencana pembangunan Pelabuhan Patimban dan hadirnya Bandara Kertajati," sebut dia.
Sementara itu, PG Gempol yang ada di Palimanan Kabupaten Cirebon akan disulap menjadi industri peternakan ayam terintegrasi. Proyek industri yang rencananya direalisasikan tahun depan itu menghabiskan biaya Rp 500 miliar.
Direktur Utama PT Rajawali II, Audry Harris Jolly Lapian, mengatakan, tahap pertama, sasaran produksi ayam pedaging sebesar 450 ribu ekor per bulan, dan telur 12-14 ton, per bulan.
"Akan dibangun juga tempat pemotongan ayam otomatis berkapasitas 2.000 ekor ayam per jam," kata dia.
Dari data yang didapat, pabrik gula lain yang tutup yakni PG Kadipaten di Kabupaten Majalengka. Pabrik yang dulu bernama Suikerfabriek tersebut berdiri tahun 1876 dan pernah diperluas tahun 1911.
Kehadiran PG Kadipaten sempat mewarnai kejayaan gula di Jabar. Namun, ketatnya persaingan membuat PG Kadipaten kesulitan bernafas hingga akhirnya tutup tahun 1999.
Kondisi serupa terjadi pada pabrik yang usianya lebih tua dari PG Kadipaten, yakni PG Karang Suwung di Desa Karang Sembung, Kecamatan Sindang Laut, Kabupaten Cirebon.
Dari data yang didapat, pabrik gula tersebut diresmikan 1896 itu didirikan perusahaan swasta Belanda, NV Maatchappij tot Expoitatie der Suiker Onderneming Karangsoewoeng (perusahaan pengelolaan perusahaan gula Karang Suwung).
Produksi Menurun
Momen kejayaan pabrik gula di Jawa Barat semakin tak terlihat lagi. Produksi gula di PG Tersana Baru dan Sindang Laut Kabupeten Cirebon kerap mengalami penurunan.
Nasib PG Sindang Laut yang berdiri tahun 1896 tersebut kini berada di ujung tanduk. Staf Budidaya dan Perawatan Tanaman PG Sindang Laut Cirebon, Dadi Elsa Barani mengatakan, dalam lima tahun terakhir, produksi gula terus turun.
Dia menjelaskan, harga gula yang dibanderol Bulog hanya Rp 9.700 per kilogram. Jumlah tersebut, kata dia, masih berada di bawah harga pokok produksi sekitar Rp 9.000 per kg.
"PG Sindang Laut berdiri tahun 1896 dengan nama Singdanglaoet oleh NV. Mij Tot Exploitatie der Suikerfabriek Sindanglaoet," ujar dia.
Dia menyebutkan, masa kejayaan PG Sindang Laut saat harga gula nasional tertinggi Rp 14.000 pada tahun 2012. Namun, tak lama kemudian harga gula menurun drastis pada periode berikutnya Rp 8.150 per kg.
Dia mengaku, sejumlah petani yang bermitra dengan PG Sindang Laut sudah merasakan pesimis dengan masa depan pabrik. Apalagi mereka dihantam impor gula dan isu berdirinya pabrik gula modern. "Imbasnya, petani beralih menanam bawang merah, jagung, dan jenis palawija lainnya," sebut Dadi.
Kondisi serupa dialami PG Tersana Baru di Desa Tersana, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Pabrik yang berdiri pada tahun 1937 tersebut pernah menggiling lahan 4.800 sampai 5.500 hektare tanaman tebu.
Kepala Bagian Fabrikasi PG Tersana Baru Ragil mengatakan, pada tahun 2008, PG Tersana Baru pernah menggiling tebu dari lahan seluas 5.400 hektare. Namun, jumlah tersebut terus menurun.
Dia menyebutkan, PG Tersana Baru hanya menggarap 1.700 hektare lahan tebu pada tahun depan. Menurut dia, kapasitas maksimal penggilingan di PG Tersana Baru saat ini, 3.300 ton cane per day (TCD) dengan tingkat gilingan ideal 3.000 TCD.
"Kami sulit mengejar masa kejayaan kami tahun 2008 lalu. Tahun 2015 hanya 3.677 hektare, tahun 2016 hanya garap 4.226 hektare, tahun 2017 hanya garap 4.070 hektare. Sekarang tinggal 1.700 hektare yang digarap tahun depan bakal kami giling," kata dia.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement