Sukses

Jejak Habib Pengarang Simtud Durar di Kampung Arab Solo

Habib Ali Al Habsyi merupakan pengarang kitab maulid Simtud Durar yang lahir dan meninggal di Hadramaut. Salah satu putranya berdakwah di Solo

Liputan6.com, Solo - Sejumlah orang keturunan Arab tampak hilir mudik di sepanjang Jalan Kapten Mulyadi, Pasar Kliwon, Solo setiap harinya. Hal tersebut sangat wajar karena di kawasan Pasar Kliwon itu merupakan kampung Arab yang telah ada sejak lama.

Keberadaan kampung Arab juga sangat lekat dengan menjamurmya toko-toko yang menjual beraneka ragam produk khas Arab seperti kurma dan oleh-oleh haji. Selain itu makanan khas Timur Tengah yang berbahan olahan kambing juga banyak ditemui di kampung itu.

Kampung Arab yang terletak di timur Keraton Kasunanan Surakarta itu juga terdapat Masjid Jami’ Assagaf dan Masjid Riyadh. Di masjid itu terlihat sejumlah warga keturunan Arab yang berbaur dengan warga lainnnya tampak berdatangan ketika kumandang salat lima waktu.

Bangunan Masjid Jami’ Assagaf  berdiri di atas tanah pemberian dari Raja Keraton Surakarta, Paku Buwono X. Sedangkan Masjid Riyadh didirikan oleh Habib Alwi bin Ali Habsyi yang merupakan salah satu putra pengarang kitab maulid Simtud Durar, Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi.

2 dari 4 halaman

Pengarang Maulid Simtud Durar

Salah satu keturunan Habib Ali Al Habsyi, Habib Ali bin Hasan bin Anis bin Alwi bin Ali Al Habsyi mengatakan kitab maulid Simtud Durar yang masih dibaca hingga saat ini di berbagai negara termasuk Indonesia merupakan karya dari Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi. Penulis kitab maulid tersebut lahir di kota Qasam, Hadramaut pada 24 Syawal 1259 H/1843 M.

“Habib Ali merupakan putra dari pasangan ibunda Hababah Alawiyah binti Husein Al Jufri dan ayahandnya Habib Muhammad bin Husein Al Habsyi. Ayahanda beliau termasuk mufti kota Makkah,” kata dia di Solo Kamis, 13 Desember 2018.

Ia menjelaskanpendidikan dan keilmuan Habib Ali hasil dari hasil dari didikan kedua orangtuanya. Setelah berpindah dari kota ke kota, akhirnya orang tua Habib Al Habsyi menetap di Kota Seiwun, Yaman.

“Beliau juga sempat menuntut ilmu ke Mekah yang menjadi tempat ayahandanya di sana. Beliau menuntut ilmu selama tiga tahun dan setelah itu pulang ke Seiwun,” ujarnya.

Sekembalinya ke Seiwun, Habib Ali Al Habsyi mendirikan masjid yang diberi nama Riyadh dan mendirikan ribath atau pesantren. Pesantren tersebut merupakan yang pertama kali berdiri di kawasan tersebut.

“Dari rubath Seiwun yang pertama di Hadramaut itu beliau menyebarkan dakwahnya dan juga dikenal sebagai pengarang maulid Simtud Durar,” jelasnya.

Kitab maulid karangan Habib Ali Al Habsyi itu, menurutnya berisi ringkasan sejarah Nabi Muhammad SAW yang difokuskan dari masa sebelum dilahirkannya Rasulullah, masa kecil, perjalanan hidup hingga ketika diutus olleh Allah SWT dan dibahas tentang  Isra’ Mi’raj.

“Selain berisi ringkasan sejarau Nabi Muhammad SAW, kitab maulid Simtut Durar itu juga berisi tentang sifat-sifat dan budi pekerti Rasulullah  SAW. Kitab maulid Simtut Durar itu hampir sama dengan kitab maulid Albarzanji,” kata dia.

Awalnya penyebaran kitab tersebut di wilayah Hadramuat, namun semakin lama pembacaan kita tersebut tersebar tak hanya di Yaman, namun juga berbagai negara seperti Indonesia. Luasnya penyebaran kitab tersebut karena murid-murid atau para santri Habib Ali Al Habsyi berasal dari berbagai negara.

“Kitab maulid SimtutDurar merupakan karangan yang terkenal. Hingga saat ini kitab itu telah menyebar di mana-mana seperti di Afrika, Oman, Arab Saudi, Indonesia, Malaysia, Singapura dan lainnya. Di Indonesia kebanyakan maulid yang dibaca Simtut Durar. Yang biasa dibaca Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf itu juga Simtud Durar,” ungkapnya.

3 dari 4 halaman

Jejak Keturunan Pengarang Simtut Durar di Solo

Habib Ali menceritakan Habib Ali Al Habsyi meninggal  dunia pada 20 Rabiul Akhir 1333 H bertepatan dengan tahun 1913. Ia meninggal di Seiwun, Hadramaut. Sohibul Simtut Durar meninggalkan 5 orang anak, 4 putera dan 1 puteri dari 2 orang perempuan.

“Tiga putra beliau pernah masuk ke Indonesia. Yang pertama datang ke Indonesia itu Habib Muhammad. Kemudian disusul Habib Ahmad dan Habib Alwi. Kalau tidak salah, mereka pertama kali datang di Garut,” tutur dia.

Habib Muhammmad dan Habib Alwi menikau dengan perempuan dari Garut. Meskipun sempat tinggal di Indonesia, namun putra sulung Habib Ali Al Habsyi, Habib Muhammad bin Ali Al Habsyi kembali ke Yaman.

“Beliau tidak menetap di Indonesia dan kembali ke Seiwun, Hadramaut. Orang-orang Arab dari Hadramaut masuk ke Indonesia tujuan utamanya untuk berdakwah tetapi disambi berdagang,” ungkapnya.

Sementara itu, menurut dia, Habib Alwi dari Garut berpindah ke Kota Solo. Solo dipilih karena di kota tersebut banyak pendatang dari Seiwun yang menetap di Solo. Bahkan, salah satu murid Habib Ali Al Habsyi ada yang tinggal di Solo pada saat itu

“Kedatangan Habib Alwi di Solo tujuannya untuk berdakwah. Beliau juga mendirikan Masjid Riyadh dan zawiyah. Zawiyah arti bahasanya tempat pojok, istilahnya pondok atau majelis kecil-kecilan untuk mengaji,” jelas dia.

Zawiyah yang terletak di samping utara Masjid Riyadh itu digunakan untuk tempat pengajian setiap harinua. Bahkan, sejak masa Habib Alwy hingga saat ini kegiatan pengajian yang dilaksanakan setiap siang itu masih berjalan.

“Pengajian di majelis ini dilakukan setiap siang mulai pukul 11.30 hingga 12.30 WIB dan dilanjutkan dengan salat berjamaah. Dulu pengajian di majelis ini pakai bahasa Arah tanpa diterjemahkan karena jemaahnya orang-orang Arab. Tapi sekarang memakai bahasa Indonesia,” ucapnya.

Setelah Habib Alwi meninggal pada tahun 1953. Selanjutnya kepemimpinan di masjid dan zawiyah Riyadh Solo dipegang oleh putra lelaki tertuanya, Habib Anis. Habib Alwi dimakamkan di halaman Masjid Riyadh. Di makam komplek  keluarga itu kini terdapat tiga makam, yakni makam Habib Ahmad, Habib Alwi dan Habib Anis.

“Di samping Masjid Riyadh itu terdapat 3 makam terdiri makam Habib Alwi Al Habsyi yang merupakan putra bungsu Habib Ali Al Habsyi dan dua makam putra Habib Alwi, Habib Ahmad bin Alwi bin Ali Al Habsyi dan Habib Anis bin Alwi bin Ali Al Habsyi,” sebutnya.

4 dari 4 halaman

Haul Pengarang Maulid Simtud Durar

Habib Ali mengungkapkan meskipun penulis kitab maulid Simtud Durar meninggal dan dimakamkan di Hadramaut, tetapi  haul atau peringatan meninggalnya Habib Ali Al Habsyi selalu diperingati di Solo. Hal ini dilakukan karena keturunan Habib Ali Al Habsyi di Solo  juga ikut mengggelar haul.

“Haul diperingati setiap tanggal 20 Rabi’ul Akhir. Untuk tahun 2018 ini selama satu tahun diperingati sebanyak dua kali. Peringatan haul dilakukan selama 3 hari, tanggal 28-30 Desemberi 2018,” kata dia.

Setiap kegiatan haul digelar, menurut Habib Ali, sepanjang Jalan Kapten Mulyadi ditutup, pasalnya jumlah peserta haul sangat banyak hingga ratusan ribu. Saking banyaknya pengunjung yang hadir pelaksanaan haul pun digelar selama 3 hari.

“Jumlah jemaah yang hadir bisa mencapai 150 ribu hingga 200 ribu orang. Acara tidak sesingkat seperti du jam selesai tapi ini digelar sampai 3 hari biar merata. Kita tutup jalan nanti itu tanggal 28-30 Desemberi 2018,” jelas dia.

Ia menjelaskan rangkaian acara haul Habib Ali Al Habsyi dimulai dengan pembacaan Alquran bersama yang dihadiahkan kepada Habib Ali Al Habsyipada sehari sebelum haul. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan nasehat-nasehat Habib Ali Alhabsyi pada malam harinya.

“Kalau malamnya ada acara marawis. Untuk acara haulnya nanti akan dibacakan tahlil dan ceramah serta membaca ringkas sejarah Habib Ali. Hari terakhir setelah setelah salat shubuh nanti ada pembacaan maulidnya beliau, Simtud  Durar,” sebut ya.

Jemaah haul yang datang tidak hanya dari Solo, namun dari luar kota hingga luar negeri. Mereka datang untuk bisa mengikuti acara haul Habib Ali Al Habsyi yang digelar oleh keturunan sang habib di Solo.

“Jemaah dari berbagai kota di Indonesia hadir seperti dari kota-kota di Jawa hingga Sumatera, Kalimantan, Madura dan lainnya. Bahkan dari kuar negeri banyak yang datang seperti dari Malaysia, Singapura, Thailand, Oman, Yaman, Arab Saudi dan lainnya,” tuturnya.

Video Terkini