Sukses

Buku Harian TKI Sutini Ungkap Kekejian Majikan di Singapura

Kedapatan menggunakan ponsel, Sutini dihukum. Hukumannya tak tanggung-tanggung. Ia dikurung di gudang selama dua sampai 3 tiga hari.

Liputan6.com, Banjarnegara - Sutini Tri Hefisi, pekerja migran atau TKI asal Banjarnegara yang bekerja di Singapura meninggal dunia setelah sakit yang diderita pada tanggal 4 Desember 2018 pukul 12.05 WIB. Diduga kuat, Sutini adalah korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan pidana lainnya.

Kondisi kesehatan Sutini terus menurun setelah dua hari kembali ke Indonesia, hingga akhirnya dirawat di rumah sakit.

Saat di rumah sakit, sejak tanggal 30 Oktober sampai tanggal 4 Desember 2018, TKI Sutini dirawat hingga tiga kali di ICU dengan kondisi kesehatan yang naik turun karena penyakit Meningitis, paru-paru dipenuhi lendir, dan stroke.

TKI Sutini memang sudah meninggal. Akan tetapi, kasusnya masih berlanjut. Tim kuasa hukum keluarga almarhumah Sutini melapor ke polisi lantaran mencium adanya TPPO.

Kuasa hukum melapor pada Jumat, 14 Desember 2018 usai berembug dengan segenap keluarga. Keluarga dan tim kuasa hukum memutuskan melaporkan kasus TPPO ini usai menelusuri fakta-fakta keberangkatan TKI Sutini.

TKI Sutini memang telah tiada. Tetapi, ia meninggalkan buku harian berisi keluh kesah selama di Singapura.

Berbagai penyakit parah yang diderita TKI Sutini tak lepas dari kondisi buruk yang diterimanya selama bekerja di Singapura. Akibatnya, kesehatannya semakin menurun.

Kuasa hukum keluarga Sutini dari LBH Sikap Banyumas, Adhi Bangkit Saputra mengungkapkan, berdasar buku harian yang di temukan, Sutini mencurahkan keluhannya seperti tidak diberi makan oleh pihak agensi di Singapura selama tiga hari.

Ia pun mulai merasakan sakit kepala dan pinggang. Korban TPPO ini, selama bekerja di Singapura juga dilarang berkomunikasi dengan keluarga. Kartu SIM ponselnya diambil paksa sang majikan.

2 dari 3 halaman

Dugaan Pelanggaran Hukum

Bahkan, jika kedapatan menggunakan ponsel, Sutini dihukum. Hukumannya tak tanggung-tanggung. Ia dikurung di gudang selama dua sampai 3 tiga hari.

Tiap hari, Sutini hanya makan satu kali. Kemudian, selama satu bulan kerja, Sutini juga tidak diberi gaji.

"Serta lima bulan berikutnya gaji diambil oleh pihak agensi, berdasarkan buku harian," Bangkit mengungkapkan, Jumat, 14 Desember 2018.

Berdasarkan keterangan keluarga, Sutini tidak mendapatkan upah semestinya. Bahkan tak jelas pula nilai atau jumlah upah per bulan Sutini.

"Gaji pertama Sutini tidak diberikan dan uang yang diterima Sutini hanya satu kali, dikirim kepada anak Sutini di Indonesia ke rekening milik adik ipar Sutini sebesar Rp 2,5 juta," dia menjelaskan.

Bahkan ketika telah kembali ke Indonesia, Sutini hanya membawa uang rupiah sejumlah Rp 185 ribu dan uang Dollar Singapura (SGD) dengan pecahan 50 SGD sebanyak empat lembar, 10 SGD sebanyak empat, 2 SGD selembar, 10 sen dua keping, lima sen satu keping

"Yang jika di rupiahkan hanya sekitar Rp 2,4 juta," ujarnya.

Bangkit menilai, terdapat beberapa pelanggaran hukum dalam kasus Sutini. Pertama, tidak dipenuhinya hak atas jaminan sosial atau BPJS sebagai syarat utama dalam penempatan pekerja migran ke luar negeri sebagaimana yang terdapat dalam ketentuan Pasal 5 huruf D dan Pasal 68 UU Nomor 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Imdonesia (UU PPMI).

Pelanggaran Kedua, kepulangan Sutini yang tiba-tiba dan tidak diketahui keluarga sebelumnya, bahkan kepulangannya dalam kondisi sakit sebagaimana ketentuan yang terdapat dalam Pasal 6 ayat 1 huruf i, Pasal 6 ayat 2 huruf a, Pasal 25 ayat 1, dan Pasal 27 ayat 1 huruf d UU PPMI.

3 dari 3 halaman

Langkah Advokasi Tim Kuasa Hukum Sutini

Selanjutnya pelanggaran ketiga adalah penahanan dokumen milik Sutini oleh calo atau broker berinisial A alias Asri. Dokumen tersebut berupa KTP, ijazah, akte cerai, dan salinan dokumen perjanjian kerja. Penahanan dokumen tersebut termasuk tindak pidana penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 dan Pasal 374 KUHP.

"Keempat, pelanggaran hukum terhadap hak-hak keluarga almarhum Sutini karena keluarga tidak diberitahu tentang keadaan dan kepulangan Sutini, tidak adanya kesempatan keluarga untuk berkomunikasi dengan alm. Sutini saat bekerja di Singapura," Bangkit menambahkan.

Pelanggaran kelima yang terjadi adalah dugaan TPPO karena perekrutan Sutini sebagai pekerja migran dilakukan perorangan, bukan oleh perusahaan resmi. Penempatan Sutini di Singapura juga tidak sesuai prosedur karena syarat penempatan seperti BPJS tidak dipenuhi.

"Terdapat eksploitasi karena almarhumah Sutini tidak mendapatkan upah yang layak bahkan tidak ada penampungan saat Sutini sampai di Singapura, terdapat penelantaran hingga dua hari," Bangkit menjelaskan.

Atas dugaan pelanggaran tersebut LBH SIKAP Banyumas selaku kuasa hukum Sutini melakukan langkah advokasi awal berupa pelaporan kepada Polres Banjarnegara. Setelah itu, akan dilakukan pula langkah advokasi lain seperti membuat laporan aduan kepada instansi pemerintah yang membidangi kasus Sutini.

Saksikan video pilihan berikut ini: