Liputan6.com, Aceh - Warga Desa Lhok Raya, Kecamatan Trumon Tengah, Kabupaten Aceh Selatan, Jumat, 14 Desember 2018, malam, terpaksa mengungsi ke Kompi Detasemen B Brimob Trumon Tengah. Rumah mereka dilamun banjir akibat luapan sungai dari Kota Subulussalam.
Hujan deras menyebabkan aliran Sungai Gelombang Kecamatan Sultan Daulat yang berada di Kota Subulussalam meluap dan merembes ke Kecamatan Trumon Timur dan Trumon Tengah di Kabupaten Aceh Selatan. Ketinggian air mencapai 60 centimeter.
Setidaknya, ada 50 jiwa dari desa Lhok Raya yang mengungsi ke kompi setempat. Sementara ini, terdapat 523 jiwa terdampak banjir di satu kecamatan lainnya. Namun, mereka tidak mengungsi.
Advertisement
Baca Juga
Kepala Pelaksana BPBD Aceh Selatan, Cut Syazalisma menyebutkan, ada empat desa di dua kecamatan yang terdampak. Yakni, Desa Seuneubok Pusaka, Titi Poben, Lhok Raya, dan Cot Bayu.
"Desa Seuneubok Pusaka dan Titi Poben air masih menggenangi rumah warga. Lhok Raya ketinggian air semakin meningkat, sementar Cot Bayu, jalan menuju permukiman masyarakat tidak bisa dilewati, namun air belum memasuki permukiman atau rumah masyarakat," jelas Syazalisma kepada Liputan6.com, Jumat, 14 Desember 2018, malam.
Personil Damkar 06 Pos Trumon dan Tim Reaksi Cepat dari PB BPBD Aceh Selatan diturunkan ke beberapa lokasi banjir untuk melakukan pemantauan, assesment, dan pendataan. Proses evakuasi warga ke tempat pengungsian juga dibantu BPBD setempat.
Dari Kota Subulussalam dilaporkan, satu unit rumah warga hanyut dibawa arus. Banjir di kota itu berpusat di tiga desa yakni, Desa Jabi-jabi, Sigrun, dan Suka maju di Kecamatan Sultan Daulat dan Rundeng.
Menurut Kepala Pelaksana BPBD Subulussalam, Nesal Putra, saat ini ketinggian permukaan air sungai Lae Souraya semakin bertambah dan menggenangi pemukiman penduduk di tiga desa tersebut.
Nesal menambahkan, selain mengevakuasi dan mendirikan dapur umum, pihaknya terus melakukan pemantauan banjir dengan dibantu oleh pihak terkait.
Â
Mencari Sebab Banjir
Di hari yang sama, delapan kecamatan di Kabupaten Aceh Tenggara juga terendam banjir akibat meluapnya air dari tanggul yang jebol. Setidaknya, satu rumah di Desa Tualang Sembilar Kecamatan Bambel roboh, dan satu rumah Desa Simpur Jaya Kecamatan Ketambe dibawa arus. Selain itu, dua buah jembatan putus.
"Kecamatan dan desa yang Terkena banjir kemungkinan akan bertambah karena jalan menuju akses ke wilayah yang terkena banjir belum bisa lewati. Ketinggian air mencapai 80 centimeter sampai dengan satu meter," kata Kepala Pelaksana BPBA, Ahmad Dadek.
Kantong-kantong pengungsian juga bermunculan seiring bencana banjir yang terjadi akibat intensitas hujan yang tinggi dalam beberapa hari belakang. Banjir juga terjadi di Bireuen, Kamis 13 Desember kemarin.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh, Muhammad Nur mengatakan, banjir yang terjadi di Aceh, salah satu penyebabnya akibat adanya pembalakan liar.
Dia mencontohkan banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Aceh Tenggara. Menurutnya, bencana banjir di kabupaten itu akibat deforestasi hutan.
Laju deforestasi hutan di Aceh Tenggara itu diakibatkan ilegal logging, alih fungsi hutan menjadi perkebunan coklat, penamanan jagung di atas perbukitan dan sebagainya.
"Bencana yang terjadi, itu bagian dari akumulasi prilaku kita juga sebagai pengelola sumber daya alam yang masih buruk. Artinya, bencana itu sesungguhnya kita undang. Bukan secara alami. Untuk Aceh Tenggara, sebagai daratan tinggi, punya kontur tanah yang basah atau lembab karena setiap hari ada saja hujan kecil," jelas M. Nur kepada Liputan6.com belum lama ini.
Musim penghujan, yang membawa air dalam jumlah banyak, lanjut dia, mengakibatkan gunung atau perbukitan di Aceh Tenggara, mulai melebur dan turun lalu menjadi fenomena yang kita pahami selama ini sebagai bencana banjir bandang.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement